Chapter 33 : Answer

57 9 0
                                        

Anta melirik ke bawah dan melihat tangannya yang masih dipegang oleh Kala. "Hei, sampai kapan kau masih pegang tanganku?" Kala pun langsung melirik ke bawah juga kemudian dia menoleh ke hadapannya lagi.

Dia tersenyum nyengir pada Anta. "Ya, nggak apa kan?"

"Hmm itu..."

Tiba-tiba saja Kala menyenderkan kepalanya ke bahu Anta dan membuat Anta tersentak. "Ka-kala!"

"Sebentar aja, please...."

Dia memejamkan matanya sembari tangannya masih memegang tangan Anta sedangkan Anta sendiri — jantungnya berdetak tidak karuan. Dia ingin menyuruh Kala untuk tidak bersandar di bahunya, tapi — dia juga tidak tega untuk melakukan itu. Dia melirik ke arah Kala yang masih memejamkan matanya, terpancar wajah Kala yang begitu tampan di matanya. Di dalam hatinya, dia bersyukur bisa dicintai oleh Kala. Baginya, Kala itu orangnya sempurna — tampan, badannya yang maskulin, pintar, kaya, banyak teman (dia tidak tahu kalau orang-orang yang dia jumpai bersama Kala itu bukan teman Kala yang sesungguhnya, tapi temannya Bastian), dan sifatnya baik hati (dia juga tidak tahu kalau Kala hanya bersifat baik padanya dan orang terdekatnya saja, kalau dengan yang lain — dia bisa bersikap dingin dan cuek).

Dia pun tersenyum kecil kemudian mengelus pelan kepala Kala yang sedang bersandar di bahunya. Kala yang merasakan elusan tangan itu, diam-diam tersenyum dan tentunya dia masih memejamkan matanya. Hembusan angin yang sepoi-sepoi terasa begitu menyejukkan, membuat dirinya merasakan kantuk yang muncul secara tiba-tiba. Pada akhirnya, perlahan dia tertidur di bahunya Anta.

"Kala?"

Kala tidak menyahutinya karena dia sudah tertidur lelap. Dia pun perlahan menurunkan tangannya dari atas kepalanya Kala ke pipinya. Dia menepuk pelan pipinya. "Hei, bangun...." Perlahan, Kala membuka matanya dan sedikit terkejut melihat wajah Anta yang begitu dekat dengannya. "Akhirnya bangun juga kau — ," tiba-tiba saja Kala mencium bibirnya biarpun itu sekali kecupan. Mata Anta membulat terkejut dan wajahnya perlahan memerah karena tersipu malu. Kala tersenyum manis sembari dirinya meraba pipi Anta dengan lembut. Dia pun ingin mencium bibir kecil itu lagi dan Anta tidak memberontak — dia justru memenjamkan matanya perlahan. Saat kedua bibir itu hampir saling menyentuh, tiba-tiba saja mereka dikejutkan dengan teriakan seseorang yang mereka ketahui. Mereka berdua pun menoleh ke arah sumber suara dan terlihat Hanna yang syok sedangkan Adit hanya melongo — tak bisa berkata apa.

"Dit, lepasin pegangannya"

"Eh? Kok — "

"Udah lakukan saja!," pinta Hanna dan Adit pun melepas pegangannya dari kursi roda milik Hanna.

Hanna menderek kursi rodanya — menghampiri mereka berdua sedangkan Adit mengekorinya dari belakang. Sesampai dirinya di hadapan mereka, Hanna melihat Anta yang menahan malunya sedangkan saat dia melihat ke arah Kala — dia bersikap tenang sekali, tidak merasa malu sedikit pun.

"Kala, kau tahu kan kalau — "

"Aku tahu ... tapi aku nggak bisa menahan nafsuku untuk menciumnya," ujarnya berterus terang dana Hanna terkejut mendengarnya.

"Ta-tapi kau harus bisa nahan nafsumu itu! Kalau anak-anak lihat itu, bagaimana?!," seru Hanna yang menahan malunya akibat syok sama kejadian tadi. Dia pun menghela napas berat. "Untung saja mereka berada di kamarnya dan belum waktunya untuk makan malam!," lanjutnya.

Adit menepuk bahu Hanna. "Hanna tenanglah...," tatapannya pun beralih ke arah Anta dan Kala. "Untuk kalian juga, kalau mau berciuman jangan di tempat ini dong!"

"Kala yang menciumku, Dit!," seru Anta protes sama Adit.

"Kau nggak suka kalau aku menciummu ya?," tanya Kala dengan wajah memelas.

𝑼𝒏𝒇𝒐𝒓𝒆𝒔𝒆𝒆𝒏 𝑻𝒊𝒆𝒔 [COMPLETED]Where stories live. Discover now