Chapter 22 : Talking Face - to - Face

133 15 0
                                        

𝘾𝙤𝙣𝙩𝙚𝙣𝙩 𝙒𝙖𝙧𝙣𝙞𝙣𝙜: 𝙎𝙚𝙣𝙨𝙞𝙩𝙞𝙫𝙚 𝘾𝙤𝙣𝙩𝙚𝙣𝙩, 𝙑𝙞𝙤𝙡𝙚𝙣𝙘𝙚 𝙖𝙣𝙙 𝙊𝙗𝙨𝙘𝙚𝙣𝙚

[Chapter ini mengandung konten yang sensitif. Mohon untuk bijak dalam hal membaca dan menanggapi cerita ini, sekian dan terimakasih]

===||===

Suasana yang begitu ramai terlihat di depan sekolahnya dan Anta hanya bisa melihat itu dari kejauhan, melihat dari sisi samping lorong sekolahnya. Dia masih berada di depan kelasnya bersama dengan Adit dan Maya. 

"Itu kenapa ramai sekali?," tanya Maya keheranan.

"Katanya sih saudaranya Mala datang," ujar Syifa yang tiba-tiba saja muncul di antara mereka dan membuat Maya sontak terkejut. 

"Astaga! Syifa! Jangan ngagetin dong!"

Anta mengernyit dahinya. 'Kalau saudara — pasti itu Kala!,' gumamnya.

"Kamu yakin itu saudaranya Mala, Syifa?," tanyanya untuk meyakinkan dirinya dan Syifa mengangguk pelan. 

"Iya, begitu kata anak-anak yang aku tanyakan tadi"

"Btw Syifa, kamu dari mana aja?"

"Tadi ngumpul bareng anggota klub mading, sebentar lagi kan ada perlombaan," jawabnya.

"Di semester ini, kita disibukkan dengan lomba ya ...," ujar Anta keheranan. Mereka berempat pun langsung serempak mengangguk dan menghela napas berat.

"Ya, semangat deh untuk kita!," seru Maya menyemangati mereka termasuk dirinya juga. Anta hanya bisa tersenyum tipis. Tadi saat istirahat kedua, dia dipanggil ke ruang guru oleh guru matematika-nya yaitu Pak Ethan dan dia diminta untuk ikut olimpiade matematika mewakili sekolahnya bersama dengan kakak kelasnya.

"Gimana, Anta? Apa kamu bisa ikut?," tanya Pak Ethan padanya. 

Anta terdiam sejenak. Sebenarnya dia belum berani untuk mengikuti olimpiade lagi, karena psikiaternya menyuruhnya untuk tidak melakukan hal-hal yang membuat dirinya stress dulu. Tapi jika dia tolak, apakah beasiswanya akan dicabut? Dia ingin menanyakan hal itu, namun dia tidak memiliki keberanian untuk menanyakannya langsung pada guru yang di hadapannya saat ini.

"Hmm ... pak, apa boleh saya memikirkannya terlebih dahulu?"

"Baiklah, saya tunggu jawabanmu ya"

"Teman-teman, aku pulang duluan ya." Ujar Anta melambaikan tangannya ke arah mereka. Adit merespon dengan lambaian tangannya begitupun juga dengan Maya dan Syifa. Tiba-tiba saja ada yang memanggilnya dan Anta spontan berhenti, kemudian menengok ke arah orang yang memanggilnya itu. Orang itu adalah Tania, kakak kelasnya dan Anta pun teringat kembali mengenai pembicaraan di depan ruang BK dengan kakak kelasnya itu. 

"Akhirnya ketemu juga! Tadi saat istirahat kedua, kamu di mana?," tanyanya setelah berada di hadapan Anta.

"Ah ... itu saya di ruang guru," Jawab Anta sambil menggaruk tengkuknya.

"Ohh gitu ... hmm kau nggak lupa kan sama percakapan kita tadi?"

Anta langsung mengangguk cepat. "Baiklah, aku mau bicara dulu sama kamu, setelah itu baru aku ijinkan kau pulang"

Anta pun menghela napas pelan dan mengiyakannya. Tania mengajaknya untuk berbicara di halaman belakang sekolah, tapi Anta memintanya untuk berbicara di tempat dia berdiri sekarang. "Kalau di sini, takutnya ada yang dengar," ujar Tania meyakinkan Anta untuk ikut dengannya. Anta dengan berat hati pun memilih untuk mengalah, lebih tepatnya dia penasaran dengan apa yang ingin dikatakan oleh kakak kelasnya itu.

𝑼𝒏𝒇𝒐𝒓𝒆𝒔𝒆𝒆𝒏 𝑻𝒊𝒆𝒔 [COMPLETED]Where stories live. Discover now