°32°

269 37 7
                                    

.
.
.
.
.

"Bagaimana penampilanku?"

Iida menatap lelah pada sosok tuannya itu. Pasalnya, itu sudah pertanyaan yang ke sepuluh kalinya sejak satu jam lalu. Terlebih, pertanyaan yang sama.

Dengan penuh kesabaran, pengawal itu tersenyum kecil. "Bagus."

Todoroki menatap pantulan dirinya di cermin dan mengernyit. "Benarkah? Tapi kelihatannya tidak terlalu cocok."

Baiklah. Sudah cukup.

"Dengan segala hormat, Todoroki Shouto-sama." Iida menghela napas. "Sudah sepuluh kali kau berganti baju dan sepuluh kali bertanya. Semuanya kujawab dengan bagus, tapi kau selalu merasa sebaliknya dan terus mencari baju lain. Apa gunanya bertanya padaku kalau begitu?"

Iida akhirnya kehilangan kesabarannya.

Todoroki yang diomeli malah terlihat santai saja dan masih mematut diri di depan cermin. "Hm, ya. Ini masih kurang. Aku akan coba yang lain."

Iida menghela napas panjang. Sabar, sabarlah Iida yang sabar, baik hati, suka menolong dan rajin menabung.

Todoroki pergi berganti ke pakaian lain.

"Baiklah, aku akan berhenti menjawab pertanyaan soal penampilanmu dan menghitung saja berapa kali kau ganti baju sampai akhirnya puas."

Iida akhirnya hanya duduk dan memperhatikan saja Todoroki sibuk ke sana kemari sendirian. Sekarang pria berambut dwi warna itu sedang mematut diri dengan pakaian ke dua belasnya.

"Sebenarnya kenapa kau begitu bersemangat soal penampilanmu? Biasanya kau tidak masalah mengenakan pakaian yang mana saja setiap harinya."

"Kau sudah tahu alasannya." Jawab Todoroki selagi masih sibuk memperhatikan pakaiannya.

"Ya, baiklah. Aku tahu kau ada janji dengan Midoriya untuk minum teh bersama." Ujar Iida. "Tapi kenapa kau serepot ini? Pakai saja yang biasa kau gunakan saat acara semiformal."

"Semuanya sudah pernah kupakai, membosankan."

Iida tahu itu bukan sifat Todoroki yang biasanya. "Jangan bilang kalau kau menganggap janji temu itu sebagai kencan."

"Yah, kurang lebih."

"Shouto." Panggil Iida. "Kau tahu Midoriya masih tunangan Bakugou-sama, kan?"

"Kau juga sudah tahu kalau itu bukan status resmi lagi, kan?"

"Secara hukum? Ya, memang. Tapi secara perasaan sebenarnya dari Midoriya dan Bakugou-sama sendiri? Kita belum tahu."

"Itu sama saja seperti tidak resmi." Todoroki cuek saja. "Anggap saja aku juga belum secara resmi mengencani Midoriya. Hanya sebatas perasaan pribadiku."

"Apa kau tidak takut? Hal ini hanya membuatmu semakin berharap. Aku sudah bilang bisa saja Midoriya tidak akan menaruh hati padamu, meski aku juga tidak tahu apa Midoriya benar-benar memiliki perasaan pada Bakugou-sama. Tapi belum ada jawaban pasti."

"Aku takut." Todoroki menatap cerminan dirinya. "Siapa yang tidak takut perasaannya bertepuk sebelah tangan?"

Iida menyadari raut Todoroki berubah.

"Aku juga tahu, seharusnya aku tidak boleh melakukan hal ini karena ada kemungkinan aku akan gagal. Tapi," Todoroki melihat pada kedua matanya yang berbeda warna. "beda masalahnya kalau Midoriya benar-benar seorang bangsawan yang menjadi tunangan Bakugou-sama."

"Kalau Midoriya tidak terpaksa berpura-pura, dan dia memang bangsawan yang sudah dijodohkan dengam Yang Mulia, aku tidak akan berani melakukan ini seberapapun aku mencintainya. Tapi dia seorang rakyat biasa, dan dia terlibat masalah. Aku sebisa mungkin akan membantunya, melindunginya, tapi aku tidak yakin akan kedepannya. Entah apa yang akan terjadi, semuanya diluar kendaliku, karena aku tidak tahu ada apa di masa depan."

Fake Bride - BNHA Fanfict (Completed)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz