DUA PULUH EMPAT

23.4K 1.4K 327
                                    

Anyway terima kasih yang udah baca cerita ini dan kasih vote juga, semoga kalian selalu suka sama cerita Dia Matahari ya😻

Follow dulu buat tau kapan aku update, jangan lupa👊🏻

Ramein terus ya!

Happy reading🦋

"Oh shit! I lost to the girl with those beautiful eyes." — Dewangga Putra Alvarez

Cewek itu masih menampilkan wajah cengo pada Dewa. Ia seakan masih bingung sama pertanyaan yang Dewa beri padanya. Perihal luka di kakinya. Memang benar adanya luka di bagian kakinya dulu sewaktu masih kecil. Itu pun karna Dewa yang menjahili dirinya terus berakhir dirinya kesandung karna niat ingin mengejarnya. Dan sewaktu itu juga Dewa bertanggung jawab dengan mengobati luka di kakinya.

Ia pun meremas rok sekolahnya membuat Dewa hanya memperhatikan gelagat cewek itu.

"Kenapa?" Matanya menatap ke Dewa saat suara berat itu terdengar jelas dari telinganya.

Matahari menggeleng kecil.

Tas yang masih ada di pundaknya ia lepas. Gelang yang ia jadikan sebagai gantungannya pun ia lepas juga lalu memperlihatkan pada gadis itu.

"Ini gelang yang lo maksud bukan?" Matahari menoleh ke gelang yang ada di tangan cowok itu.

"Kamu ... inget?"

"Selama ini emang gue inget. Gue nggak pernah lupa."

"Tapi kamu sendiri yang bilang kalo kamu gak inget."

"Itu di mulut gue doang. Kenyataannya gue inget. Gue inget semuanya. Luka lo. Pertama kali gue ketemu lo pas kena bola. Lo nggak diajak main bareng sama temen lo dulu. Lo yang pulang bareng sama gue dan orang tua gue. Tempat yang pertama kali ketemu, gue sering kesitu. Masih sama. Nggak ada bedanya sama yang dulu." Dewa memang sering ke Taman. Tempat mereka dulu bertemu. Dan tempat jatuhnya Matahari saat Dewa menjahili gadis itu. Tempat itu penuh kenangan makanya Dewa sering kali mampir ke sana. Kalau lagi bosan atau pada saat pulang sekolah di sore hari.

"Gue nggak bener-bener lupa. Makanya gue pernah nanya sama lo pas di rumah gue. Gimana kalo temen kecil lo ini ternyata dia cuman pura-pura?" Matahari ingat itu. Dewa pernah bertanya padanya seperti itu. Ia pikir itu hanya sekedar bertanya bukan ada maksud tujuan tersebut.

"Tapi kenapa? Kenapa kamu pura-pura lupa? Disaat semua orang mikirnya aku deketin kamu."

"Disaat semua orang bilang aku suka caper ke kamu. Padahal aku sama kamu udah kenal dari kecil. Aku cuman mau bikin kamu inget sama aku. Tapi kamu malah kasar."

"Sekarang kamu baru bilang itu semua ke aku." Matahari menunduk membuat Dewa makin merasa bersalah. Memang benar disaat semua orang sudah banyak yang menghujat Matahari namun disitulah Dewa baru bilang ke Matahari. Tapi mana tahu juga kalau akhirnya akan seperti ini.

"Gue ada alesan."

"Apa?" Matahari menoleh.

"Lo nggak perlu tau." Matahari manggut-manggut ia tidak ingin memaksa Dewa untuk beri tahu alesan ke dirinya.

"Maaf Matahari." Mendengar kata maaf yang Dewa ucapkan itu membuat hati Matahari tersentuh.

"Aku seneng kamu inget. Di satu sisi juga aku takut,"

"Takut kenapa?"

"Takut kejadian tadi ke ulang lagi. Mungkin bisa jadi lebih parah?" Sebab itu juga Matahari sedikit menghindar tadi dari Dewa karna tidak ingin berurusan dengan Elsa lagi.

DIA MATAHARI [SUDAH TERBIT]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum