°35°

281 42 6
                                    

.
.
.
.
.

Midoriya senang ada di panti asuhan yang dulu selalu dia kunjungi tiap harinya. Namun sebenarnya dia agak kewalahan karena lama tidak kerubungi anak-anak. Meski begitu dia tetap tersenyum dan menerima ajakan mereka untuk bermain dengan penjaga panti lain.

"Kapan kau tiba di sini?" Tanya Uraraka yang ikut menemani bermain.

"Pagi tadi."

"Apa? Kau baru saja turun dari kapal pagi tadi?"

Midoriya mengangguk, menerima bunga yang dipetik oleh salah satu anak. Tersenyum lebar dan berterima kasih.

"Duh, seharusnya kau istirahat dulu di rumah." Ujar Mina. "Kau tahu anak-anak tak diam kalau kau datang."

"Haha, tidak masalah. Aku merindukan tempat ini."

"Aww, aku juga merindukanmu." Mina memeluk Midoriya erat.

"Bagaimana dengan pekerjaanmu?" Tanya Kaminari. "Apa kontrakmu sudah selesai atau kau sedang berlibur?"

Midoriya terdiam sejenak, memikirkan jawabannya. Dia tersenyum. "Ya, aku sudah selesai bekerja. Tapi aku tak akan lama di sini, aku sudah ada pekerjaan lain di sana." Astaga, dia serasa ingin menggigit lidahnya sendiri untuk mengatakan itu.

Namun dia perlu alasan jika suatu saat dia akan kembali ke istana untuk menerima hukumannya. Juga, dia tak bisa mengatakan kebenarannya pada teman-temannya itu.

Uraraka terlihat sedih, tapi dia mengerti dan senang jika Midoriya sudah memiliki pekerjaan lain. "Berapa lama kau akan di sini?"

"Hm, mungkin beberapa minggu." Dia hanya asal berucap saja.

Percakapan berlangsung panjang dan banyak berubah topik seperti kebiasaan mereka sejak dulu. Saat mulai sore Midoriya memilih untuk pulang. Perjalanan di kapal membuat dia lelah dan ingin beristirahat.

Berpamitan dengan anak-anak dan ketiga temannya, Midoriya mengenakan tudung jubahnya dalam perjalanan. Dia sudah di tempat asal dan masih menutupi diri? Alasannya hanya satu, dia tidak mau warga desa tahu dia sudah kembali.

Midoriya hanya berniat menampakkan diri di depan panti, tidak dengan penduduk desa. Untungnya, rumah kecilnya cukup jauh dari rumah-rumah di desa. Itu akan membantunya untuk bersembunyi. Tidak banyak juga orang yang lewat di sekitar rumahnya ada ada sedikit di dalam hutan. Dia juga sudah mengatakan pada orang panti untuk tak memberitakan kepulangannya karena dia hanya sekedar mampir saja.

Masih agak jauh dari tujuan, Midoriya sudah bisa melihat bangunan kecil yang masih berdiri kokoh. Dia mempercepat langkahnya dan tiba di depan rumahnya.

Dia tersenyum lebar. Sebuah perasaan yang amat rindu dan kelegaan besar muncul di hatinya. Meski itu jelas tidak ada apa-apanya dibanding istana, namun 'rumahku, istanaku.'

"Ibu, aku pulang."

Dia bergegas masuk sebelum malam tiba. Melepas kerinduan dengan berkeliling rumah yang sudah dia tempati sejak lahir itu, membereskan beberapa hal sebelum akhirnya pergi tidur.

.
.
.
.
.

Beberapa hari ke depan Midoriya sering mengunjungi panti asuhan. Namun dia juga berkeliling kota untuk bekerja dengan upah harian yang akan cukup untuk membantunya hidup selama dia ada di kota asalnya itu.

Dia dulu sudah sering mencari kerja harian di pasar kota, jadi mendadak kembali dan meminta pekerjaan bukanlah hal yang sulit karena para pedagang telah mengenalinya.

Hari ini dia membantu di toko roti milik wanita paruh baya bernama Tori.

Berangkat pagi-pagi sekali, Midoriya sudah membereskan toko sebelum Tori tiba. Dia bebersih baik bagian dalam atau halaman luar. Lantai, meja, kursi, kaca, semuanya.

Fake Bride - BNHA Fanfict (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang