Perhatian kecil -41-

27 3 0
                                    

Terdengar bel istirahat telah berbunyi, dengan cepat aku segera membereskan alat tulisku yang masih berserakan di atas meja.

Satu persatu seisi kelas keluar dari kelas untuk beristirahat, aku yang baru selesai membereskan alat tulis berniat mengajak Lisa, Fita, dan Desi untuk pergi ke kantin bersama.

Namun saat aku hendak mengajak mereka, aku sudah lebih dulu dikejutkan dengan kehadiran Fita dan Desi yang sudah berdiri tepat didepan mejaku, mereka berdua bersedekap tangan dan menatap tajam ke arahku. Tidak hanya mereka berdua, Lisa yang terduduk di sampingku pun juga melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Desi dan Fita.

"Kalian kenapa, sih? Natap gue sampe segitunya," tanyaku yang kebingungan dengan sikap mereka. Dari gelagat mereka bertiga, sepertinya ada sesuatu yang ingin mereka bahas.

"Kita mau bahas yang semalam, Sya," ujar Lisa dengan raut wajah seolah sedang mengintrogasi.

"Ha? Semalam?" Sedetik kemudian setelah berucap, aku teringat sesuatu yang membuatku paham dengan sikap mereka.

seketika aku langsung teringat dengan kejadian semalam, dimana pada saat Rafael mengajakku jalan, kita berdua tidak sengaja berpapasan dengan Fita dan Lisa di jalan. Dan kenapa saat ini mereka terlihat marah? Karena aku sama sekali tidak pernah memberi tahu mereka bahwa aku kembali dekat lagi dengan Rafael.

Sekitar sebulan lebih ini, aku kembali dekat dengan Rafael tanpa sepengetahuan mereka bertiga.

Dengan nafas berat aku mencoba untuk menjelaskan pada mereka tentang aku dan Rafael. "Oh, gue paham maksud kalian. Kalian tenang ya, gue jelasin dulu." Aku terdiam sebentar, lalu kembali menjelaskan. "Jadi gini, sebenarnya sebulan terakhir ini gue deket lagi sama Rafael tanpa sepengetahuan kalian," ungkapku yang kemudian terpotong oleh ucapan Lisa.

"Tuh kan, sebenarnya gue udah filing kalo lo deket lagi sama Rafael."

Fita yang sedari tadi diam kini mengangkat tangannya dengan telapak tangan yang terbuka ke arah aku dan Lisa. "Bentar-bentar." Raut wajah Fita tanpa kebingungan dengan sesuatu. "Rafael bukannya udah punya pacar? Kok lo deket sama dia, Sya?"

"Mangkanya denger penjelasan gue dulu. Rafael sama pacarnya udah putus sebulan yang lalu sebelum gue deket lagi sama dia," jelasku yang kemudian membuat mereka tampak bernafas lega.

"Syukur kalo gitu, gue pikir lo di jadiin selingkuhan Rafael," ucap Desi.

Dengan berkacak pinggang Fita kembali berucap, "Tadinya gue udah siap-siap buat maki-maki lo Sya, kalo lo beneran jadi selingkuhan tuh cowok." Kemudian Fita membungkuk ke arahku seraya menatap wajahku seolah ingin memastikan sesuatu. "Tapi lo yakin deket lagi sama dia? Lo nggak takut yang kemarin terulang lagi? Firasat gue masih nggak enak tentang tuh cowok," ujarnya dengan suara sedikit pelan.

Dengan yakin aku menjawab pertanyaan Fita,"yakinlah, Ta. Lagian dia udah berubah kok, dan dia juga lebih care sama gue dari yang sebelumnya."

Fita kembali menegakkan badannya seperti semula."Masa lo nggak ada trauma-traumanya sama tuh cowok. Yang dia lakuin kemarin tuh jahat banget lo Sya."

"Ta, semua orang punya kesalahan. Yang penting sekarang dia udah berubah dan gue yakin dia nggak bakal nyakitin gue lagi," kekehku mencoba meyakinkan mereka bahwa Rafael memang sudah berubah.

"Yaudah kalo lo nya yakin. Tapi awas aja ya, kalo sampe lo nangis-nangis lagi gara-gara tuh cowok," tutur Lisa seperti ibu-ibu yang mewanti-wanti anaknya.

Aku tersenyum."Iya-iya. Yaudah yuk, ke kantin gue laper," ajakku. Kita pun segera bergegas menuju kantin.

Saat berjalan menuju kantin melewati koridor gedung B atau biasa disebut gedung IPA, kita berempat tidak sengaja berpapasan dengan Kak Vino yang tengah berjalan beriringan bersama temannya.

Rumah Singgah Where stories live. Discover now