Chapter 42

89 13 57
                                    





Hari demi hari berlalu. Sudah berbulan-bulan berlalu semenjak Obito dan Rin berpisah, sekarang ia kembali pada kehidupannya seperti dulu. Tanpa wanita berambut coklat itu, dan teman-temannya yang selalu ramai seperti biasa.

Teman-teman Obito menyadari bahwa pria itu menjadi pendiam, berbeda dari biasanya. Mereka sudah mengetahui perihal dimana hubungan temannya itu sudah berakhir dengan wanita yang dicintainya. Teman-temannya, seperti Pain, Konan, Nagato, Deidara, Sasori dan yang lain awalnya mengetahui kabar ini dari Itachi. Tentu saja Itachi adalah orang terdekat dari Obito, kemungkinan pria itu sendiri yang menceritakannya.

Obito semakin jarang berkumpul dan tertutup. Mereka tahu putus cinta adalah hal yang menyakitkan, apalagi Obito sudah rela berbuat sebegitu jauh untuk Rin. Namun, mereka tidak bisa membiarkan sahabat mereka terlalu lama terlarut dalam perasaan. Mereka mengajak Obito bersenang-senang, mengajaknya ke sebuah tempat hiburan di pusat kota.

"Aku sibuk. Aku tidak punya waktu untuk bermain-main."

Itu adalah jawaban dingin yang dilontarkan oleh Obito. Tentu saja mendapat beribu-ribu penolakan sejak kemarin membuat teman-temannya gemas. Salah satu dari mereka— Deidara, menjemput paksa Obito di rumahnya.

"Hahh, susah sekali mengajaknya. Kalau tidak dijemput paksa, dia tak  akan hadir." Ucap Deidara dengan napas tersendat.

Orang yang dimaksud tidak menjawab. Hanya diam dengan ekspresi datar.

Pain melirik sahabatnya itu dan menghela napas. Ia menepuk pundaknya dengan perasaan perihatin. "Disini kami berniat menghiburmu. Tenang saja.."

Onyx Obito melirik Pain, seketika sorotnya yang dingin memudar. Pain adalah orang terdekatnya selain keluarga yang mengetahui dirinya, bahkan mengetahui masa lalunya.

Tentunya Nagato dan Konan juga termasuk. Tapi sahabat yang sangat dekat dengannya sejak dulu hingga sekarang adalah Yahiko. Atau biasa disebut Pain oleh teman-temannya.

"Jujur saja, aku masih tidak menyangka dengan semua ini." Suara Kakuzu menginterupsi,  "Dokter Rin orang yang sangat cantik, aku akui.. tapi ternyata tidak untuk hatinya. Aku sangat prihatin dengan kejadian ini, dia hanya memanfaatkan Obito, bukan?"

"Kakuzu—" Pain menyela, ekspresinya berubah serius. Menyuruhnya agar diam.

Kakuzu pun diam. Namun ternyata ucapan Kakuzu dijawab oleh seorang pria berambut putih dengan semangat.

"Aku setuju denganmu, Kakuzu. Kita cari wanita lain saja. Obito, kau juga harus mencari wanita baru!" Sahut Hidan. Sebenarnya ia tak terlalu memikirkan Obito yang putus dengan Rin, ia lebih berpikir untuk mencari wanita baru.

Bahu Kakuzu merosot, "Masalahnya aku tidak semudah itu membuka hati untuk orang lain, Hidan."

Hidan tertawa terbahak-bahak. Entahlah lucu saja melihat Kakuzu yang umurnya diatas 37 tahun seperti anak kecil.

Manik Hidan beralih pada Obito yang duduk diam. Dari sorot matanya, pria itu nampak dingin, sama seperti sebelumnya. Jika dia berada di posisi Obito, tentu saja dia akan mencari wanita baru. Hidan akui, temannya itu kaya raya, tampan dan mempesona. Ya.. tidak berbeda jauh dengannya, pikirnya. Wanita satu tak akan cukup, seharusnya memanfaatkan kondisi dengan sebaik-baiknya dengan mencari banyak wanita.

"Obito," Hidan memanggil. "Kau ini bergelimang harta, banyak uang yang bisa kau gunakan untuk menarik wanita. Kau juga tampan, ehem.." Hidan berdehem sejenak, "Y-ya.. walaupun aku tahu aku yang paling tampan disini. Tapi setidaknya kau tak perlu terlalu mengkhawatirkan wanita,"

Pria berambut jabrik itu tidak menjawab, melainkan mencerna kata-kata Hidan. Memang mungkin akan ada banyak wanita yang bersedia menggantikan posisi Rin di hatinya. Tapi Hidan yang menyebut dirinya sebagai orang yang bergelimang harta hingga bisa menarik perhatian membuat pikirannya lagi-lagi tertuju pada Rin. Hatinya begitu sakit dan perih, memang dasarnya para wanita— Termasuk Rin, mungkin mau menjadi kekasihnya hanya karena dia adalah orang 'kaya'.

Unexpected Love •NewWhere stories live. Discover now