Pilihan -53-

27 5 2
                                    

Rasa penasaran menuntunku berjalan tergesa-gesa ke ruang tamu. Hingga sampai di ruang tamu, aku terkejut. "Loh kalian, ada perlu apa ke rumah gue?"

Bima dan Sandy, keduanya kompak menatapku. Aku menghampiri mereka, mendudukkan diri di sofa.

"Gue to the point aja ya, Sya," ujar Bima memasukkan ponsel yang digenggam ke dalam sakunya. "Vino habis nembak lo?"

"Kok lo tau?"

Bima tersenyum. "Lo jangan mikir Vino yang cerita ke gue, karna mustahil. Tadi gue samperin Vino ke gor, ada urusan penting tapi dia nggak angkat telpon gue. Di sana gue nggak sengaja denger percakapan kalian."

"Terus apa masalahnya, sampe kalian ke sini?"

"Jadi gini, gue ke sini atas dasar niat gue sendiri, nggak ada suruhan dari Vino. Gue sebagai sepupu dia, bosen banget lihat dia tiap hari diam-diam merhatiin cewek yang dia suka. Udah sering gue suruh dia buat deketin lo terang-terangan, tapi yang dia lakuin mala sering mancing emosi lo, biar dapat perhatian dari lo, katanya. Emang agak aneh sepupu gue satu itu," terangnya diakhiri kekehan.

Benar kata Bima, manusia kulkas satu itu memang aneh. Baru kali ini, ada cowok yang coba mendekatiku bukannya berusaha meluluhkanku, tapi malah seperti ingin mengajakku bermusuhan.

"Lo sadar nggak? selama ini gue berusaha untuk selalu ada buat lo. Di saat latihan voli gue selalu memastikan lo baik-baik aja, apapun yang lo butuhkan gue harus sigap bantu lo. Lo pasti masih ingat satu persatu kebaikan gue ke lo selama ini, Iya kan? Itu semua atas perintah Vino, Sya. Dia bukan tipe cowok yang suka terang-terangan, tapi dia akan selalu melindungi orang yang dia sayang secara diam-diam. Pantes sih kalo lo sering sebut dia manusia kulkas. Kadang emang sok dingin dan sok misterius."

Selama ini aku tak pernah menyadari jika semua itu karna kak Vino, ku pikir sikap Bima yang selalu peduli denganku karna memang Bima orang yang baik, selalu siap membantu siapapun.

"Dan lo ingat? Pas gue tiba-tiba datang bawain payung buat lo yang terduduk di trotoar, sambil nangis ditengah derasnya hujan. Waktu itu gue dan Vino nggak sengaja lihat lo di rooftop cafe, nggak lama lo keluar dari sana sambil nangis, buru-buru Vino ajak gue buat ikutin lo dan pastiin lo baik-baik aja. Habis itu hujan turun, dia bela-belain berlarian nyari payung buat lo. Setelah dapat, dia suruh gue yang kasih ke lo, dia juga suruh gue buat anterin lo pulang dan ninggalin dia sendirian di sana. Jujur waktu itu gue nggak mau, gue pengen dia sendiri yang bantu lo, tapi dia tetep ngotot biar gue aja."

Aku masih tak menyangka jika selama ini ada orang yang begitu peduli denganku. Selalu memastikan bahwa aku harus baik-baik saja. Begitu banyak kebaikan kak Vino yang tak aku sadari.

"Oh ya, waktu tes OSIS sebenarnya makanan sama vitamin itu bukan dari gue, tapi dari Vino. Dia khawatir lihat keadaan lo yang pucat waktu itu," lanjutnya lagi.

Terus terang, selama ini aku sering menilai buruk kak Vino, memakinya meski dalam hati. Padahal dia begitu baik padaku. Hanya karna sikap ketus dan dinginnya, aku pikir dia orang yang tak pernah peduli dengan siapapun.

Setelah diam cukup lama, Bima kembali berucap, "gue ngomong kaya gini bukan maksud biar lo ngerasa hutang budi sama Vino, dan biar lo mau nerima dia. Tapi gue cuma pengen nunjukin perjuangan Vino selama ini, mau lo terima atau tolak, itu urusan lo, Sya."

"Makasih, Bim. Udah cerita semua ke gue. Kalo lo nggak cerita, gue nggak bakal tau ada orang yang sebegitu pedulinya sama gue."

Sandy yang sedari tadi diam menyimak, kini mulai membuka mulut. "Gue juga mau cerita sama lo tentang Vino, Sya."

Aku mengernyit. "Cerita apa?"

"Lo ingat nggak, waktu pertama kali kita ketemu dan kenalan?"

"Ingat, pas acara festival di pantai kan? Lo nolongin gue dari kerumunan cowok-cowok rusuh."

Rumah Singgah Where stories live. Discover now