Chapter 7

92 20 42
                                    








Terlihat seorang wanita berambut coklat sedang membawa beberapa kantong makanan yang baru saja dibeli. Bukan dia yang membelinya, melainkan pria yang baru saja memintanya untuk menemaninya di rumah. Entah kantong-kantong plastik yang dibawanya bisa dihabiskan dalam satu malam. Mengapa Uchiha Obito membeli banyak makanan sementara hanya ada mereka berdua disini?

Tak hanya kantong-kantong berisi makanan, Rin terlihat kesusahan dengan dua buah gelas berisi air yang baru saja diambilnya dari lantai bawah.

"Berat ya?" Sepasang onyx Obito terlihat khawatir saat melihat Rin baru saja menyelesaikan anak tangga yang terakhir. Wanita itu refleks terkejut dengan kehadirannya yang tiba-tiba.

Dilontari pertanyaan itu, Rin menggeleng "Tidak, ini berat biasa.."

"Itu namanya berat. Biar aku membantumu." Belum sempat Rin menolak, Obito sudah dengan cepat mengambil kantung makanan itu. Sementara Rin mematung, dengan dua gelas di tangannya.

"Kenapa tidak menyuruh satpam saja dibawah untuk membawanya?" 

Suara berat itu membuat Rin menggeleng kikuk. Ia tidak membalas, hanya mengawasi Obito yang kini berjalan disebelahnya dengan tongkat dan membawa belanjaan.

Obito terlihat kesulitan, tapi ia menampakkan senyum percaya diri. Antara dia ingin terlihat mandiri, atau memang dia bisa melakukannya. Manik Rin khawatir, apalagi saat melihat Obito berhenti sejenak untuk mengambil napas.

"Kenapa Tuan membeli sebanyak itu?" Tanya Rin ragu.

"Oh," Obito menoleh pada Rin sementara kakinya tetap berusaha berjalan. Ekspresinya santai, "Dokter bisa membawanya pulang nanti."

Rin agak terkejut, "T-tidak perlu, Tuan. Tuan sudah memberi kue tadi.."

"Itu beda, Dokter.." Jawab Obito. Sejenak dirinya dan Rin tidak menyadari bahwa kaki mereka tinggal beberapa langkah lagi menabrak sofa. Mereka asik berbicara. "Itu beda. Kali ini bukan makanan manis. Pasti dokter suka—"

Tepat pria itu menginjakkan kakinya di sofa dekat kamarnya, tiba-tiba saja tubuhnya kehilangan keseimbangan saat tongkat yang berdiri sebagai penopang tersangkut di antara meja. Refleks pria itu memberhentikan ucapannya.

Mata coklat Rin membola saat merasakan tubuh besar itu menabraknya dengan keras. Untuk beberapa detik wanita itu tidak dapat mencerna apa yang sedang terjadi, sementara tangan kanan Obito langsung berpegangan pada pegangan sofa sehingga tubuhnya tidak terjatuh sepenuhnya dan menindih wanita itu.

Onyx Obito semakin melebar sesaat setelah melihat pemandangan dibawahnya. Astaga, apa yang ia lakukan? Dua gelas air tumpah dan jatuh membasahi pakaian depan wanita itu.

Rin kembali membuka matanya, ia terkejut saat menyadari pakaiannya basah. Bukan hanya itu.. entah kenapa pipinya menghangat saat menyadari betapa dekatnya tubuh pria itu. Jika Obito tidak berpegangan pada sofa, mungkin dia sudah menindihnya.

Tapi selain hal itu yang menjadi penyebab mengapa pipinya menghangat, ada sebab lain. Dimana sepasang onyx itu mengarah ke dadanya.

"Astaga," Obito memejamkan matanya saat melihat Rin menatapnya. Suara beratnya terdengar di telinga Rin, pria itu berusaha untuk menjauh. "Maaf, ini salahku,"

Rin bangkit dari posisinya dan mengalungkan kedua tangannya didepan dada. Kupu-kupu di perutnya semakin menjadi-jadi menggelitiknya hingga rasanya mual.

Kening Obito mengerut, tanda ia menyesal. "Aku akan mencarikan baju untukmu, sebentar."

Detik itu juga pria itu melenggang menuju kamarnya. Dia merasa tidak enak dengan Rin. Ini murni tidak disengaja dan Rin mungkin berpikir dia tipe orang yang suka mengambil kesempatan dalam kesempitan.

Unexpected Love •NewWhere stories live. Discover now