Chapter 21 (Special Chapter)

88 17 42
                                    







Aroma kopi memenuhi sebuah ruangan saat seseorang sedang membuatnya. Aroma kopi tersebut terbawa ke udara hingga membuat satu ruangan itu tercium aroma kopi. Harumnya khas dan sangat enak, membuat semua orang ingin mencicipinya.

Satu cangkir kopi pria itu sodorkan pada temannya. Dia kemudian ikut duduk di ruang makan dengan meja panjang, menemani temannya yang pagi-pagi begini sudah mengganggu aktivitasnya.

"Tumben kemari pagi-pagi begini. Ada apa?" Pain berbicara, maniknya menatap Obito yang mulai menyuruput kopi buatannya.

"Tidak ada. Tadi, hanya jogging dan mampir kesini." Jawab Obito tenang.

"Jarak rumahmu dan rumahku jauh, Obito. Mana mungkin kau jogging kesini." Pain menelisik raut didepannya, alisnya terangkat penasaran.

Pasti dia mau berbicara sesuatu lagi..

"Aku serius." Obito menoleh, membantah ucapan Pain. "Aku serius berjalan kaki kesini. Setelah dari tempat gym, aku jogging sedikit."

"Berarti kau meninggalkan mobilmu di tempat gym?" Tanya Pain menyipit.

"Tentu saja tidak, bodoh. Aku naik taksi."

Pain mencibir jawaban itu dengan decakan, "Berarti tidak jauh kalo dari tempat gym,"

"Pain, serius. Pagi-pagi aku harus berolahraga. Aku ingin membentuk otot-ototku agar lebih bagus."

Sejenak Pain terdiam, memperhatikan penampilan Obito yang terbalut kaos dan celana selutut. Menurutnya itu sudah cukup, daripada dibuat berbentuk lagi.

"Menurutku badanmu sudah bagus," Komentar Pain kemudian.

Obito menoleh, sepasang onyxnya memancarkan ketidaksetujuan akan ucapan Pain. "Aku harus membuat dokter itu terpana."

Mendengar jawaban Obito, tawa Pain keluar. "Hahahaha, pagi-pagi kau sudah membawa lelucon ke rumah ini. Obito, seorang wanita itu akan merasa ngeri jika melihat badan berotot yang terlalu berlebihan. Yaa.. walaupun beberapa mungkin memiliki selera yang berbeda."

"Aku hanya ingin membuat dia menyukaiku." Wajah Obito serius, seakan tak ada keraguan yang melintas.

"Langsung tembak saja." Ucapnya main-main, ekspresinya santai dan seolah tak ada keseriusan.

"Kalau ditolak bagaimana?"

Sejenak, pria itu merubah ekspresinya dan menatap manik Obito dengan serius. Pain berdecak. Kali ini kerutan muncul di dahinya. "Kau harus mencobanya. Sekalipun ditolak, itu bukan berarti kau tidak memiliki kesempatan lagi. Masih banyak cara untuk menjadikan wanita itu milikmu."

Untuk kali ini, Obito tak menjawab hanya untuk mencerna kata-kata Pain. Mungkin, perasaan ini harus dinyatakan walaupun ia sendiri tidak tahu bagaimana perasaan wanita itu.

"Tidak perlu berpikir terlalu rumit, Obito.. Kalau kau memang suka padanya, ajak dia mengobrol dan nyatakan perasaanmu." Suara Pain kembali menginterupsi.

Helaan napas panjang meluncur dari bibir Obito. Ekspresinya terlihat santai kemudian. "Baiklah, baiklah... Hal itu bukan hal yang sulit."

Pain lagi-lagi mencibir. "Kalau bukan hal yang sulit, mengapa masih berpikir lama? Ck."









Namun apa yang Obito katakan samasekali tidak benar.

Ternyata menyatakan perasaan tidak semudah dengan apa yang ia katakan.

Obito bukanlah seseorang yang mudah gugup. Sejak kecil, ia dikenal sebagai sosok yang begitu ceria, pemberani dan percaya diri. Terlahir di sebuah keluarga yang bergelimang harta dan berwajah tampan, dia adalah definisi dari kesempurnaan.

Unexpected Love •NewWhere stories live. Discover now