semoga selesai -32-

47 6 0
                                    

Aku berlari tergesa-gesa menuju ruang UKS. Aku tidak perduli dengan tatapan sinis orang-orang yang berpapasan denganku. Yang aku pikirkan saat ini hanyalah keadaan Sandy.

Saat sampai di ambang pintu UKS, aku menatap ke seluruh penjuru ruangan mencari keberadaan Sandy. Mataku menangkap sepasang kaki yang berselonjor di atas brankar yang tertutup gorden. Mungkin itu adalah Sandy.

Dengan cepat aku segera berjalan mendekatinya. Dan ternyata benar, pemilik sepasang kaki itu adalah Sandy yang tengah berbaring di atas brankar, sembari memejamkan matanya.

"San," panggilku pelan.

Cowok itu membuka matanya, kemudian menatapku yang berdiri di samping brankar tempatnya berbaring.

Aku melihat sudut bibirnya yang tampak membengkak seperti bekas tonjokan.

"Ersya," ucapnya seraya mengubah posisinya menjadi duduk.

"Eh, jangan bangun tiduran aja, San."

"Tenang aja, Sya. Gue gapapa kok."

"Bibir lo bengkak gitu, udah diobatin?"

"Belum, tadi dikasih anak PMR es batu sama handuk, tapi belum gue pake."

Aku mengambil semangkuk es batu dan satu buah handuk kering di meja samping brankar. "Sini biar gue bantu kompres."

Aku ikut duduk di atas brankar, kemudian dengan telaten mengompres luka Sandy beberapa kali. "Kenapa pake berantem segala sih, San?"

"Abisnya gue emosi, Sya. Sama cowok-cowok mulut basi, yang nggak tau apa-apa tapi asal ngomong yang nggak-nggak soal lo," jelasnya yang terlihat kesal.

Aku menghela nafas panjang. "Lo nggak perlu belain gue sampai berantem kayak gini, San. Lagian gue nggak peduli sama ucapan buruk orang-orang tentang gue."

"Tapi tetep aja, Sya. Gue nggak suka lo dihina sama banyak orang."

"Ersya." Aku menoleh kala seseorang memanggil namaku. Ternyata Fita dan Desi yang tengah berjalan ke arah kita berdua.

"Kenapa?" tanyaku.

"Lo dipanggil anak OSIS ke ruang OSIS sekarang juga. Katanya ada hal penting," ujar Fita.

"San, gue ke ruang OSIS dulu yah," pamitku pada Sandy seraya beranjak dari dudukku.

"Iya, Sya"

Aku segera keluar dari UKS, berjalan menuju ruang OSIS ditemani Fita, sedangkan Desi, gadis itu pergi ke kelas untuk menemani Lisa yang saat ini sedang mengikuti jam pelajaran.

Tidak butuh waktu lama kita berdua sampai di depan pintu ruang OSIS yang tampak sepi. Wajar saja, karena saat ini masih jam pelajaran. "Kita masuk aja yuk Sya," ajak Fita seraya merangkul lenganku.

Aku pun mengangguk menyetujui ajakannya, setelah itu pelan-pelan aku membuka pintu ruang OSIS dan masuk ke dalam.

"Permisi," ucapku pelan.

Ruang OSIS tampak kosong, tidak terlihat satu pun anak OSIS di sana. "Ta, kok sepi? Lo yakin gue disuruh ke ruang OSIS?"

"Yakin banget, Sya. Tadi ada cewek yang nyariin lo, gue kurang tau nama dia siapa, tapi gue tau kalo dia emang anak OSIS."

Tiba-tiba ada bunyi benda terjatuh dari balik pintu ruangan kecil, yang terletak di pojok ruang OSIS. "Sya, itu suara apa?"

"Enggak tau." Aku dan Fita saling berpegangan tangan. Apapun yang terjadi, kita berdua harus lari bersama-sama.

Pintu ruangan kecil itu sedikit demi sedikit terbuka, hingga tampaklah seorang cowok berbadan tinggi tegap dan wajah yang tegas, tengah menatap aneh ke arah kita berdua.

Rumah Singgah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang