Chapter 15 : Decision

170 18 0
                                        

𝘾𝙤𝙣𝙩𝙚𝙣𝙩 𝙒𝙖𝙧𝙣𝙞𝙣𝙜: 𝙑𝙞𝙤𝙡𝙚𝙣𝙘𝙚, 𝙈𝙚𝙣𝙩𝙖𝙡 𝙄𝙡𝙡𝙣𝙚𝙨𝙨 𝙖𝙣𝙙 𝘼𝙗𝙪𝙨𝙞𝙫𝙚 𝙎𝙥𝙚𝙚𝙘𝙝

[Konten pada chapter ini ada sedikit unsur kekerasan, perkataan kasar, dan kesehatan mental. Mohon untuk bijak dalam hal membaca dan menanggapi cerita ini, sekian dan terimakasih]

===||===

Sesampai mereka di rumah Anta, mereka terkejut ketika melihat adanya keributan di depan rumah. Anta langsung turun dari motor dan berlari masuk melewati pintu gerbang yang sudah terbuka. Dia berlari secepat kilat menuju ke halaman rumahnya dan melihat tiga orang asing yang dia ketahui adalah para rentenir, ibunya, Rara, serta kakaknya juga berada di sana. Para rentenir itu sedang menarik Rara untuk ikut dengan mereka dan ibunya sedang memohon-mohon pada mereka agar tidak membawa Rara. Kakaknya justru diam saja dan memilih untuk tidak ikut campur dengan urusan itu.

"Hentikan!"

Semua menoleh ke arahnya. Anta segera menghampiri mereka dan menarik Rara ke pelukannya. "Kalian mau bawa ke mana adikku?!"

Anta menatap tajam ke arah kakaknya. "Dan kau juga kak! Kenapa diam aja?! Rara ini adik kita!"

"Dia bukan adikku!"

"Serahkan anak itu sekarang!" 

"Nggak!," tolaknya dan dia bisa merasakan pelukan Rara padanya begitu erat sambil menangis.

"Pak, saya mohon. Saya akan lunasi utang saya, tapi jangan bawa Rara pergi — saya mohon ...." Lirih wanita itu sambil menangis, meneteskan air mata.

Kala berjalan masuk ke dalam halaman rumah dan dia tidak sengaja melihat pemandangan itu. Dia merasa iba dan segera menghampiri Anta. Dia berjalan mendekati Anta dan Rara pun menoleh ke arahnya. Ketika Kala sudah berada di samping Anta, Rara langsung memeluk Kala. "Kak Kala, Rara takut ....!" Ujar Rara menangis tersedu-sedu. 

Kala langsung mendekap dan mengelus kepalanya. Dia menatap tajam ke arah mereka. "Kenapa kalian begitu kasar sama anak kecil?!"

"Bukan urusanmu! Serahkan anak itu sekarang!," ancam salah satu dari mereka. Salah satu dari mereka juga menarik tangan Rara. Rara pun menjerit kesakitan dan Anta yang tidak bisa menahan emosinya itu, langsung menarik orang itu kemudian memukulnya hingga terjatuh ke tanah.

"UDAH KU BILANG JANGAN SENTUH ADIKKU! S*ALAN!!"

Kala terkejut dengan amarah Anta tadi dan juga melihat Anta yang menatap tajam ke arah para rentenir itu.

"KAU JANGAN SONGONG DEK! INGAT!! IBUMU ITU MASIH PUNYA UTANG! GAJI JADI PSK SAJA NGGAK CUKUP!!"

"Utang?," tanya Kala tiba-tiba ke arah para rentenir itu. 

"Iya, utangnya banyak sekali loh! 100 juta ... !!"

Alih-alih rentenir itu ingin membuat Kala terkejut, Kala justru tertawa geli ketika rentenir itu menyebutkan nominal utang ibunya Anta.

"KENAPA KAU KETAWA HAH?!!"

"100 juta itu nggak banyak buatku ...."

Mereka yang berada di sana pun melongo ketika Kala berkata seperti itu. "Aku akan bayar utangnya," lanjutnya dengan tersenyum licik.

"Jangan bohong loh dek!!"

"Nggak bohong kok. Berapa nomor rekening kalian?"

Rentenir itu langsung menyebut nomor rekeningnya dan Kala mencatat nomor tersebut di ponselnya. "Anta, kau rekam ya — sebagai tanda bukti," pintanya.

𝑼𝒏𝒇𝒐𝒓𝒆𝒔𝒆𝒆𝒏 𝑻𝒊𝒆𝒔 [COMPLETED]Место, где живут истории. Откройте их для себя