Berharap -45-

22 4 0
                                    

Jam istirahat, aku memilih untuk berada di ruang OSIS duduk di bangku sekertaris menghadap komputer. Sudah sekitar dua bulan lebih aku menjabat sebagai sekretaris OSIS, entah sebuah keberuntungan atau sebuah kesialan bisa menjadi sekertaris.

Mungkin banyak orang menganggap aku beruntung terpilih menjadi sekertaris OSIS, jabatan yang diidamkan banyak orang di sekolah ini. Iya mereka benar, aku memang beruntung menjadi sekertaris OSIS seandainya ketua OSIS bukanlah kak Vino.

Bukan suatu hal aneh jika seorang Vino berhasil meraih posisi sebagai ketua OSIS, hampir 90% orang disekolah ini menjadi pendukung cowok itu. Sepertinya kak vino mempunyai sihir yang dapat membuat orang kagum dan tunduk padanya. Jika tidak, mana mungkin orang-orang mengagumi sosok menyebalkan seperti dia.

Lihatlah saat ini, kak Vino tengah berjalan ke arahku dengan raut wajah tak bersahabat, seperti monster yang siap melahap mangsanya.

Kak Vino membanting laporan di atas mejaku dengan kasar. "Ini kenapa bisa salah, Sya?!" geramnya dengan posisi berdiri melipat kedua tangannya di depan dada.

Beberapa pengurus OSIS menatap ke arah kita, tak ada tatapan heran dari mereka semua. Hal seperti ini sudah sering kali terjadi, hanya karna perkara sepele kak Vino memarahiku habis-habisan. Dan itu hanya berlaku untukku saja, seolah aku adalah satu-satunya anggota OSIS yang paling bodoh, ceroboh, dan tidak becus mengurus tugasku. Sebab jika anggota OSIS lain yang berbuat salah kak Vino tidak akan semarah itu.

"Ha, salah?"

"Berapa kali sih, Sya. Gue bilang, baca yang bener, periksa yang bener kalo bikin laporan."

"Gue udah baca, kok. Udah periksa yang bener juga."

Kak Vino kembali mengambil laporan itu, membuka satu halaman kemudian di sodorkan ke hadapanku. "Terus ini apa? Ini yang lo bilang udah diperiksa yang bener?"

Aku merai laporan itu lalu membaca setiap paragraf dengan seksama. Dan benar, aku memang menemukan satu paragraf yang salah, mungkin karna setiap kali membuat laporan aku selalu menjadikan laporan terdahulu sebagai contoh, alhasil aku tidak sengaja memasukan isi laporan terdahulu ke dalam laporan yang tengah ku kerjakan.

"Udah ketemu?" tanyanya masih tetap berdiri di depan mejaku. "Kalo udah, sekarang juga lo revisi laporan itu dari halaman pertama sampai terakhir, jangan sampe ada kesalahan sedikitpun. Gue nggak mau tau pokonya harus selesai hari ini juga," lanjutnya.

Aku membelalak mana bisa merevisi halaman pertama sampai terakhir harus selesai hari ini juga, sedangkan waktu istirahat hanya tersisa sekitar 10 menit lagi. Lagian yang perlu direvisi hanya satu paragraf, bukan? "Mana cukup waktunya, kak. Istirahat udah hampir selesai."

"Di lanjut pulang sekolah kan bisa. Nanti pulang sekolah gue tunggu di sini."

****

Sepulang sekolah aku melangkah masuk ke ruang OSIS, di dalam sudah ada kak Vino yang duduk bersandar di kursi ketua OSIS sendirian. Aku melengos menuju meja sekertaris tanpa menegurnya.

Aku mulai menyalakan komputer, selagi menunggu layar komputer benar-benar menyalah aku mengalihkan fokusku pada ponsel terlebih dulu.

Helaan napas pelan keluar dari bibir mungilku. Ku kira saat membuka ponsel akan ada sebuah pesan dari Rafael, nyatanya tidak. Lagi-lagi aku mesti sadar diri, aku bukan siapa-siapa Rafael tak ada hak untuk selalu tau tentang kabarnya, apalagi menuntut untuk selalu di beri kabar.

"Bisa nggak? Fokus aja ngerjain, biar cepat kelar."

Mendengar perkataan kak Vino, sesegera mungkin aku menyimpan ponselku ke dalam saku seragamku, lalu mulai melanjutkan revisi laporan yang sempat tertunda di jam istirahat tadi. Aku sama sekali tak ada niat untuk menanggapi kak Vino, lantaran jika semakin di respon ucapan-ucapan sinis akan semakin keluar dari mulutnya.

Rumah Singgah Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu