Tak Ada Hak -47-

31 7 0
                                    

"Permisi." Suara itu terdengar dari arah pintu rumahku.

Aku tercengang mendapati kak Vino tengah berdiri di ambang pintu rumah, ditangannya terdapat satu keranjang yang berisi buah-buahan.

"Boleh masuk?" tanyanya.

Hening, aku, Lisa, Desi, maupun Fita tak ada satu pun dari kita yang menanggapi kak Vino. Kita hanya diam, masih tak percaya dengan kedatangannya.

"Eh, siapa ini? Teman Ersya ya?" Kedatangan Bunda memecah keheningan. "Ayo sini masuk." Bunda mempersilahkan kak Vino untuk masuk. "Kamu gimana sih, Ersya. Masa temannya datang nggak di suruh masuk."

Kak Vino melangkah masuk menghampiri kita. "Malam tante. Saya Vino ketua OSIS yang tante telpon."

"Oh, kamu Vino."

"Sya, Bund. Kita bertiga pamit pulang ya," pamit Fita yang sudah beranjak dari duduknya.

"Loh, kenapa? Kok buru-buru, ini minumnya nggak di minum dulu?" Bunda menaruh nampan berisi empat gelas minuman dingin di atas meja.

"Buat kak Vino aja, soalnya kita buru-buru mau.... mau..." ucap Lisa terlihat gelagapan berkali-kali sikunya menyenggol-nyenggol legan Desi.

Pasti mereka bertiga sengaja pergi agar aku berduaan dengan kak Vino.

"Mau apa?" tanya Bunda lagi.

"Mau ngerjain tugas kelompok, Bund," sahut Desi cepat.

"Yaudah, kalo gitu kita pamit ya, Bund." Fita mencium punggung tangan Bunda, setelahnya diikuti Desi dan Lisa.

"Pulang dulu ya, Sya."

"Bye, Sya."

Sekarang hanya tersisa aku, Bunda, dan si manusia kulkas alias kak Vino.

"Kamu silahkan duduk. Minumannya jangan lupa diminum ya," ujar Bunda pada kak Vino.

"Iya, Tan. Makasih." Kak Vino duduk di sofa kosong sampingku, meletakkan parsel buah yang dibawanya ke atas meja.

"Kalian ngobrol-ngobrol dulu aja, tante mau ke dalam dulu."

"Oh iya, Tan."

Aku diam tak berniat memulai obrolan, bukan tidak menghargai kedatangannya melainkan aku bingung harus memulai obrolan dari mana. Pasalnya aku tidak sedekat itu dengan manusia kulkas ini.

Beberapa kali kak Vino berdeham sebelum melontarkan pertanyaan, "keadaan lo gimana?"

"Udah baik-baik aja."

"Bagus dong, bisa masuk sekolah lagi biar nggak ngerepotin anak OSIS yang gantiin tugas lo."

Aku memejamkan mata sebentar, perlahan menghirup udara lalu menghembuskannya kembali. Jika sudah berhadapan dengan manusia kulkas satu ini, aku harus mempunyai banyak stok rasa sabar.

"Iya tenang aja, besok gue udah masuk sekolah kok."

"Bagus." Kak Vino menyandarkan tubuhnya, tangannya bersedekap. "Oh ya, satu lagi. Gue ke sini bukan karna khawatir sama lo, gue sebagai ketua OSIS sekedar jadi perwakilan yang lainnya. Jadi lo nggak usah kepedean."

Aku memutar bola mataku malas. "Siapa juga yang kepedean," cibirku pelan.

Kita kembali saling diam, tampaknya kak Vino sedang mengamati sekeliling ruang tamu.

"Kak," pangilku.

Pandangannya beralih ke arahku, sembari menaikkan sebelah alisnya.

"Nyokap gue beneran telpon lo?"

"Iya."

"Kenapa lo izinin gue nggak ikut outbound, kak? Harusnya lo bilang kalo acara itu wajib diikuti semua pengurus OSIS."

Rumah Singgah Where stories live. Discover now