Chapter 7 : His Reasons (2)

293 28 0
                                        

𝘾𝙤𝙣𝙩𝙚𝙣𝙩 𝙒𝙖𝙧𝙣𝙞𝙣𝙜: 𝙎𝙚𝙣𝙨𝙞𝙩𝙞𝙫𝙚 𝘾𝙤𝙣𝙩𝙚𝙣𝙩, 𝙏𝙧𝙖𝙪𝙢𝙖𝙩𝙞𝙯𝙚𝙙, 𝙈𝙚𝙣𝙩𝙖𝙡 𝙄𝙡𝙡𝙣𝙚𝙨𝙨, 𝙖𝙣𝙙 𝘽𝙪𝙡𝙡𝙮𝙞𝙣𝙜

[Konten pada chapter ini ada unsur pembulian dan kesehatan mental. Mohon untuk bijak dalam hal membaca dan menanggapi cerita ini, sekian dan terimakasih]

===||===

Mengingat kembali kejadian empat tahun lalu itu, membuat dirinya merasa tidak nyaman. Dia segera bangun dari rebahannya itu dan pikirannya tiba-tiba kembali kacau, tangannya gemetaran dan dadanya terasa sesak. Dia pun beranjak dari kasurnya dan berjalan cepat menuju laci mejanya. Dengan cepat dirinya membuka laci mejanya dan mengambil botol kecil berisikan pil obat yang berada di dalam lacinya, mengambil satu pil obat itu kemudian memasukkannya ke dalam mulutnya. Setelah itu, dia mengambil gelas berisi air yang berada di atas meja belajarnya kemudian meneguknya dengan pelan. 

Dia mengatur napasnya agar kembali tenang dan setelah dia merasakan dirinya sudah kembali tenang — dia mendudukkan dirinya ke kursi belajarnya. Baru saja dia duduk di kursi belajarnya, tiba-tiba saja terdengar kakaknya berteriak memanggil dirinya. "Apa lagi sih ...." Karena dia merasa dirinya sudah merasa mendingan, dia pun langsung beranjak dari kursi belajarnya dan segera keluar dari kamarnya. "Kenapa kak?"

"Ada kecoaa!!" Teriak kakaknya yang sedang berjongkok di atas sofa ruang tamu. Rara juga datang karena mendengar teriakan itu dan langsung mendekati Anta, bertanya apa yang terjadi. 

"Rara diam di kamar ya, ada monster terbang di rumah kita!," seru Anta dengan tatapan serius ke arah adiknya itu.

"Monster terbang? Di mana kak?! Rara mau lihat!," soraknya kegirangan.

'Ini anak malah antusias! '

Tiba-tiba saja kecoa itu muncul dari bawah sofa, tempat Nala berada sekarang. "Kyaaa!!"

"Bodoh! Jangan teriak kak!"

Kecoa itu terbang menuju ke arah Rara berada. "Ra — !"

Rara yang melihat kecoa terbang itu mendekatinya, dia pun langsung menepuknya dengan keras. Alhasil, kecoa itu mati di tangan seorang anak kecil. Rara melihat kecoa itu sudah mati di telapak tangannya dan dia tersenyum canggung ke arah mereka. "Hehe ... nggak sengaja," ujarnya.

Nala langsung pingsan begitu saja di sofa panjang itu dan Anta langsung menghampiri kakaknya. "Kak! Sadar kak!" Anta begitu panik, dia tidak tahu harus ngapain. "Oke, tenang ... oh ya kipasin dia!"

"Kak Sena, Rara melakukan kesalahan ya?"

Anta menoleh dan mengelus kepalanya. "Rara tidak melakukan kesalahan kok, justru Rara penyelamat kami dari monster terbang itu"

"Benarkah? Tapi Kak Nala ... "

"Dia hanya pingsan, nanti juga sadar. Kamu buang dulu tuh monster terbangnya di tempat sampah, kemudian langsung cuci tangan di wastafel yang ada di dapur. Kak Sena mau mencari kipas tangan dulu." Rara mengangguk kemudian dia berlari menuju ke arah dapur. Anta juga langsung pergi mencari kipas tangan yang ada di kamarnya. Setelah menemukannya, dia balik ke ruang tamu. Dia mengipaskan kakaknya dengan cepat sambil jongkok menghadap wajah Nala yang sedang pingsan itu sedangkan Rara juga ikut jongkok di samping Anta. 

"Kak Nala masih tidur ...."

"Sadar dong kak! Nanti yang masakin kita makan malam siapa dong, kalau bukan kakak!" Keluh Anta sambil mengipas-ngipas wajah Nala. Mereka tetap berjaga di sana dengan posisi duduk bersila, menunggu Nala sadar dari pingsannya. Tidak berselang lama, mata Nala terbuka lebar dan membuat Anta terkesiap. "Astaga kak!"

𝑼𝒏𝒇𝒐𝒓𝒆𝒔𝒆𝒆𝒏 𝑻𝒊𝒆𝒔 [COMPLETED]Where stories live. Discover now