°1°

615 67 0
                                    

.
.
.
.
.

Pada suatu sore yang dihiasi oleh langit berwarna kemerahan tanda akan segera datangnya mentari terbenam, seorang prajurit memecah ketenangan sebuah desa.

Kakinya berlari tergesa menuju gerbang desa dan dia terjatuh ketika tersandung sebuah batu yang berada di jalurnya. Penjaga gerbang luar segera menghampiri dan menolongnya. Namun menyadari siapa sosok prajurit itu, si penjaga terkejut.

"Bu, bukankah kau adalah salah satu prajurit yang ikut dalam peperangan besar yang tengah berlangsung? Apa yang terjadi?!"

Sang prajurit berdiri dengan bertumpu pada si penjaga, nafasnya berantakan.

"Pe, perang... sudah usai... " ujarnya disela sulitnya mengatur nafas.

"Apa?!" si penjaga melebarkan maniknya tak percaya. "Apa kau datang sebagai satu-satunya prajurit yang selamat? "

Prajurit itu menggeleng. "Kita... menang... "

Hal itu kembali mengejutkan penjaga. "Aku akan segera membuka gerbang dan memberitahu–" ucapannya terhenti ketika prajurit mencengkeram bajunya. "A, ada apa?"

Manik hitam sang prajurit memandang tanah padat yang dia pijak. Buliran keringat jatuh dari dagunya. "Kaisar... tewas dalam peperangan. "

.
.
.
.
.

Seorang pelayan pria berjalan menyusuri lorong istana dengan cepat dan hati-hati. Melewati pelayan lain yang tengah sibuk mengurus banyak hal di istana, dia tiba di depan sebuah pintu ruangan.

Dengan sopan dia berdiri di depan pintu itu. "Yang Mulia, hamba datang menghadap. "

Tak lama kemudian terdengar sebuah balasan dari balik pintu. "Katakan maksud kedatanganmu. " ujarnya dengan nada yang nampak terganggu.

Sang pelayan sedikit menunduk. "Saya membawa sebuah kabar."

"Masuklah. "

Pelayan itu mengangguk, dengan hati-hati dia menggeser pintu ruang kerja sang putra mahkota tersebut. Dengan sedikit menunduk, dia berjalan dengan langkah kecil namun cepat. Kakinya berhenti satu meter di samping putra mahkota dan dia duduk berlutut.

"Terdapat dua kabar. " ujar pelayan itu. Putra mahkota di depannya hanya diam selagi terus sibuk menulis di dokumen negara yang tengah dia urus. Namun pelayan itu tahu itu adalah tanda dia boleh terus bicara.

"Pertama, perang telah usai, pihak kita berhasil menang. "

Sang putra mahkota tersenyum kecil, seperti dia telah menduga kabar itu akan segera datang. Yakin pada kekuatan tempur kerajaannya, dia sama sekali tak khawatir soal kekalahan.

"Lalu apa kabar satunya? "

Pelayan itu tidak langsung menjawab. Dia terdiam sejenak, namun dia segera membuka mulut sebelum putra mahkota akan memarahinya.

"Kabar kedua, kaisar tewas dalam peperangan. "

Kalimat itu membuat pergerakan pena bulu sang putra mahkota terhenti.

Dia kira akan mendengar kabar soal berapa banyaknya prajurit yang tewas dalam medan perang, dia sudah bersiap untuk mengatakan semua biaya dukacita pada setiap keluarga prajurit akan segera diurus, tapi yang dia dengar justru hal yang jauh berbeda.

Dia menoleh menatap pada si pelayan itu dengan raut yang sulit untuk dijelaskan. "Kuharap itu kabar yang sebenarnya setelah kau benar-benar memeriksa medan perang. " ujarnya dengan tajam.

Pelayan itu tak berani menatap wajah sang putra mahkota. "Awalnya seorang prajurit yang berhasil bertahan hidup kembali dengan kabar soal perang yang telah kita menangkan, namun dia kemudian mengatakan kondisi kaisar. Dia membawa topi zirah kaisar yang berlumuran darah. "

Fake Bride - BNHA Fanfict (Completed)Kde žijí příběhy. Začni objevovat