Chapter 18

82 20 46
                                    









Wanita berambut coklat itu dengan susah payah mencoba untuk membawa lengan Obito yang berat ke bahunya. Sementara sepasang onyx yang kemerahan karena efek anggur menatapnya dengan pandangan terkejut.

"Aku bisa jalan sendiri." Ucapnya dengan suara serak.

Rin menggeleng. "Tidak, Obito.. kau sudah tersandung berkali-kali saat berjalan. Letakkan saja tanganmu di bahuku, oke?"

Setelah acara Pain berakhir, Obito dan Rin langsung menuju ke kamar hotel yang ditempati mereka. Namun sepanjang perjalanan menuju kamar, Obito sudah menabrak dua orang tamu undangan, satu kali tersandung karpet dan beberapa kali tersandung kakinya sendiri.

Walaupun nampaknya pria berambut jabrik itu masih setengah sadar dengan keadaan disini, tapi rupanya tak memungkinkan untuk bisa berjalan normal.

Rin sebenarnya tidak mengerti apa nikmatnya dari minuman beralkohol seperti itu. Jika minum dalam jumlah banyak dan terlalu sering, malah berakibat buruk pada kesehatan. Rin jadi cukup khawatir. Jika memang Obito suka mengonsumsi minuman-minuman seperti itu, dia akan menasehatinya agar tidak minum terlalu sering.

Ya, nanti.. Setelah Obito sadar.

Percuma bicara sekarang. Obito tak akan menangkap kata-katanya karena dia sedang mabuk.

Saat sudah didepan pintu kamar, dengan gerakan susah payah, Rin meraih kantong celana milik pria itu. Dimana kuncinya?

Belum sempat menemukan kunci kamar itu, Rin dibuat kaget saat tiba-tiba saja ada yang menempel di telinganya. Tanpa menoleh pun, Rin tahu benda apa yang menempel tersebut.

Sial. Rin tahu Obito sedang mabuk dan mungkin sekarang kesadarannya sudah hilang sepenuhnya, tapi ini adalah masalah besar. Jantungnya mulai berdegup tak karuan. Dia harus cepat menemukan kuncinya dan meletakkan Obito di kasur sekarang juga!

Setelah sekian detik, akhirnya kunci kamar itu ketemu juga. Dengan cepat-cepat, wanita itu membuka pintu kamarnya.

Rin membawa Obito ke salah satu kamar yang dia tempati sebelumnya. Pelan-pelan, ia meletakkan tubuh jakung itu ke atas kasur.

Rin melihat kening Obito menyernyit. Lehernya berkeringat.

"Obito?" Rin berusaha memanggil. Tak ada jawaban. Justru sebelah tangan Obito bergerak untuk membuka dasinya, tapi tidak berhasil.

Rin yang melihat itu, membantu Obito melepaskan dasinya. Dia tahu bahwa orang mabuk terkadang merasa kepanasan. Oleh karena itu, Obito berkeringat banyak seperti ini.

Demi Kami-sama.. ini pertamakalinya dia membuka kancing baju seorang pria— Dilain pekerjaannya sebagai seorang dokter.

Tentu saja kemeja itu tidak terlepas sepenuhnya. Rin hanya membuka setengah kemejanya, hingga nampaklah kaos bewarna putih yang menjadi dalamannya.

"Sepertinya aku harus pergi." Gumam Rin pada dirinya sendiri. Dia tidak bisa lama-lama di kamar ini.

Rin beranjak keluar dan menutup pintunya. Wanita berambut coklat itu menggelengkan kepalanya.




Keesokan paginya, Obito terbangun saat menemukan matahari menembus jendelanya. Sedikit bergerak, sebuah selimut kemudian jatuh ke pinggangnya. Kening pria itu menyernyit, pandangannya yang buram menyeimbangkan cahaya yang masuk.

Sembari itu, ia melihat kemeja hitam yang ia kenakan sudah terbuka hingga memperlihatkan dadanya.

"Rin.." Gumamnya.

Unexpected Love •NewTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang