Pacar Rafael -12-

96 36 44
                                    

Aku keluar dari coffee shop begitu saja, tanpa menyapa Rafael yang berdiri di dekat pintu menatapku dengan ekspresi bingung “sya tunggu” suara Rafael membuat langkahku terhenti sejenak, tanpa menoleh ke belakang.

Tapi kemudian aku kembali berjalan, bagaimanapun aku harus bisa menghindari Rafael, semakin aku dekat sama Rafael, perasaan ini akan semakin tumbuh.

“sya gue punya salah ya sama lo?” Rafael menahan tangan aku dengan menggenggam lenganku.

Kalo dipikir-pikir, Rafael emang ngga punya salah, kalo emang dia punya pacar ya itu hak dia. Lagian kenapa aku harus marah, kan aku bukan siapa-siapa dia, dan selama ini aku aja yang salah mengartikan perhatian Rafael.

“Ngga, lo ngga ada salah” ucapku ketus dan melepas cekalan tangan Rafael.

“terus kenapa lo ngehindar dari gue?” Tanya Rafael yang membuat aku bingung mencari alasan.

“si-siapa yang ngehindar!” Ucapku masih dengan nada ketus.

“tadi lo tiba-tiba pergi gitu aja”

“Ya iyalah kan gue mau pulang”

“tumben banget lo ketus sama gue”

Aku memutar bola mataku malas “dahlah gue mau pulang” ucapku dan kembali berjalan.

“eh-eh gue anterin” Rafael kembali mencekal lengan aku yang membuat langkahku kembali terhenti.

“ngga perlu” aku menghempaskan tangan Rafael.

“Gue ngga terima penolakan ersya dwi agatha” ucap Rafael dengan menatapku.

“dan gue ngga butuh tawaran lo, gue bisa pulang sendiri”

“ngga baik cewek pulang sendirian malem-malem gini sya” ucap Rafael yang tiba-tiba nada bicaranya sangat lembut.

“ngga usah sok peduli sama gue, gue bisa jaga diri kok”

"gue ngga sok peduli, gue emang peduli sama lo. Dan gue ngga mau sampek lo kenapa-napa”

Aku diam menatap Rafael, sikap dia dan perhatian dia kayak gini yang selalu bikin aku luluh sama dia. Tolong jangan kasih aku perhatian lebih raf, karna kenyataannya kamu punya orang lain bukan punya aku.

Seberusaha apapun aku buat menghindar dari Rafael, tapi tetap rasanya sangat sulit buat aku jauh dari Rafael. Entah kenapa harus sesulit ini buat ngejauhin Rafael.

“Sya, malah ngelamun” ucap Rafael dan melambai-lambaikan tangannya didepan muka aku.

“apaan sih” aku menyingkirkan tangan Rafael dari depan muka aku.

“ayo, gue anterin ya”

“yaudah iya” sahutku dengan tetap mempertahankan nada ketus, lebih tepatnya sok ketus.

****

Sepanjang perjalanan aku hanya diam, tidak berkata sedikitpun bahkan aku sama sekali tidak menanggapi omongan Rafael.

Dan akhirnya sampai di depan rumah aku “thanks” ucapku singkat setelah turun dari motor.

Tanpa banyak bicara aku langsung masuk ke dalam rumah, tanpa menghiraukan Rafael yang masih ada didepan gerbang rumah aku.

Aku langsung pergi ke kamar dan melihat Rafael dari jendela balkon kamar aku, aku melihat Rafael yang tengah memutar arah motornya dan pergi dari depan rumah aku.

Kenapa aku jadi kepikiran, dan ngerasa ngga enak udah cuekin Rafael udah ketus juga sama dia.

“sikap gue keterlaluan ngga yah sama dia” gumamku sambil mondar-mandir didepan jendela kamar.

Rumah Singgah Where stories live. Discover now