EMPAT

34.2K 2K 196
                                    

Jangan lupa vote dan ramein terus ya bestieh jangan siders

Semoga selalu suka sama cerita Dia Matahari ini

Happy reading❤️🦋

"Seharusnya kita tidak perlu resah dengan masa depan kita sendiri. Rencana Tuhan itu jauh lebih indah dari pada rencana kita sendiri." — Dia Matahari

Sudah dua bulan mereka telah saling mengenal satu sama lain. Sering kali Dewa dan Matahari asyik bermain berdua tanpa mengajak teman-teman yang lain. Maksudnya, bukankah mereka juga tidak pernah mengajak keduanya untuk bermain? Walaupun sebenarnya Matahari masih ada sedikit rasa iba, ingin mengajak teman-teman yang lainnya untuk bermain. Namun Dewa selalu menolak. Ia hanya ingin bermain berdua.

Dalam semingguan ini nilai Dewa semakin hari semakin menurun. Tugas yang selalu diberi oleh gurunya Dewa selalu mendapatkan nilai tujuh. Sedangkan Matahari; Teman sebangkunya makin meningkat. Dengan mendapatkan nilai sembilan. Hal itu membuat Dewa menjadi takut untuk menunjukkan ke Kakeknya.

Ini bukan karna Dewa keseringan main. Bahkan dia main pun jarang. Mungkin hampir tidak pernah? Dewa kecapekan. Karna hari-harinya dipenuhi oleh kata belajar, belajar dan belajar.

Bersyukur Dewa dipertemukan oleh Matahari. Jadi ia bisa merasakan bermain dengan seorang teman.

"Kamu hebat, dapat nilai sembilan." ucap cowok itu. Merasa iri namun bangga kepada teman sebangkunya.

"Kamu juga hebat kok. Nilai tujuh itu udah bagus loh,"

"Yauda, keluar yuk? Mama sama Papa aku juga kayaknya udah jemput." Tidak ada jawaban dari Matahari. Perempuan itu tampak bingung seolah sedang mencari siapa yang akan menjemput dirinya. "Kamu kenapa?"

"Gak pa-pa kok. Eum, kamu duluan aja deh. Kayaknya aku belum dijemput."

Dewa menatap Matahari. Sedetik kemudian sebuah ide muncul dibenaknya. "Kenapa kamu enggak bareng aku aja?"

Matahari langsung menggeleng dengan cepat. "Kita kan beda arah. Aku enggak mau ngerepotin orang."

"Kan ini aku yang mau. Kecuali kamu yang minta. Ayo!"

"Enggak pangeran. Kamu aja duluan sana aku disini."

"Ih, susah banget diajaknya! Tunggu sini deh ya?" Dewa berjalan keluar kelas untuk menemui kedua orang tuanya. Tak butuh waktu lama, Dewa dan kedua orang tuanya pun datang memasuki kelas keduanya.

Matahari sempat terkejut dan bingung, ketika kedua orang tuanya Dewa masuk.

"Ma, Pa, temen Dewa belum dijemput. Tapi Dewa ajak dia malah nolak. Padahal nolak orang itu enggak baik kan, ya?" Riana maupun Kenneth terkekeh geli. Yang membuat keduanya bersyukur memiliki anak seperti Dewa, dia selalu nurut dan selalu menerapi kata-kata yang selalu ia berikan ke Dewa.

Riana hanya mengangguk sebagai jawaban dengan mengulas senyum ke arah mereka.

Dewa menoleh ke Matahari. "Tuh! Enggak baik tahu! Ayo deh, lagian disini ngapain coba? Mending pulang bareng sama aku. Mama, Papa aku aja bolehin kok." Dewa tetap memaksa membuat Matahari tak bisa menjawab. Hanya diam dengan menatap ke arah kedua orang tuanya Dewa.

Riana menghampiri Matahari. Ia sedikit membungkuk. "Apa yang di bilang Dewa benar sayang. Ikut kita aja. Dari pada kamu disini sendirian nunggu yang jemput." Riana berkata cukup lembut ke Matahari.

DIA MATAHARI [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now