Chapter 27 Semoga Lelah Kami Menjadi Lillah

173 45 89
                                    

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Hai hai ketemu lagi dengan muslimah random di hari Senin. Btw gimana Senin kalian? Capek? Berantakan? Lancar? Aku harap kalian tetep semangat ya.

Moga muslimah random bisa sedikit menghibur kalian.

HAPPY READING
.
.
.
.


Rani datang terpogoh-pogoh menghampiri Umar. Dia memeriksa jam di tangan kiri, sadar jika dia terlambat datang.

"Udah nunggu lama ya, Mas?"

"Enggak Ran, sini duduk dulu." Umar pun mempersilahkan Rani duduk di bangku yang berada di sampingnya itu.

"Eh iya, Mas."

Rupanya mereka sedang berada di rumah LBH untuk bertemu kuasa hukum yang menangani kasus Najwa. Sejak kasus itu muncul, Rani dan komunitasnya juga meminta bantuan jurnalis untuk membuat berita yang berisi fakta dan dukungan untuk para korban. Di antara mereka, Umar-lah yang pertama kali Rani hubungi.

"Kamu gak ada kuliah?" tanya Umar, heran dengan Rani yang sepertinya selalu stand by dengan kasus.

"Ada sih, Mas. Tapi aman kok, ntar paling disuruh bikin tugas." ujarnya.

"Kamu ini... "

Seperti biasa, Rani hanya nyengir kuda. Umar malah cemas melihat wajah Rani yang terlihat pucat.

"Kamu pasti belum makan." Umar lalu mengambil bungkusan yang ia taruh di bangku sampingnya.

"Hmm belum sempat tadi, Mas."

"Ya udah, ini makan."

Umar memberikan sekotak makanan juga se-cup boba kesukaan Rani.

"Wahhh makasih banget, Mas. Kok tau aja sih kalo perut Rani lagi marawisan..." terima Rani terharu, speechless karena selalu mujur soal makanan.

"Kedengaran sampe sini, Ran." sahut Umar ngasal.

"Marawisnya berisik ya, Mas?" ringisnya malu. Bunyi perut kelaperan yang biasanya bergenre keroncongan itu tiba-tiba harus berubah menjadi genre marawis di perutnya.

"Hahah lumayan."

"Padahal udah Rani suruh marawis yang bener. Ck bandel ternyata." decaknya pura-pura kesal.

"Hahaha, ya udah buruan makan Rani." ujar Umar.

"Jajannya tak makan lho, Mas." Rani kegirangan.

Umar tahu Rani sudah putus dengan Evan dan inilah waktunya buat gaspol pdkt dengan Rani. Namun dia merasa akhir-akhir ini bukanlah waktunya yang tepat untuk menyatakan perasaannya. Dia tak ingin mengganggu Rani yang sedang fokus dengan kasus itu. Jadi, yang bisa Umar lakukan saat ini adalah cosplay menjadi seorang ksatria yang tak akan membiarkan sang ratu menderita.

"Jangan-jangan Mas Umar belum makan juga?" cemas Rani.

"Gak apa-apa kamu makan aja."

"Haduh, bisa joinan kali, Mas. Biar tambah romantis... " decaknya gemas.

"Hm?"

"Eh maksudnya biar tambah berkah, Mas." nyengir Rani sembari membagi makanan itu.

Begitulah Rani. Sehabis putus pun tak keliatan sedihnya, tetap lancar-lancar saja genitin anak orang.

"Makasih, Ran." Umar tersenyum, hatinya itu sebenarnya sedang berflower-flower.

"Ihh Rani yang muaakasih sama jajan sebanyak ini!" dumelnya membuat Umar tertawa.

Muslimah Random (TERBIT)Where stories live. Discover now