Chapter 10 HUS (Haid, Umar, Siomay)

337 118 104
                                    

Assalamu'alaikum, selamat sore :)

Alhamdulillah akhirnya bisa nepatin JANJI buat up sore ini. Author sebenernya lagi sibuk di real life :( tapi demi kalian yang udah mau menunggu Rani, Mas Umar, Mas Barry dll, akhirnya ku sempetin buat up. Semoga kalian terhibur sama ceritanya. HAPPY READING!!!

.

.

.

Umar yang baru pulang dari liputan terlihat berada di halaman rumah Rani. Baru saja turun dari motor, Umar yang menenteng beberapa bungkusan langsung disambut heboh oleh Barry. Rupanya malam itu mereka berencana ngopi di rumah.

"Assalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam. Wahh gak usah repot-repot, Mar." seloroh Barry menatap bungkusan bak singa lapar.

"Yang ini buat Rani."

Umar buru-buru menyimpan bungkusan itu lalu memberikan sisanya kepada Barry.

"Tuh anak yang nyuruh pasti?!" omel Barry menerima bungkusan.

"Tadi sekalian mampir."

Barry mengeksekusi bungkusan yang diberikan Umar itu. Semerbak wangi martabak telur pun menguar menggelitik perutnya yang sedikit lapar.

"Rani itu gak usah dimanjain Mar, kebiasaan loe dari dulu." tegur Barry.

Umar malah tersenyum. Dia teringat momen-momen bokeknya semasa kuliah dulu. Dimana Barry sering mengajaknya ke rumah untuk ngopi. Apalagi waktu itu, Rani mulai hobi bereksperimen di dapur dan selalu masak banyak makanan. Mungkin karena itulah, Umar terkesan sedang memanjakan Rani padahal dia hanya ingin balas budi.

"Minta tolong kasih Rani, Bar." Umar lalu menyerahkan satu bungkusan yang disimpannya tadi.

"Biar gue panggil tuh anak... "

Barry dengan suara baritonnya memanggil Rani. Beberapa saat kemudian, Rani terlihat berjalan gontai keluar kamar. Malam itu jilbab dan penampilannya seperti benang kusut, awut-awutan. Seperti biasa, menstruasi membuatnya anemia, perut kram, sakit punggung hingga kaki ngilu dan pegal-pegal. Melihat kedatangan Umar malam itu membuat Rani terlihat lebih sumringah.

"Mas, apa nih? " Rani menerima bungkusan dari Umar.

"Siomay. Katanya ditelfon tadi kamu belum makan?!"

"Yasalam, tadi Rani cuma omong-omong aja kok, Mas." decaknya terharu.

"Hmm pake nyuruh-nyuruh orang." seloroh Barry.

"Gak apa-apa, Bar." sahut Umar santai.

"Mas Barry sih enggak peka kalo adek sendiri lagi enggak nafsu makan." manyun Rani.

"Kenapa? Sakit?" sahut Barry menempelkan punggung tangannya di dahi adiknya itu.

"Mens, haid, Mas." tukas Rani.

"Ohhhh."

"Perhatian dikit sama Rani kek. Mas Umar aja baik banget, bawain siomay kesukaan Rani... " protesnya.

"Pantes, Mas bukan anak indigo yang bisa ngerti apa yang diem-diem kamu mau. Kalo Umar, dia emang punya mata batin." ujar Barry.

"Kalo gitu mending punya mamas anak indigo. Yang penting perhatian." dumel Rani.

"Iya, biar Masmu ini kesurupan tiap hari." rutuk Barry.

"Tenangggg, ntar Rani rukyahin."

"Ck."

Muslimah Random (TERBIT)Where stories live. Discover now