Surat -50-

16 5 0
                                    

Cepat-cepat aku menghapus jejak air mata di pipiku sebelum langkah kaki itu semakin dekat.

"Lo ngapain di situ?"

"Oh, ini. Pulpen gue jatuh." Aku berniat berdiri sembari menggenggam satu pulpen. Sialnya karna gelagapan aku lupa bahwa saat ini aku tengah berjongkok di kolom meja, alhasil puncak kepalaku membentur meja.

Tapi tunggu, sepertinya ini bukan meja. Aku menengadah ternyata tangan kak Vino berada tepat di atas kepalaku, sepertinya sengaja melindungi puncak kepalaku agar tak membentur meja.

"Takut mejanya jebol kalo kena kepala batu lo."

Segera aku keluar dari kolom meja lalu berdiri. "I-ini stipo gue kan? Soalnya ada stiker hello Kitty-nya. Gue ambil ya." Aku merai stipo milikku di atas meja Kak Vino tanpa menghadap si pemilik meja, aku tak mau cowok itu melihat mata sembabku lalu mencurigaiku.

Kemudian tanpa berkata apapun aku keluar dari ruang OSIS. Aku sedikit bernafas lega, untungnya kali ini otakku berjalan lancar saat keadaan genting, tadi dengan cepat aku memasukkan surat perjanjian itu ke dalam tas dan menukarnya dengan pulpen sebagai alasan.

"Ersya."

Langkahku terhenti, kelegaan tak bertahan lama, jantungku kembali berdegup ketakutan mendengar suara panggilan dari kak Vino. Apa cowok itu menyadari gelagat ku yang aneh tadi? Atau dia sadar map miliknya hilang.

"Pulpen lo jatuh lagi."

Aku membuang nafas lega, berbalik arah menghampiri kak Vino. Ku biarkan rambut panjangku terurai menutupi sebagian wajahku, supaya kak Vino tak bisa melihat sisa-sisa air di mataku. Lalu ku ambil pulpen dari tangannya dan secepatnya pergi dari hadapan cowok itu. Tak peduli jika saat ini penampilanku seperti hantu, yang terpenting aku harus menghindari bertatapan dengan kak Vino.

****

Semakin mendekati pintu kelas X IPS 1 kakiku semakin lemas seperti enggan untuk masuk ke dalam sana. Perasaanku benar-benar kacau, mengapa semua ini harus terjadi di dalam hidupku.

Selain sering merasakan terbuang, kini aku juga harus merasakan yang namanya penghianatan. Dadaku naik turun di penuhi amara, bolak-balik aku merasakan kecewa tetapi kali ini jauh lebih kecewa, walau aku masih tak percaya tapi ini kenyataannya.

Hampir mendekati pintu masuk kelas X IPS 1 aku menyeka air mata yang kembali menetes.

"Ersya, ayo buruan masuk. Kelasnya mau ibu mulai," ujar Bu Santi yang datang dari arah berlawanan.

"Iya, Bu." Aku mengangguk sekali sebelum masuk ke dalam kelas.

Aku berhenti tak jauh dari bangku tempat dudukku, mengamati Lisa dan Fita beradu mulut, ditengah keduanya ada Desi yang sibuk melerai perdebatan mereka. Pasti mereka membahas tentang Raka yang sudah memiliki pacar.

"Ersya, ayo duduk."

Aku menoleh, mendapati bu Santi memegang pundakku dari belakang. Dengan sopan aku tersenyum sekilas seraya mengangguk pada bu Santi. Kemudian kembali berjalan menuju tempat dudukku.

Kedatangan bu Santi menyudahi perdebatan Lisa dan Fita. Sekarang mereka sudah terduduk di bangku masing-masing.

Belum juga aku duduk sudah di sambut oleh suara ocehan Fita.

"Ersya, lihat nih temen lo, udah gue bilangin Raka punya pacar masih ngeyel aja. Dia bilang si Raka LDR bentar lagi juga putus. Sinting kan temen lo."

"Apa sih, Ta." Lisa memberikan tatapan tajam pada Fita. "Nggak gitu, Sya. Jangan percaya Fita dia ngelantur." Kini beralih padaku membela diri.

Rumah Singgah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang