Chapter 23 Cendol Dawet

206 56 95
                                    

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Haihaii Muslimah Random update lagiiii. Gimana kabar kalian sehat2 bukan? Moga weekend ini kalian bisa istirahat dengan baik yahh.

Moga muslimah Random bisa nemenin weekend kalian🥰

Happy Weekend
Happy Reading
.
.
.
.
.

Umar terlihat rapi dengan kemeja yang baru dibelinya kemarin. Setelah kembali, dia menjadi sering berkaca. Apalagi melihat ootd Rani yang kece abis itu, membuat Umar mengkaji ulang ootd miliknya. Maklum, ootd di zaman sekarang emang sudah seperti sebuah kesunnahan. Atau malah sudah menjadi sebuah kewajiban gengs?

Jovi yang sedari tadi berniat melanjutkan tidur, malah tak bisa terlelap lagi. Dia hanya menonton Umar yang sedari tadi sibuk bersiap-siap.

"Mau kemana, Mar?" kepo Jovi.   

"Ini Rani ngajak jalan sebentar." sahut Umar sembari menyisir rambutnya.

"Katanya mau molor seharian?"

"Gue tiba-tiba kepengen healing juga. Es dawet seger kayaknya." ujar Umar.

"Healing-healing modus lu." celutuk Jovi.

"Bikin seneng dan bahagia orang juga dapet pahala, Jov." dalih Umar.

"Ck buat dedek Rani tercinta apa yang enggak, iya gak, Mar??" goda Jovi melihat kebucinan rekannya itu.

"Jov, Rani itu sahabat gue, adiknya Barry, Rani juga udah punya pacar." ujar Umar serius.

"Kalo enggak terjebak friendzone emang belum afdol, Mar." decak Jovi, merasa prihatin.

Mendengar itu, Umar termenung. Bajigur.

"Gue titip kontrakan, Jov. Assalamu'alaikum."

Umar mengaca sekali lagi lalu bergegas menjemput sang pujaan hati.

***
Umar dan Rani terlihat berada di salah satu kedai dawet terkenal di Jogja yaitu depot dawet Timoho. Kedai tersebut adalah tempat favorit geng Barry sejak dulu kala bersantai setelah pulang dari kampus. Sejak Aliya dan Umar kembali mereka sudah 3 kali pergi ke sana. Sebelumnya, hanya Rani dan Barry yang datang untuk menikmati dawet legendaris itu.

Keduanya pun segera memesan minuman serta beberapa gorengan dan sate-satean.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Rani terlihat sumringah karena berhasil healing-healing dan menikmati cendol dawet favoritnya itu, apalagi ada Umar di sampingnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Rani terlihat sumringah karena berhasil healing-healing dan menikmati cendol dawet favoritnya itu, apalagi ada Umar di sampingnya. Astagfirullah hal adzim Rani, loe itu masih pacar orang. Double dosa loe ntar.

Keduanya pun terlihat mengobrol santai. Hingga obrolan Rani itu berubah menjadi sesi curcolan soal hubungan asmaranya dengan Evan.

"Lucu ya Mas, pacaran gara-gara salah satu program impian Rani dijalanin di kampus sama Evan." ujar Rani dengan perasaan yang sulit didefinisikan.

Berharap Mas Umar cemburu? Ngarep loe, Ran.

"Itu artinya Evan pengen dukung kamu. Dia laki-laki yang baik, partner yang keren, peduli dengan impian dan keinginan seorang Rani." hibur Umar. Jika diminta jujur, sebenarnya dia sedang menahan perih hatinya, mencoba rela menerima kenyataan itu. Kenyataan jika dia kurang gercep merengkuh jodoh. 

"Hm mungkin, Mas." ujar Rani terdengar ragu. Dia malah tak suka Umar memuji Evan seperti itu.

"Kenapa, Ran?"

"Hm Rani orangnya enggak sabaran ya, Mas? Menebak-nebak perasaan Mas Umar bagi Rani ternyata melelahkan banget. Ya gimana ya, Rani juga insecure sama Ning Aliya huwaaaaaa."

Insecure dengan Aliya? Yes. Melihat kedekatan Umar dengan Aliya sekaligus keluarga besar Pondok Pesantren Al-Hidayah itu memang sering bikin Rani seperti harus mundur alon-alon.

"Hm enggak apa-apa kok, Mas. Evan emang baik sama Rani. Suka bawain boba kesukaan Rani." Rani mencoba jujur.

"Alhamdulillah,  pastikan diri kamu itu selalu bahagia sama dia." ujar Umar sok bijak.

"Iya Mas, pasti."

Umar manggut-manggut, lega. Bukannya dia tak cemburu, dia hanya ingin menjadi sahabat yang baik untuk Rani.

"Mas Umar juga baik kok sama Rani, selalu siap siaga sama siomay kesukaan Rani." ujar Rani mencoba 'ngode'

"Mesti ini sebenarnya kamu mau bilang lagi kepengen siomay, to?" sahut Umar.

Kalo sebenarnya Rani mau bilang kepengen cintanya Mas Umar, gimana?

"Hehe nanti mampir dulu ya, Mas."

Rani menghela nafas. Seperti biasa, dia tak melihat rukun-rukun kecemburuan di diri Umar. Alamak, benarkah Umar memang bukan jodohnya?

"Mas... "

"Iya, Ran?!"

Umar masih mendengarkan Rani dengan penuh pengertian.

"Hm maaf Mas selama ini suka Rani repotin...jangan bosen-bosen ya, Mas."

"Aku gak repot sama sekali karena kita adalah teman. Dan anggep aku ini kayak Barry, kakakmu sendiri. Kamu juga udah kuanggep sebagai adekku sendiri." ujar Umar meski harus menyembunyikan perasaannya saat ini.

"Siap komandan."

Rani merasa kecele. Ia memilih menyeruput kembali cendol dawet yang mendadak terasa enggak ada manis-manisnya.

***

Gimana???

Ada yang pernah di posisi kayak Rani? Pacar cuma formalitas dan perasaannya malah masih tertuju sama orang lain. Hmm kalo kalian jadi Rani, baiknya gimana ya gengsss??

Kasih tau dongg???

Next gak nih??

Tunggu di chapter selanjutnya yahhh🥰

Muslimah Random (TERBIT)Where stories live. Discover now