°23°

233 52 1
                                    

.
.
.
.
.

Midoriya mendekam di balik selimutnya. Matanya terpejam, tapi dia belum tidur. Pikirannya tengah dalam fase ribut yang membuat isi kepalanya terasa sangat ramai.

"Berhenti bicara soal pria itu." Ujar Bakugou dengan tatapan manik crimson yang tajam padanya.

"Dia marah..." pikir Midoriya dari balik selimut. "Yang Mulia pasti tidak suka aku cerewet soal seseorang... Kurasa itu karena dia sudah biasa bekerja sendiri dengan tenang, jadi aku mengganggunya..."

Dia masih belum yakin apa memang itu alasan sebenarnya karena Bakugou tidak mengatakan apa-apa lagi setelahnya, tapi...

"Itu sangat menyeramkan..." Midoriya mengubur wajah ke dalam telapak tangannya. "Sudah lama aku cukup nyaman berada satu ruangan dengannya sehingga aku lupa dia bisa seseram itu..."

Tatapan manik crimson itu masih melekat erat di ingatannya. Saat itu Midoriya seketika membeku di mejanya dan menelan ludah sebelum kemudian mengangguk pelan. Setelah itu keadaan jadi sangat hening dan kaku. Midoriya bahkan hampir tak berani menatap Bakugou saat berpamitan pulang ke timur.

Dia hampir lupa jika Bakugou adalah sosok tertinggi di negara. Calon kaisar yang dengan bengis bisa membunuhnya kapan saja. Midoriya berpikir dirinya sudah terlalu terbawa arus.

"Ingatlah jika dirimu masihlah seorang penipu..." bisiknya untuk dirinya sendiri. "Kau harus siap dengan segala yang akan terjadi jika semuanya terbongkar nanti..."

Akhirnya setelah semalaman berhasil memaksa diri untuk tidur meski pikirannya kacau, Midoriya kembali menjalani hari sibuk di kediaman utama seperti biasa.

Dia bertemu Bakugou saat datang, tapi hanya sempat menyapa singkat karena pria itu harus segera pergi. Entah Bakugou masih marah atau tidak, wajahnya yang tegas dan datar sulit untuk dia tebak.

Kirishima baru menyadari vas baru yang menghiasi sudut ruangan. "Oh, pemandangan baru. Bagus juga."

"Itu vas pemberian Todoro-" Midoriya terhenti di tengah kalimatnya, menutup mulut seperti dia baru saja keceplosan.

Kirishima mengernyit heran. "Kenapa?"

"Kemarin aku membuat Yang Mulia kesal karena terus bicara soal orang lain. Jadi aku berusaha untuk tidak membahas hal seperti itu di ruangan ini..."

Seketika Kirishima sadar jika Midoriya tidak menyadari yang sebenarnya. Namun soal Bakugou yang marah mungkin memang terjadi, dia bisa membayangkannya.

"Itu pertamakalinya dia merasakan cemburu, tapi kurasa dia akan perlu untuk mengontrol emosinya lebih baik." Pikirnya.

Beberapa hari kemudian, Midoriya kembali tengah dalam kondisi yang kurang sehat. Tapi dia masih bisa beraktivitas dan pergi ke pusat tanpa masalah. Dia hanya akan sedikit mengurangi jadwalnya saja.

Hari itu organisasi Midoriya mengadakan perkumpulan yang mengundang banyak pejabat di luar istana. Dia perlu banyak bantuan untuk masalah yang sudah menyebar terlalu luas sehingga dia memanggil sebanyak mungkin perwakilan rakyat yang ada.

Rapat berlangsung cukup panjang dan melelahkan karena Midoriya hampir berbicara penuh selama perkumpulan. Namun dia menyelesaikannya dengan baik hingga akhir, meski suaranya dibuat hampir habis.

"Midoriya-sama." Todoroki yang datang sebagai perwakilan ayahnya, menyapa usai rapat dan seluruh pejabat lain sudah pergi dari ruangan.

"Ah, Todoroki-san. Terima kasih sudah datang hari ini." Sapa balik Midoriya dengan suaranya yang agak serak.

Fake Bride - BNHA Fanfict (Completed)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin