Chapter 4

115 20 24
                                    








Tidak ada yang lebih menyenangkan dari harum aroma kopi yang tercium di penjuru ruangan. Pahit namun juga terasa begitu manis. Aroma gurih fresh baked juga tak kalah memanjakan penciuman, membuat siapapun rela  panjang hanya untuk dapat memenuhi perut kosong mereka di pagi hari.

Terlihat seorang pria berambut panjang sedang duduk di sofa cafe tersebut dekat jendela. Pria itu tak sendiri, melainkan dengan adiknya yang duduk menemaninya sarapan di pagi hari. Dua pria itu duduk dengan tenang, sementara dua cangkir kopi dan dua menu sarapan sudah ada di atas meja.

"Nii-san," Panggil Izuna pada Madara yang berada didepannya. Ekspresinya datar. "Obito sudah pulang dari rumah sakit. Aku menyuruh Itachi untuk menjemputnya. Sementara waktu ini, biarkan dia menginap di rumah kita."

Ekspresi wajah sang kakak yang diajak bicara nampak datar seperti tidak peduli. Alis Madara hanya terangkat sementara onyxnya tak berfokus pada Izuna. Sejak tadi ada hal yang menarik perhatiannya untuk terus menatap handphone.

"Dan selama dia berada di rumah kita, apa kita harus menyewa seorang perawat?"

Lagi-lagi suara Izuna menginterupsi. Kali ini sepasang onyx Madara menatap ke arah adiknya dengan tatapan penuh tanya.

"Dia belum bisa berjalan sempurna?"

"Belum." Jawab Izuna. "Dia masih duduk di kursi roda. Kata Itachi, dokter yang menangani-nya itu mengatakan jika Obito masih perlu kontrol seminggu sekali."

Decakan meluncur dari bibir Madara. Ia merasa terganggu fokusnya karena sedang membaca sesuatu di handphone. "Ck. Lupakan itu. Kalau keinginanmu untuk memanggil perawat, panggil saja."

Izuna hanya mengangguk. Diam-diam pria itu memperhatikan gerak-gerik Madara yang sesekali tersenyum sendiri entah mengapa. Izuna paham, Madara adalah orang yang paling berambisi di anggota keluarganya. Dia akan melakukan apapun dan menghalalkan segala cara untuk mencapai apa yang diinginkannya.

Ekspresi wajah Izuna berubah menjadi serius. Ia memperhatikan kondisi sekeliling sebelum akan berbicara lagi. Seperti keinginannya, kondisi cafe mahal ini cukup sepi.

"Nii-san.." Panggil Izuna dengan pelan, "Aku ingin berbicara serius denganmu."

Suara Izuna mau tak mau membuat Madara memicing. Ia meletakkan handphonenya di atas meja.

"Apa?" Tanya Madara datar. "Awas saja jika kau memancing emosiku."

Izuna dia sejenak sebelum akhirnya berbicara kembali. Nadanya terdengar hati-hati.

"Aku tidak bisa bicara disini. Kita ke mobil." Jawab pria itu langsung berdiri. Izuna tahu, cafe disini banyak di datangi oleh orang-orang perusahaan karena jaraknya yang dekat dengan kantor.

Saat sudah sampai di dalam mobil, barulah Izuna menyampaikan maksudnya. Ia samasekali tidak berniat untuk memancing emosi kakaknya yang seperti Madara bilang barusan, namun Madara sudah berbuat sesuatu yang akhir-akhir ini membuat pikirannya terganggu.

"Nii-san, aku tahu maksudmu memanggil Obito datang malam itu." Onyx Izuna menyipit menatap Madara.

Satu alis Madara terangkat. Ia menyadari bahwa adiknya adalah salah orang yang cerdas di antara semua orang di kantor. Karena kecerdasannya itu, kadang ia dibuat sedikit kesulitan.

"Sekarang aku paham jika kecelakaan yang Obito sudah alami ada baik dan buruknya. Baiknya karena dia tidak harus menandatangani dokumen ini!"

Onyx Madara membulat. Dari mana adiknya itu dengan mudah mengambil dokumen rahasia yang bahkan tidak ada sekalipun orang yang tahu kecuali ia dan sekretarisnya?

Unexpected Love •NewWhere stories live. Discover now