Es skating -05-

133 45 26
                                    

“Kalian disini juga?”

Aku dan Rafael menoleh ke arah sumber suara. Betapa terkejutnya aku ketika melihat dua orang yang kini berdiri di hadapanku.

“Lisa, Bagas.” ucapku pelan.

“Kok kalian bisa berduaan disini?” tanya Lisa tatapannya menyelidik.

Aku sangat paham maksud dari pertanyaan Lisa. “I-ini ngga seperti yang lo pikir kok, Lis. Jangan mikir yang nggak-nggak,” jelasku dengan raut wajah sedikit gugup.

Tanpa aba-aba Rafael menggandeng tanganku. “Ayok masuk, katanya mau main ice skating.”

"Apaan sih, lepasin tangan gue, nggak." Aku memberontak mencoba melepas genggamannya. Kalau seperti ini Lisa bisa benar-benar salah paham.

Rafael semakin mengeratkan genggamannya, enggan melepaskan. "Nggak mau. Udah diem, kaya gini aja."

“Kalian mau main ice skating juga? kalo gitu kita bareng aja. Iya kan, Gas?” ajak Lisa tangannya merangkul mesra lengan Bagas.

"Oh iya, bareng aja," sahut Bagas santai.

Aku menghela nafas, niat ingin menenangkan diri agar bisa melupakan mereka berdua, justru berada di tempat yang sama dengan mereka. Sungguh malangnya diri ini.

Andai aku tidak ikut Rafael ke sini, mungkin aku tidak akan bertemu mereka berdua dan menyaksikan keduanya bermesraan. Kuatkan hatimu melihat kebucinan mereka berdua, Ersya.

****

Aku dan Rafael duduk bersebelahan di bangku yang memang disediakan untuk berganti sepatu.

“Sini, gue bantu pake.” Rafael berjongkok di depanku.

"Nggak usah, gue bisa sendiri."

Rafael tak menghiraukan ucapanku ia tetap kekeh memasang sepatu ice skating di kakiku.

"Lo tadi sedih kenapa? Diputusin cowok lo?” Matanya tetap fokus mengikat tali sepatu.

Tidak mungkin aku menceritakan yang sebenarnya, apalagi di sini ada Lisa dan Bagas bisa-bisa Rafael menertawakanku.

“Enggak, sejak kapan gue punya cowok.”

Rafael yang tadinya menunduk fokus mengikat tali sepatuku kini mendongak menatapku. "Ha, lo jomblo? Nggak laku apa gimana?”

Aku memukul pundaknya pelan membuat si empu meringis kesakitan sembari mengelus-elus pundaknya sendiri.

“Enak aja nggak laku. Gue jomblo bukan karna nggak laku ya, tapi karna gue emang memilih tetap jomblo.”

"Oh, ya?" Raut wajahnya tampak seperti mengejek.

Sungguh menjengkelkan sekali manusia satu ini, ingin rasanya ku tabok wajah mulusnya itu, tapi yang bisa ku lakukan hanya memutar bola mataku malas.

Setelah mengikat tali sepatuku, Rafael kembali duduk di sebelahku. Ia merai sepasang sepatu ice skating yang tergeletak di samping kakinya dan memakainya. Sedangkan Bagas dan Lisa, mereka sudah lebih dulu ke arena bermain ice skating.

“Raf, ini gimana? Gue beneran nggak bisa,” lirihku yang masih bergeming di tempatku.

“Sini pegang tangan gue, terus jalannya pelan-pelan." Rafael berdiri mengulurkan kedua tangannya padaku.

Jujur ini baru pertama kali aku bermain ice skating, biasanya aku selalu menolak setiap kali diajak bermain ice skating.

Rumah Singgah Where stories live. Discover now