treinta y dos ; love sick

1.3K 125 37
                                    

Suasana malam semakin tegang seiring dengan penantian jawaban dari Luna. Matea memasang tajam-tajam pendengarannya, Martius berdebar menunggu jawaban yang dia inginkan, sementara Luna sangat terkejut dengan pengakuan Martius yang menyukainya.

Tapi dia berpikir, berteman sejak kecil tidaklah mustahil menumbuhkan perasaan seperti ini, tapi dia tidak pernah menganggap Martius seperti Martius menganggapnya. Tidak ada sama sekali perasaan atau bahkan pemikiran yang mampir mengenai hal ini, dia hanya menganggap Martius seorang teman, teman yang baik meskipun menyebalkan.

"K-kamu tidak perlu menjawabnya sekarang, Luna. Aku akan menunggu, aku juga tidak ingin terburu-buru, pikirkan saja baik-baik."

Tidak. Luna tidak berpikir untuk menjawab nanti-nanti. Dia harus segera memberikan jawaban pasti agar tidak menggantungkan perasaan Martius.

Tiba-tiba terlintas dipikirannya saat dimana Matea menanyakan perasaannya kepada Martius. Luna baru sadar, bahwa raut Matea saat dia bilang tidak suka dengan Martius terlihat senang.

'Kalau ternyata memang benar Matea menyukai Martius dan aku menerima pernyataan cinta ini, betapa jahatnya aku kepada Matea. Di sisi lain, aku juga hanya menganggap Martius itu teman, tidak lebih.'

Tapi dia bingung, bagaimana cara menolak Martius tanpa membuat pria itu menyangkal alasannya.

'Fokus ujian? Ah itu alasan klasik. Tidak ingin pacaran dulu? Haish kamu sangat purba, Luna! Hmm ...'

Sementara dia berpikir, tiba-tiba bayangan papanya terlintas di pikirannya.

"Martius tunggu!" Cegah Luna menahan lengan pria itu yang sudah beranjak pergi.

Martius melihat tangan Luna yang menahannya, Luna cepat-cepat melepaskan pegangannya.

"Aku akan menjawabnya sekarang," lanjutnya.

Mata Matea membulat, dia benar-benar menajamkan indera pendengarannya. Dan Martius menegakkan posisi berdirinya.

"Sebelumnya aku benar-benar sangat terkejut dengan pengakuanmu ini, kamu paham kan? Kita ini sudah seperti saudara kembar yang terus bertengkar dan aku ... dan aku hanya menganggap kita seperti itu selama ini."

Martius mengerjapkan matanya. "Maksud kamu?"

Luna memilin jempolnya. "Maaf Martius, aku menyukai orang lain."

"Hah?!" Pekik Matea pelan.

Martius tampak terkejut. Dia langsung berpikir siapa orang yang disukai Luna? Karena selama ini dia tidak pernah terlihat dekat dengan laki-laki manapun di sekolah.

"B-begitu ya ..." Lirihnya melemas.

Luna mengangguk. Tapi dalam pikirannya saling beradu, kenapa begitu bayangan papanya terlintas, dia langsung membuat alasan menyukai orang lain?

'Apakah artinya aku menyukai papa?'

"Kalau boleh tahu, siapa orangnya?" Tanya Martius membuat Luna tersentak.

"Eh?"

"Ah itu karena kamu tidak pernah terlihat dekat dengan laki-laki di sekolah, jadi aku cukup terkejut mengetahui kamu menyukai orang lain."

Luna terdiam. Bingung jawaban apa yang harus dia berikan.

"Atau ... ini hanya alasanmu untuk menolakku?" Lanjutnya.

Luna menggeleng cepat. "Tidak! Aku benar-benar menyukainya!"

Luna tidak sadar sudah bicara lantang.

'A-apakah yang kurasakan ini benar? Apakah aku ... menyukai papa?' tanyanya pada dirinya sendiri dengan tidak percaya.

Mi Luna [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang