Chapter 7 Ukhti Jompo

434 151 138
                                    

HAPPY READING!!!

.

.

.

Sudah beberapa hari Rani izin ngampus karena kakinya terkilir. Namun tetap saja dia harus menyelesaikan tugas-tugas kuliahnya. Karena itu, sejak pagi Rani terlihat berkutik dengan tugasnya di ruang tengah, menemani Mbak Sri yang juga sibuk membersihkan rumah.

"Embak maaf ya... Saya ongkang-ongkang begini." seloroh Rani yang sedang selonjoran di sofa, rupanya baru selesai mengerjakan tugas.

"Gak apa-apa, Mbak Rani kan emang lagi sakit." sahut Mbak Sri maklum sembari melanjutkan pekerjaannya menyapu lantai.

"Besok mau copot gips, Mbak."

"Walah alhamdulillah Mbak. Pasti Mbak Rani gak betah tuh."

"Emang Mbak Sri, enggak nyaman, susah kemana-mana." keluh Rani.

Mbak Sri adalah janda dengan dua orang putra. Sejak kematian suaminya 5 tahun lalu, dia menjadi tulang punggung keluarganya. Melihat keadaan tersebut dan kesadaran sebagai insan muslim yang dianjurkan untuk memperhatikan tetangga, keluarga Pak Munandar meminta Mbak Sri untuk bantu bersih-bersih di rumah. Dari sanalah Mbak Sri menafkahi keluarganya dan akhir-akhir ini dia menambah penghasilan dengan buka usaha laundry kecil-kecilan.

"Mbak Sri... "

"Iya Mbak Rani... "

"Jalan-jalan yok Mbak." ajak Rani tiba-tiba.

"Waduhh jalan-jalan kemana, Mbak Rani?" Mbak Sri mengernyitkan dahi.

"Kemana aja Mbak Sri, pokoknya jalan-jalan." seru Rani.

"Mbak Rani kok gak kasian sama kakinya to, dari kemarin diajak gerak-gerak terus."

Meski kakinya sedang sakit itu, Rani tidak berdiam diri begitu saja. Bahkan baru sehari kakinya digips, dia sudah mondar-mandir pergi ke luar. Bukannya pergi ke kampus untuk kuliah tapi malah pergi ke bioskop, nongkrong di Alun-Alun Kidul, ikut Bu Shinta arisan ibu-ibu pkk dengan alasan bosan di rumah.

"Ihhh dibilangin udah sembuh, Mbak Sri."

"Tapi maaf Mbak Rani, saya masih punya banyak kerjaan." tolak Mbak Sri.

"Yahhhhh... tak bantuin ya Mbak ya biar cepet selesai terus cussssss." bujuk Rani, hampir meraih kemoceng dari tangan Mbak Sri.

"Ehh gak usah Mbak Rani. Maaf kali ini saya beneran ndak bisa."

"Ihhhhh Mbak Sri enggak seru." Manyun Rani.

Mbak Sri meminta maaf sembari membujuk Rani yang masih manyun.

"Hm kalo Mbak Rani ini kan masih pantes jalan-jalan, masih muda, masih bisa bebas mau keluar kemana. Kalo saya ya sudah tidak pantes, to, Mbak." curhat Mbak Sri.

"Siapa yang bilang enggak pantes sih, Mbak?" Rani mengernyitkan dahi.

"Tetangga, Mbak Rani. 'Jeng-jeng keluar memang mau ngapain, to?', begitu katanya Mbak." ujar Mbak Sri, menirukan nyinyiran tetangga mereka.

Padahal menurut Rani, se-janda apapun itu, mereka hanyalah seorang manusia yang butuh asupan healing-healing juga.

"Embuh Mbak, padahal yang saya pikirin itu cuma jalan-jalan bersama anak saya, setelah lelah mengais sedikit rezekinya Allah, bekerja cari nafkah buat keluarga." ujar Mbak Sri, berkaca-kaca.

"Hm tetangga kita julid banget ya Mbak."

"Mungkin anggepnya janda seperti saya itu... ya wis mbuh Mbak Rani." curhat Mbak Sri.

"Padahal enggak semuanya gitu ya, Mbak!?" Rani menatap lekat perempuan yang berumur 45-an itu.

"Pasti to Mbak Rani. Kami juga punya prinsip untuk menjaga diri seperti yang diperintah Gusti Allah dan Kanjeng Rasul Muhammad." ucap Mbak Sri serius.

Rani manggut-manggut. Menurutnya bukan hanya seorang janda yang harus diminta ekstra double menjaga diri. Tapi juga duda, yang jomblo yang sudah bersuami atau beristri pun semuanya harus double-double juga dalam menjaga diri. Karena begitulah perintah Allah kepada hambaNya, menjaga 'iffahnya sebagai hamba yang bertakwa. Jama'ah oh Jama'ah...

"Nih ada jurus buat jaga diri Mbak. Kalo ada yang mau macem-macem sama Mbak Sri, sikat aja pake jurus-jurus ini."

"Wah jurus apa, Mbak? Mbak Rani ini dulu mantan atlet apa namanya... pokoknya yang suka berantem itu, to?"

"Hahah nah. Tenang Mbak, saya masih jago kok... "

"Jangan sekarang, Mbak. Mbak Rani saja belum sembuh begitu." tolak Mbak Sri.

"Ihh dibilangin udah sembuh, Mbak." Rani menggeram gemas.

"Lihat nih Mbak, gampang kok jurus-jurusnya... "

Rani langsung mempraktekkan jurus "Jaga diri' ala-ala mantan atlet taekwondo itu. Ciatttt... ciaaatttt...

"Ohhhh ciat... ciat." kagum Mbak Sri melihat tangan Rani yang lincah bergerak mempraktekkan sebuah jurus.

"Ayo Mbak coba ikutin. Mbak Sri harus belajar jurus ini pokoknya dijamin ampuh!"

"Ahhhh saya gak bisa Mbak Rani." tolak Mbak Sri, malu-malu penasaran.

"Bisa Mbak, atau mau jurus yang kayak gini... "

Rani bangun dari posisi magernya, lalu tubuhnya itu mulai bergerak mempraktekkan jurus tendangan. Ciiaat.

"Bagosssssss Mbak Sri." seru Rani yang melihat Mbak Sri mengikuti jurusnya. Meski bertubuh gempal, gerakan Mbak Sri cukup akurat.

"Walahhhhh gini to." kaget Mbak Sri dengan gerakannya sendiri.

"Ayo lagi Mbak Sri."

Ciattttt... Ciattt. KREKK.

"AAAWWWWWW"

"Ya Allah Mbak Rani?!!!" panik Mbak Sri, ikut menjerit mendengar jerit Rani.

Dilihatnya Rani yang mematung sembari memegangi pinggang. Tangannya pun mulai bergerak mencari pegangan.

"Mbak tolonggggg." pekik Rani.

"Duhhh Mbak Rani. Maafin saya, seharusnya saya tadi cegah Mbak Rani." ucap Mbak Sri merasa bersalah, membantu Rani duduk kembali di sofa.

"Hehe enggak apa-apa, Mbak." ringisnya.

"Waduhhh, mana yang sakit, Mbak?"

"Hiks ini Mbak... "

"Saya ambilin minyak urut dulu Mbak Rani."

Di sela-sela ringis kesakitan, Rani merasa malu. Masih tak menyangka jika suara renyah itu sebenarnya berasal dari tulang-tulang pinggangnya dan malah bukan dari kakinya yang cedera. Rani termenung, ternyata dirinya juga tak bisa mengelak dari definisi ukhti jompo yang sedang ngetren itu.

***


Muslimah Random (TERBIT)Where stories live. Discover now