Chapter 37 Menangislah, Akhi

134 29 31
                                    

HAPPY WEEKEND
HAPPY READING
.
.
.
.

Sebuah kabar mengejutkan geng Barry malam itu. Dalam video call, Aliya mengatakan telah menerima khitbah seorang laki-laki pilihan abahnya. Aliya minta maaf karena sedikit terlambat membagi kabar bahagia itu. Aliya pun berharap geng Barry bisa hadir kelak di hari pernikahannya, terutama Umar yang saat ini berada jauh di sana.

Barry tersenyum selama video call berlangsung dan terus menyelamati Aliya. Namun Rani yang melihatnya itu justru merasa prihatin.

"Mas Barry enggak apa-apa?" cemas Rani setelah video berakhir.

"Jelas apa-apa tapi Mas ikhlas."

Padahal sudah dua bulan ini Barry gaspol pdkt dengan Aliya. Bahkan dia berencana minta tolong abahnya untuk menyampaikan maksud khitbah kepada putri Kyai Mustafa itu.

"Yang sabar ya, Mas."

"Pasti lah."

"Tapi Mas Barry enggak usah senyum kalo emang lagi sedih. Rani takut." desis Rani benar-benar takut.

"Sebuah jihad untuk menerima kenyataan ini." sahut Barry tanpa ekspresi.

"Karena kenyataan memang menakutkan, Adik." sambungnya.

"Utututu."

Rani lalu menyadari sesuatu. Ning Aliya, sang 'rival' berakhir otw ke pelaminan duluan. Jika diminta jujur, dia cukup bingung karena merasa senang dan sedih bersamaan. Ya sedih dong, cinta abangnya bener-bener bertepuk sebelah tangan sampe akhir.

"Kamu ketawa... " lirih Barry.

"Eh siapa yang ketawa Mas, Rani juga sedih tau. Apalagi Abah Mamah pasti sedih banget enggak jadi besanan sama Abah Kyai upsssss." celutuk Rani, buru-buru menabok mulutnya.

"Kamu emang adik laknat, Ran." kecut Barry.

"Mas, ucapan itu doa. Gimana kalo Rani laknat beneran sama Mas Barry? Hayooo." desis Rani.

"Ran... " lirih Barry, ingin rasanya menampol adiknya itu tapi dia terlalu lemas tak berdaya.

"Iyaa Mas Barry."

"Mending kamu diam, karena diam adalah emas." ujar Barry.

"Ohhh semalem Rani enggak sengaja liat si Antam baru di dompet Mas Barry. Boleh nih buat Rani?"

Barry mengangguk pasrah.

"Asekkkkk."

"Ya Allah Barry ikhlas. Semoga Engkau mengganti keduanya dengan yang terbaik." gumam Barry.

"Aamiin, aaminnn. " Rani ikut berdoa semoga abangnya itu segera move on dari Aliya sekaligus ikhlas merelakan Antam itu untuknya.

"Maksudnya tuh emas ada dua, ambil semua." ralat Barry semakin tak berdaya.

Rani menghela nafas, merasa bersalah karena menjulid kesedihan abangnya itu.

"Tenang Mas. Rani siap minjemin lengan buat Mas Barry gandeng pas kondangan." hibur Rani menyodorkan lengannya kepada Barry

"Gue gak boleh nangis." tegas Barry.

"Yasalamm, nangis itu wajar, Mas. Semut aja nangis kalo ditinggal nikah sama gebetannya." sahut Rani melihat abangnya yang sok kuat.

"Kamu lupa? Mas kan ironman."

"SERAHHHHHH."

"Bener?" ujar Barry sudah berkaca-kaca.

"Udah, Mas Barry kalo mau nangis... nangis aja." dumel Rani.

"Awas kamu ledekin."

"Gak!"

Benar. Rani membiarkan Barry menangis di bahunya. Tanpa mengusiknya. Rani pun sampai harus menahan napas saking takut jika Barry menganggap bernafasnya itu bagian dari rangkaian penjulidannya.

"Hiks kamu kalo mau napas... napas aja Ran."

Rani tersadar, dia benar-benar hampir lupa bernafas. Fiuhhhhhh

***

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Haduh kasihan Barry ya cintanya bertepuk hingga akhir, mari doakan abang satu ini moga segera ketemu jodohnya😍

Muslimah Random (TERBIT)Where stories live. Discover now