Chapter 13 : At The Limit

170 19 0
                                        

Rara sangat bingung dan heran, melihat kakaknya yang berjongkok seperti itu untuk kesekian kalinya. "Kak?," panggilnya dan Anta kemudian menoleh ke arah Rara yang memanggilnya. Rara tiba-tiba saja tertawa geli. "Wajah kakak merah tuh!" Ujarnya sambil menunjuk ke arah wajahnya.

Ceklek

Tiba-tiba saja ada yang membuka pintu itu dan membuat Anta yang berada di balik pintu terdorong — tersungkur ke lantai. "Ngapain kamu di balik pintu gitu, Sena?," tanya Nala keheranan. Ya, ternyata dia lah yang membuka pintu itu. Anta langsung mengelap wajahnya pakai tangannya kemudian menatap tajam ke arah kakaknya itu.

"Bukan urusan kakak!" Dia pun langsung berdiri dan berjalan cepat ke arah kamarnya.

Nala mengernyit dahinya bingung. Sekilas dia menoleh ke bawah dan melihat Rara yang melihatnya dari tadi. "Apa?," tanyanya dan Rara menggeleng kepalanya pelan. 

"Nggak ada. Rara pamit ke kamar dulu ya." Setelah mengatakan itu, Rara membalikkan badannya dan berlari menuju kamarnya.

'Apa terjadi sesuatu ketika aku nggak ada di rumah ya? '

***

Semalaman itu, Anta terus memikirkannya. Kalimat itu masih terngiang-ngiang di pikirannya. Anta merasa ada yang aneh dengan dirinya belakangan ini, setelah dia berkenalan dengan Kala. Kala yang tersenyum manis hanya padanya saja, merasa kalau dirinya begitu istimewa baginya. Anta pun menyadari satu hal dalam dirinya....

Dia cemburu.

Dia merasakan itu ketika melihat Kala yang tersenyum pada Bunda Mary. Itu lah alasan kenapa Anta selalu memandanginya dari tadi di panti. Dia merasa sedikit cemburu. 'Katanya senyuman itu spesial untukku tapi — '

Anta tersadar dari lamunannya kemudian bangun dari rebahannya, masih dalam posisi terduduk. "Astaga, Sena! Apa yang kau pikirkan sih?! Gyaaaa ... !!" Teriaknya sambil memegang kepalanya dengan kedua tangannya, kemudian menggerakkan badannya kesana-kemari seperti orang linglung dan berteriak seperti orang kesurupan.

"Nggak boleh! Ini nggak boleh!!"

Beralih sekarang di mana Kala yang sedang berada di dalam mobilnya dan dia terlihat sedih dengan perkataan Anta tadi. Ya, dia sedang menggalau sembari menunggu lampu lalu lintas itu berubah menjadi hijau. Hal itu juga membuatnya semakin frustasi. Dia pun memutuskan untuk menghubungi Bastian dan langsung memasangkan earphone bluetooth ke telinga kirinya.

[ Yo, ada apa? ]

"Aku harus gimana nih, Bas?"

Kau ada masalah lagi ya? ]

"Iya"

Oke, ketemuan aja di cafe yang sering kita nongkrong itu ]

"Oke"

Setelah lampu lalu lintas berubah menjadi hijau, Kala langsung melajukan mobilnya itu menuju ke arah cafe yang sering dia kunjungi bersama dengan Bastian dan teman-temannya (Bastian). Sesampainya di tempat tujuan, semua mata tertuju ke arahnya ketika dia membuka pintu masuk cafe itu. Terdengar bisikan para cewek yang sedang nongkrong di sana dan tentunya Kala memilih untuk bersikap cuek saja. Dia berjalan pelan sembari memperhatikan sekitarnya dan mencari di mana Bastian duduk sambil menunggunya.

"Sini, Kala! Sini!," panggil Bastian dari kejauhan. Dia duduk di pojokan dekat dengan dinding kaca yang menampilkan pemandangan luar cafe. Kala pun langsung menghampirinya dan langsung duduk di hadapannya.

"Kau sudah pesan minum atau makan?"

"Belum"

"Ya udah, kau pesen sana ke kasir sekalian traktir aku hehe ... ," ujar Bastian tersenyum nyengir padanya. Kala menatap datar padanya dan menghela napas berat. 

𝑼𝒏𝒇𝒐𝒓𝒆𝒔𝒆𝒆𝒏 𝑻𝒊𝒆𝒔 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang