°4°

357 66 2
                                    

.
.
.
.
.

'Ibu yang di surga. '

Midoriya merapatkan kedua tangannya dalam posisi berdoa.

'Terima kasih untuk segala kemandirian yang Ibu ajarkan untukku. Aku berhasil hidup hingga saat ini berkat semua kemampuan itu.'

'Maaf jika anakmu ini mungkin tidak sempurna. Maaf jika selama ini aku mengecewakanmu. Maaf karena aku terpaksa menerima pekerjaan menjadi penipu seperti ini. '

'Tapi terlepas dari semua hal itu.... '

'...aku sungguh sangat minta maaf karena dalam waktu dekat aku akan menemui sosok yang akan menjadi penjagalku di masa depan. '

Midoriya membuka matanya. Setelah sejak tadi dia berdoa atau lebih tepatnya bicara dalam hati pada ibunya yang telah tiada, akhirnya dia bergumam pelan.

"Kumohon doakan aku berumur sepanjang mungkin. Kuharap aku tidak akan langsung tewas begitu bertemu dengan dia nanti. "

Midoriya tidak bercanda. Dia benar-benar berharap takdirnya tidak akan berakhir terlalu cepat.

Berita soal kedatangan putra mahkota yang Koshi beritahukan tadi membuat kecemasan Midoriya naik berlipat ganda. Setelah tak bisa melarikan diri dan hidup di kediaman timur selama tiga hari, dia tiba-tiba kedatangan tamu super penting.

Putra Mahkota, calon Kaisar selanjutnya, yang bersamaan dengan itu juga merupakan calon suaminya sendiri.

Karena posisinya sebagai penipu, kabar itu membuatnya sakit kepala. Dia merasakan tekanan batin yang paling besar seumur hidupnya.

"Nona. " suara kepala pelayan terdengar. Hampir membuat Midoriya melonjak terkejut. "Makan malam sudah siap, silakan datang ke ruang makan. "

"Aku akan ke sana. "

Mau berangkat atau tidak, Midoriya yakin cepat atau lambat dia akan tetap bertemu dengan putra mahkota. Jadi daripada berpura-pura tidak enak badan, dia meneguhkan hatinya untuk pergi.

Menyambar penutup wajahnya, Midoriya bersiap dan merapikan penampilannya sejenak sebelum keluar pergi dari ruangannya.

.
.
.

Ruang makan yang kepala pelayan sebutkan tadi berada tak jauh dari ruangannya. Tempat itu cukup luas, bisa menampung sekitar lima belas orang sekaligus. Tapi selama tiga hari ini, saat sarapan, makan siang dan makan malam, selalu hanya ada empat orang di dalamnya. Dirinya, kepala pelayan, dan juga dua pelayan yang menjadi asisten kepala pelayan.

Midoriya biasa melihat meja makannya ada di tengah ruangan, dengan tiga meja makan di belakangnya. Tapi kali ini terlihat berbeda.

Meja makannya tidak sendirian di tengah. Dia berhadapan dengan sebuah meja makan lain. Jelas itu nantinya adalah milik putra mahkota. Kemudian masing-masing di belakang mejanya dan meja putra mahkota, ada sebuah meja lagi.

Meja di belakang miliknya kemungkinan akan ditempati oleh kepala pelayan yang selama ini mengurusnya di kediaman timur, sedangkan dia tidak yakin soal meja di belakang milik putra mahkota. Tebakannya meja itu milik Koshi, tapi entahlah.

Menempatkan diri di atas bantal duduknya, Midoriya melihat jika kepala pelayan tak langsung menghidangkan makanannya seperti biasa. Acara makan malam kali ini akan dimulai begitu putra mahkota datang.

Duduk sendirian di ruang makan yang luas dan sepi, Midoriya sibuk mencoba menenangkan dirinya yang gugup sejak memasuki ruangan.

Sekitar lima menit kemudian, para pelayan mulai bersiap di pintu masuk. Jantung Midoriya seketika berdegup lebih kencang, kecemasannya memuncak. Putra mahkota telah tiba.

Fake Bride - BNHA Fanfict (Completed)Where stories live. Discover now