veintinueve ; drunk javier

1.4K 121 50
                                    

Suasana pagi di kota Figueres terpantau cerah berawan, Luna memarkir sepedanya begitu tiba di sekolah. Ini adalah hari pertamanya menginjak kelas 12, terasa cepat bukan?

Iya. Sekarang Luna tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik.

Sebenarnya papanya dulu menawarkan ingin disekolahkan di Figueres atau di Barcelona, tapi dengan mantap Luna memilih untuk tetap bersekolah di kotanya saja. Alasan utama tentu saja dia tidak ingin jauh dari papanya.

Katakan saja Luna manja, dibanding dengan Perla yang melanjutkan sekolah di Barcelona sekaligus kepindahannya. Sedih memang mengingat perpisahan mereka yang begitu singkat. Kini hanya tersisa Matea dan Martius yang satu sekolah dengannya.

Berbeda dari sebelumnya, sekolah dasar dan SMP Luna bersekolah di sekolah swasta Salvador Dali, sekarang di SMU ini dia bersekolah di Ramon Muntaner, lebih jauh sedikit dari tempat tinggalnya.

Berbeda dari sebelumnya, sekolah dasar dan SMP Luna bersekolah di sekolah swasta Salvador Dali, sekarang di SMU ini dia bersekolah di Ramon Muntaner, lebih jauh sedikit dari tempat tinggalnya

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

Luna duduk di bangkunya kemudian meletakkan tas di bangku sebelahnya, bermaksud agar tidak ada yang mendudukinya sebab itu adalah tempat untuk Matea.

Panjang umur, Matea baru masuk dan melambai kearah Luna sembari mendekat.

"Kita sekelas lagi," ucap Luna.

"Sepertinya kita memang ditakdirkan sebagai sahabat sejati hehe," jawab Matea.

"Benar, kita sahabat sejati." Tiba-tiba Martius menyahut tepat di belakang bangku mereka.

Luna menoleh, memutar bola matanya malas. "Jauh-jauh sana!"

Martius mendengus. "Matea, apa kamu sudah mengetahui alasan Luna terus membenciku sejak dulu?"

Matea tersenyum kecil sambil mengendikkan bahu.

Pelajaran pertama dan kedua pun dimulai dengan lancar, Luna juga memperhatikan dengan benar meski hanya setengah materi saja yang masuk ke kepalanya. Tapi karena itu Luna punya kesadaran untuk terus belajar, dia tidak bisa terus menerus mengandalkan otak pintar Matea.

Di jam istirahat ini mereka berdua duduk di tangga dekat dengan vending machine, Matea yang baru saja membeli dua minuman di sana langsung duduk di sebelah Luna dan memberikan salah satu minumannya.

"Matea, aku sedang gundah."

Matea mendelik. "Apa yang sedang mengganggumu? Martius?"

Luna tertawa kecil. "Bukan, kurasa lebih buruk dari itu."

Matea merapatkan duduknya. "Cerita saja padaku, Luna."

Luna menatap Matea lekat. "Kamu tahu kan aku melarang papaku untuk menikah lagi? Kurasa ... perkataanku empat tahun lalu itu berdampak buruk." Dia menghela napasnya. "Aku jadi memikirkan betapa jahatnya aku. Untuk beberapa alasan, orang-orang dewasa menikah, tapi aku yang dengan tanpa alasan jelas justru melarang papaku. Sekarang papa sudah menua dan aku malah melarangnya sejak dulu."

Mi Luna [✓]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt