Bertemu Dia -03-

172 69 95
                                    

Mata kita saling beradu pandang dengan jarak yang cukup dekat. Mata coklat, tatapan teduh, rambut belah tengah ala Korea yang tertutup hoodie. Wajah itu, wajah yang tak asing bagiku sepertinya aku pernah melihatnya.

Cowok itu sedikit mundur ke belakang membuatku bisa bernafas dengan lega. Ternyata tanpa ku sadari, sedari tadi aku menahan nafas cukup lama.

"Nih gulanya. Ngambil segitu aja nggak nyampe dasar pendek," ejeknya dengan jahil.

Orang dengan tinggi 174 cm di bilang pendek? benar-benar rabun ini orang. Memang dia jauh lebih tinggi dibanding aku tapi tetap saja masa 174 cm di bilang pendek. Kalaupun memang pendek tidak mungkin aku bisa masuk tim voli.

Aku menatapnya sedikit lama kemudian mengerjapkan mata berkali-kali. "Lo Rafael, kan?"

Cowok itu tersenyum jenaka. "Bukan, gue Justin Bieber."

Aku memutar bola mataku malas mendengar jawabannya yang asal. Cowok itu tampak tertawa puas, sepertinya menertawakan wajah kesalku.

"Ini gulanya jadi ngga?" Rafael memberikan gula itu kepada ku.

Secepatnya aku menyambar gula itu sebelum cowok tengil ngeselin itu berubah pikiran. "thanks."

Aku kembali melangkah menyusuri rak-rak yang berisi berbagai snack. Aku berhenti tepat di depan rak yang berisi snack favoritku dengan berbagai varian rasa. Namun tiba-tiba aku merasakan sesuatu menabrak punggungku.

"Kalo berhenti bilang-bilang dong," protesnya.

"Suruh siapa lo ngikutin gue?" ketusku yang kini sudah berbalik badan menatapnya.

"Galak amat jadi cewek."

Aku tak menggubrisnya aku lebih memilih fokus memasukkan beberapa snack ke dalam keranjang belanja.

"Rumah lo deket sini ya?" tanyanya cowok itu masih terus membuntutiku.

"Iya, kenapa nanya-nanya?"

"Gapapa cuma nanya aja."

"Kalo lo, anak sini juga?"

"Enggak, tapi Coffee Shop diseberang sana punya nyokap gue. Jadi tadi gue kebetulan lagi main ke sana." Aku manggut-manggut mendengar jawabannya.

"Tapi kok gue ngga pernah liat lo? Padahal dulu gue sering banget ke coffee shop itu."

"Bukan ngga pernah, tapi ngga ngeh kali," jawabnya santai.

Aku berhenti di dekat kulkas es krim. Kemudian memilih-milih es krim yang akan aku beli. "lo kesini mau beli apa?" tanyaku setelah mengambil beberapa es krim.

"Nih, snack." Rafael mengangkat kantong plastik besar yang sepertinya berisi banyak snack.

"Jadi lo udah selesai belanja?"

"Iya, udah."

"Ya terus lo dari tadi ngapain masih disini?"

"Cuma pengen ngobrol sama lo. Kenapa? Nggak boleh?" Cowok itu mengangkat sebelah alisnya.

Aku menghela nafas panjang tak habis pikir dengan cowok satu ini. Aku pikir sedari tadi dia mengikutiku karna ada sesuatu yang akan dia beli. Ternyata hanya ingin mengobrol denganku.

Tanpa berbicara sepatah kata pun, aku berjalan menuju kasir untuk membayar. Untungnya di kasir sepi jadi tidak harus mengantri dulu.

"Total belanjaannya 250 ribu mbak," ucap mbak-mbak kasir minimarket.

Aku tersadar sesuatu, sedari tadi aku hanya membawa ponsel dan tidak membawa dompet. Sungguh cerobohnya diri ini.

"Gi-gini mbak, saya mau-" Belum sampai aku menyelesaikan ucapanku Rafael menyelanya.

Rumah Singgah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang