Chapter 25 Peluk Erat untuk Najwa

195 49 71
                                    

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

HAPPY WEEKEND
HAPPY READING
.
.
.
.

Seharian Rani sibuk membantu Najwa mengurus tuntutan di LBH. Setelah postingan itu viral, pihak mereka menerima beberapa aduan dari mahasiswi. Selain itu, Rani bersama komunitasnya juga mulai mengawal kasus di kampus. Rani mencoba menghubungi Evan, tapi cowok itu tak menjawab panggilannya. Dia maklum, pasti Evan sedang sibuk meringkus Rendy, sekretarisnya sendiri.

Malam harinya, tiba-tiba Najwa menelpon dan mengatakan akan berdamai dengan Rendy serta mencabut tuntutan. Rani terkejut dan merasa aneh dengan perkataan Najwa tersebut. Ia curiga, pasti Rendy telah mengancam sang sahabat. Setelah shalat Isya itulah, Rani segera menyusul Najwa di kosan.

“Kenapa minta batalin tuntutan, Wa?” cemas Rani.

“Gue gak mau orang-orang bicarain lagi. Gue cuma pengen kuliah dan kerja dengan tenang.” tegas Najwa dengan mata berkaca-kaca.

“Banyak yang dukung loe kemaren bahkan hingga hari ini, apa yang loe khawatirin?”

Rani mengatakan fakta jika semakin banyak yang ingin membantu dan mendukung Najwa.

“Gue udah bilang, gue gak nyaman, Ran.” lirih Najwa frustasi.

“Rendy ngancem loe? Dia ngomong apa sama loe?” cecar Rani. Najwa hanya diam.

“Wa… ”

“Pliss Rani, gue capek.” keluh Najwa.

“Gue cuma pengen ini adil buat loe. Kita harus ikhtiar.” sahut Rani mencoba meyakinkan Najwa.

Najwa terisak. Rani tahu ini semua pasti sangat berat untuk Najwa.

“Beberapa hari lalu Evan datang…” ungkap Najwa kemudian.

“Evan????”

“Evan minta gue nyerah, Ran. Dia bilang gue enggak bakal menang lawan Rendy.” lirih Najwa.

“Brengsek loe Van… ” desis Rani benci.

Najwa menangis. Rani pun ikut nangis. Keduanya saling memeluk satu sama lain.

“Tapi loe enggak perlu batalin tuntutan itu, Wa.” bujuk Rani.

“Gue takut, Rani. Gue tahu proses ini bakal lama dan belum tentu mereka percaya sama omongan gue. Hukum? Polisi? Semuanya bullshit.” Najwa semakin emosional.

“Loe enggak sendiri Wa, banyak juga mahasiswi lain yang jadi korban Rendy. Mereka juga bakal berjuang kayak loe.” ujar Rani mencoba meyakinkan Najwa.

Thanks, Ran. Bagi gue ini udah cukup kok, setidaknya dunia tahu sama kelakuan Rendy.” pasrah Najwa.

“Tapi loe mau biarin Rendy gitu aja? Mana ikhtiar kita?!” ujar Rani merasa belum puas.

“Udahlah, Ran.”

“Najwa, ayo loe bisa, loe bisa hadapi ini. Kalo kayak gini, ini namanya belum ikhtiar apa-apa.”

“Apa sih ikhtiar-ikhtiar?!!! Sebenernya niat loe bantuin gue buat apa, hah? Kalo ini cuma ambisi loe nangkep Rendy dan ngerasa bangga karena diri loe udah berhasil ngungkap kasus ini, mending loe pergi aja deh.” cecar Najwa merasa kecewa.

Mendengar itu, Rani sadar jika dia sudah melakukan kesalahan. Bagaimana bisa di saat seperti ini ia tidak peka jika Najwa juga berada di posisi yang sangat tidak baik-baik saja?

“Yasalammm Rani, loe goblok banget woii. Sumpah loe… Raniiii.” teriak penyesalannya dalam hati.

“Wa, maafin gue. Demi Allah bukan maksud gue… ” Rani merasa sangat malu dan bersalah.

Rani langsung memeluk Najwa dan minta maaf karena sudah egois dan memaksa Najwa tanpa memikirkan perasaan dan keadaan sahabatnya itu. Selanjutnya Rani berjanji, benar-benar akan memikirkan perasaan Najwa lebih dari apapun termasuk tuntutan itu sendiri.

***

Rani memaksa menemui Evan. Dia ingin Evan sadar jika apa yang dilakukannya pada Najwa adalah perbuatan yang seharusnya tak dilakukan oleh seorang ketua BEM sepertinya.

“Assalamu’alaikum.”

“Evan… ”

“Waalaikumsalam.”

Evan cukup terkejut dengan kedatangan Rani di kantor BEM siang itu. Dia lalu mengajak Rani pergi dari sana agar bisa bicara dengan nyaman.

“Maaf sayang, kemarin aku gak bisa angkat telepon… ”

“Mending gue langsung aja deh.” ketus Rani.

“Hm?”

“Kenapa loe tega bilang kayak gitu sama Najwa? Enggak usah pura-pura gak ngerti, gue udah tahu semuanya!!!” cecar Rani.

Evan terlihat menghela nafas. Dia sudah tahu Rani akan segera melabraknya.

“Aku cuma mau bantu Rendy selesain ini baik-baik.” ujar Evan mencoba menjelaskan.

“Selesain baik-baik? Ditutupi maksud loe?” cibir Rani.

“Apa salah kalo Rendy ingin menutupi aibnya?” sahut Evan.

“Loe sebut kelakuan Rendy ngelecehin Najwa itu aib??? Itu dosa, itu kriminal Evan!! Rendy harus tanggung jawab bukan malah nutupin perbuatannya!” rutuk Rani tak tahan dengan omongan konyol Evan.

“Kita sendiri gak pernah lihat apa yang sebenarnya terjadi. Mungkin mereka sama-sama khilaf.” kilah Evan.

“Ohhhh loe belum tau? Pengakuan korban-korban lain kelakuan bejat Rendy yang elo sebut aib itu. Nihhh.” Rani menyerahkan lembaran pengakuan anonim korban yang berhasil komunitasnya kumpulkan.

Evan tahu jika sudah kalah telak. Tapi dia hanya ingin memperbaiki dengan cara yang dianggapnya tepat untuk saat ini.

“Udahlah Ran, percuma. Kalian gak bakal menang lawan Rendy.” bujuk Evan mulai merasa lelah dengan perdebatan.

Mendengar itu, Rani malah semakin meradang.

“Loe tahu darimana kalo kami bakal kalah lawan Rendy?” tantang Rani.

“Rendy ternyata brengsek, Ran. Dia bisa ngelakuin segala cara.” Evan cemas.

“Ya makanya jangan dibiarin dong!” kecam Rani.

“Ran… “

“Atau loe lindungin Rendy karena enggak mau orang-orang julidin BEM yang loe bangga-banggain itu?” ujar Rani saking geramnya.

Mendengar itu, Evan merasa tangannya bergetar hebat, bersiap mengayunkannya. Sebelum hilang kendali, dia berhenti ketika mendengar jerit Rani.

“R- Rani… ?!” panik Evan sadar dengan apa yang hampir dia lakukan. Evan merasa bersalah melihat Rani ketakutan sembari menutup wajahnya.

“Ran, bukan maksud aku . . .”

Rani mendongakkan wajahnya lalu berbalik menatap tajam Evan. Dia terlihat sedang menahan tangis.

“Loe emang pengecut, ngehalalin segala cara buat jaga image loe.” rutuk Rani, mencoba tak gentar sedikitpun.

“Rani… ”

Rani tak lagi menggubris dan beranjak pergi dari sana dengan pipi yang sudah basah oleh air mata.

***

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Gimana? Rani dan Evan putus nih?😌

Tunggu kelanjutannya di next chapter yahhh🥰

Muslimah Random (TERBIT)Where stories live. Discover now