Chapter 5 The Power of Gamis

534 170 182
                                    

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Gimana kabar kalian? Semoga sehat2 selalu ya❤

Btw part ini aku kasih Warning 17+, karena ada adegan kata-kata kasar. Selagi baca, ambil sisi positif dan buang negatifnya yah🥰🥰

Happy reading!!!

***

Sore itu, Rani terlihat lebih bersemangat. Bukan lain karena Umar akan meliput komunitasnya. Ya, Umar adalah kang berita alias seorang jurnalis atau wartawan. Umar akan meliput kegiatan komunitas Rani itu bersama anak-anak kampung di sekitar bantaran Kali Code.

Penampilan Rani juga terlihat sedikit berbeda. Entah kesambet dari mana, dia yang biasa mengenakan kemeja atau outer dan celana kulot, kini memakai gamis sebagai gantinya. Aura tangguh dan childishnya itu pun langsung kabur berganti aura kalem nan dewasa.

"Dik, kenalin dong." bisik Nisa, perempuan berjilbab hitam itu kepada Rani.

"Loe nemu spesies kayak gitu di mana, Ran?" bisik Kania, perempuan berjilbab maroon itu.

"Kalau gue sih udah kenalan waktu belio main ke LPM kampus kita. Hihi orangnya keren tau." celutuk Sarah.

Umar memang bukan pemilik wajah tampan atau menarik, ya biasa saja. Laki-laki itu juga tidak keren-keren amat, kata Rani sih buluk tapi manis. Mirip Adipati Dolken tapi versi lite banget. Pokoknya Umar punya karisma yang you know lah hingga perempuan-perempuan itu dibuat penasaran.

"Pokoknya kalian telat. Dia udah punya pacar." desis Rani membuat ketiga perempuan itu sontak menatapnya.

"Yahhhhh."

"Emang siapa pacarnya?" tanya Nisa mewakili rasa kepo perempuan-perempuan itu.

"Gue." Bisik Rani kemudian berlalu, menyambut anak-anak kampung yang mulai berdatangan.

"Seriusss?"

"Eh eh jangan ngaku-ngaku loe, Ran." pekik mereka menyusul Rani menyambut anak-anak kampung.

Anak-anak kampung sudah banyak berkumpul dan kegiatan pun dimulai. Namun di tengah kegiatan, tiba-tiba seorang anak laki-laki datang. Dengan setengah berlari itu, dia langsung menghambur kearah Rani.

"Kak... "

"Ada apa,Yusuf?" cemas Rani melihat wajah anak laki-laki itu begitu ketakutan.

Rani memegang kedua pundak Yusuf, mencoba menenangkannya.

"Yusuf mau bicara apa sama kakak?" tanya Rani.

"Kak... bantu ibu Kak." mohon Yusuf kepada Rani.

"Iya ibu kamu kenapa?"

"Ibu lagi dipukuli bapak di rumah... "

Teman-teman Rani pun tak kalah terkejut dengan kedatangan Yusuf. Selama bergabung dengan komunitas, mereka tahu kalo anak laki-laki yang duduk di bangku kelas 4 SD itu memang paling dekat dengan Rani.

"Ada apa, Ran?" tanya Dimas, ketua komunitas itu mendekat, penasaran melihat Yusuf yang datang dengan wajah kalut.

"Bentar Bang, biar Rani ikut Yusuf dulu." sahut Rani.

"Kalau ada sesuatu langsung kabari." pinta Dimas khawatir.

"Siap Bang." ujar Rani. Dimas kembali menyusul anak-anak dan meminta mereka untuk melanjutkan kegiatan.

Melihat air muka Rani yang serius, Umar mendekat. Rani juga sedari tadi menatap laki-laki itu.

"Mas, bisa ikut Rani sama Yusuf?!" pinta Rani yang terdengar seperti ultimatum.

Ketiganya setengah berlari menuju rumah orang tua Yusuf. Sesampainya di sana terdengar suara cacian dan pukulan. Umar meminta Rani untuk tetap berjaga di luar bersama Yusuf sedangkan dia langsung berlari masuk ke dalam rumah. Rani segera menelpon polisi.

Di dalam rumah, Umar melihat seorang laki-laki dewasa yang tak lain ayah Yusuf sedang memukuli istrinya alias ibunda Yusuf. Umar segera menjauhkan sang bapak agar berhenti memukul ibunda Yusuf yang sudah bersimpuh tak berdaya.

"SOPO KOWE SUUUU?! IKI MASALAH KELUARGAKU ASU!!!!"

"Saya bukan siapa-siapa Pak. Tapi istri Bapak akan mati kalo begini." ujar Umar mencoba bernegoisasi.

"BAJING... NDASMUU!!!!"

"WEDOK RA ONO GUNANE, MODYAARO SUU!!!!"

"Seorang laki-laki tidak boleh menyakiti perempuan seperti ini, Pak."

"ARRGGGHHHH!!"

Sang bapak tak peduli dan terus menatap istrinya dengan penuh kebencian. Rupanya sang bapak juga sedang berada dibawa pengaruh alkohol. Karena merasa sia-sia, Umar memilih menghambur ke arah ibunda Yusuf, berniat membawanya keluar. Namun Rani tiba-tiba datang dan bersamaan itu dia melihat ayah Yusuf mengambil vas bunga, bersiap mengayunkannya.

"MAS UMAR. AWASSSSSSSSS!!!!"

Rani menalikan jilbab, mengangkat gamisnya tinggi-tinggi dan memasang kuda-kuda. Dia berlari dan melayangkan tendangan ke arah sang bapak. PYAARRRRRR.

Umar mendongakkan kepala, terkejut melihat vas bunga sudah hancur berserakan. Dilihatnya ayah Yusuf mengerang kesakitan di atas lantai. Sedangkan Rani terlihat berdiri mengakhiri pose tendangan mautnya itu.

"Kamu gak apa-apa, Ran?" cemas Umar.

"Fiuhhhh... aman terkendali, Mas."

Rani menurunkan kembali gamisnya. Ia malu karena celana legging itu memperlihatkan lekuk kakinya yang aduhai.

"Alhamdulillah. Aku udah bilang buat tunggu di luar... "

"Kelanjur Rani udah di sini, Mas. Untung aja Rani cepet masuk tadi... eh Mas Umar gimana? Gak apa-apa?" cecar Rani tak kalah cemas melihat Umar yang masih terkejut.

"Alhamdulillah aman, Ran."

Beberapa warga mulai berdatangan dan tak lama kemudian sirine mobil polisi terdengar bersahutan.

"Ran, aku ke polres dulu. Kamu hati-hati di jalan nanti kususul. Wassalamu'alaikum." pamit Umar setibanya polisi di sana.

"Waalaikumsalam. Iya Mas Umar juga hati-hati."

Sedangkan ambulan yang datang bersama polisi itu pun segera membawa Ibu Hasmi dan Yusuf ke rumah sakit.

"Wadoohhh, Buk'e gamiskuuuuuu!!" pekik Rani meraba gamisnya yang sobek karena aksi menendangnya itu.

***
Gimana? Kalian pernah nemuin kasus kdrt di sekitar kalian? Apa yang kalian lakuin?

Hmm emang di sini Rani tanpa babibu langsung hajar aja. Tapi sebenernya enggak mudah banget loh orang sekitar bertindak kayak gitu. Kadang alasannya karena gak mau repot dan ikut campur bahkan ada yang bingung caranya bantu. So, menurut author hal pertama yang harus di lakuin saat melihat kdrt adalah berempati. Terus langkah selanjutnya bakal author kasih tau setelah jeda pariwara berikut ini😉

See yaaaa

Muslimah Random (TERBIT)Where stories live. Discover now