°12°

335 65 4
                                    

.
.
.
.
.

"Hei Nona. Kau terlihat kelelahan." Tiba-tiba saja seseorang merangkul pundaknya. Midoriya memandang terkejut pada sosok pria yang menempel padanya itu.

"Mau istirahat? Kutraktir minum." Ajak pria itu dengan senyum usilnya.

"Maaf Tuan. Saya sedang dalam perjalanan pulang." Midoriya mencoba melepaskan diri, tapi pria itu menahan pundaknya.

"Kau membawa banyak barang, ayo duduk dulu."

"Maaf, tidak perlu. Saya baik-baik saja."

"Jangan malu-malu. Ayo." Pria itu mencoba menariknya menuju sebuah kedai malam.

Midoriya yang tubuhnya lebih kecil otomatis tertarik, dia mencoba menolak tapi tidak berpengaruh.

"Tuan, tolong lepaskan saya."

"Ayolah Nona. Hanya sebentar."

Gawat, Midoriya tahu jelas hal itu tidak akan berakhir baik. Dia kembali mencoba melepaskan diri. Namun karena usahanya untuk menolak, pria itu jadi kesal dan mulai menariknya dengan kasar.

Grep!

Tarikan pria itu terhenti saat seseorang menahan tangannya. Dengan kesal, pria itu melotot pada si pengganggu. "Hei, jangan ikut campur–"

"Lepaskan dia."

Midoriya langsung mengenali suara itu. Kalau dilihat lagi, dia juga mengenali pakaian dari tangan yang terulur menahan pria itu. Karena sudah mulai gelap dia tak langsung menyadarinya tadi.

"Memangnya siapa kau, hah?"

Bakugou dengan diam menunjukkan sarung pedang yang dia pakai di sabuk bajunya. Banyak rakyat biasa yang juga membawa pedang dengan izin, tapi begitu melihat simbol yang terukir di sarung pedang itu, pria itu segera ketakutan.

Dengan manik merahnya yang berkilat kesal, Bakugou membuat intimidasinya semakin kuat. Dengan kaku, pria itu pun melepaskan Midoriya dan lari terbirit-birit.

Midoriya menghela napas penuh kelegaan, dia berbalik menghadap Bakugou yang masih melihat ke arah pria tadi pergi dengan kesal.

"Terima kasih banyak." Ujarnya seraya membungkuk berterima kasih.

Bakugou melihat pada Midoriya. "Dia melakukan sesuatu tadi?"

"Hanya mencoba menarik saya masuk ke kedai sana. Selain itu, saya baik-baik saja."

Midoriya mencoba tersenyum, tapi Bakugou bisa melihat jika gadis itu gemetar tipis. Dia menghela napas, mengamit tangan Midoriya ke dalam genggamannya.

"Jalanan memang selalu ramai di saat seperti ini. Tetap dekat denganku."

Midoriya tidak bisa merespon lebih dari anggukan kecil karena dia langsung merasa wajahnya merona saat Bakugou menggenggam tangannya. Dia pun kini berjalan di samping pria itu, mencoba menyamai langkah agar tak tertinggal.

"Ano... apa pria tadi mengenali wajah Yang Mulia?" Tanya Midoriya untuk mencoba mengusir kecanggungan, meski wajahnya sudah hampir mirip kepiting rebus.

"Dengan penyamaran ini dia tidak akan mengenaliku." Bakugou menunjukkan sedikit pangkal pedangnya di sabuknya. "Simbol yang terukir di sini diketahui siapapun sebagai pedang anggota istana."

Ah jadi begitu. Pria tadi pasti mengira Bakugou adalah semacam prajurit atau letnan yang menyamar sehingga langsung melarikan diri.

Tak bisa menemukan topik lain, Midoriya terpaksa hanya diam berjalan. Tapi Midoriya lega setidaknya dia merasa aman dengan sosok Bakugou yang bersamanya. Seolah tidak akan terjadi apapun yang buruk padanya karena perlindungan dari sosoknya yang tegap dan kokoh. Tak lama kemudian perjalanan mereka berakhir setelah tiba di gerbang belakang istana.

Fake Bride - BNHA Fanfict (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang