Chapter 46

62 12 62
                                    











Matahari sudah tidak seterik tadi ketika mereka berdua memutuskan untuk pulang. Mereka berdua sedang berjalan ke pintu keluar, hanya keheningan menyelimuti di antara mereka.

Sesuatu menarik perhatian Obito sejak tadi ketika melihat Rin mengecek sesuatu di ponselnya. Yang menarik perhatiannya bukanlah sebuah ponsel yang sedang Rin genggam, melainkan sebuah cincin di jari itu.

Rasanya Obito masih tidak mempercayai kenyataan bahwa Rin sudah menjadi tunangan orang lain. Jika Rin berbicara jujur padanya, mungkin setidaknya dia masih bisa mencegah hal itu terjadi.

Benarkah itu...? Benarkah itu bisa dicegah?

Obito mengalihkan pandangannya pada wajah semanis gula disebelahnya. Rasanya sudah cukup lama mereka berdiam diri dan berada di depan restoran.

"Kau pulang sendiri?"

Rin terkesiap dan menoleh. Ia mengangguk kecil. "Aku pulang sendiri. Naik taksi, aku sudah pesan.."

Obito hanya mengangguk. Merasa tidak pantas untuk menawarkan wanita itu pulang bersamanya. Dia paham jika dia tidak mempunyai status apapun lagi dengan Rin. Walaupun bibir ini sempat menawarinya untuk pulang bersama, bagaimanapun juga Rin pasti menolak.

Sebelum memutuskan untuk menjemput mobilnya, Obito menemani Rin yang sedang menunggu taksi jemputan. Bagi Rin, sepasang onyx itu yang sedang mengawasinya sejak tadi membuat debaran jantungnya tidak mau tenang.

Sudah lima menit menit mereka berdiri di depan restoran dan Obito masih menatapnya. Rin menurunkan sebelah tangannya dan menyembunyikannya dibelakang rok, sorot aneh semakin jelas terlihat di onyxnya kala mata itu terus-terusan mengarah padanya.

Tidak, lebih tepatnya pada salah satu tangannya.

Rin yang menyembunyikan sebelah tangannya di balik pakaian membuat Obito tersadar. Ia menghela napas, "Mobilnya masih lama? Aku hanya memastikan kau pulang dengan aman. Berapa nomor plat drivernya? Kirimkan juga nomor telponnya."

Matahari masih bersinar terang benderang. Hari bahkan belum menjelang sore, tapi ini adalah salah satu bentuk perhatian dari pria itu.

Rin tanpa sadar meremat ponselnya. Menahan rasa aneh yang membuncah karena sikapnya. "K-kenapa?"

Kenapa?

Pertanyaan yang bodoh yang pernah dia dengar, sejujurnya. "Hanya memastikan kau aman sampai rumah."

"Kau tidak perlu repot-repot melakukan itu, Obito." Balas Rin tersenyum kikuk. "Aplikasi ini aman. Lagipula ini siang hari."

"Berikan ponselmu." Obito mengangkat sebelah tangannya nampak tidak mau mendengar ucapan Rin.

Rin menghela napas. Ia lantas memberikan ponselnya pada pria itu. Obito kemudian menyalin nomor plat kendaraan dan nomor telepon orang tersebut. Setelahnya mengembalikan ponsel tersebut ke pemiliknya.

"Kemarin aku sempat mendengar berita, saat ini marak terjadi tindak kejahatan di dalam aplikasi seperti ini. Sebaiknya berhati-hati saja. Dengan begini, aku bisa mengawasi mu."

Tak tahu harus menanggapi apa, Rin hanya mengangguk. Lama mereka berdua dalam keheningan, sampai akhirnya sebuah mobil yang Rin pesan datang.

"Obito, aku duluan.." Rin bersuara, berniat hendak masuk kedalam mobil tetapi pergerakannya terhenti ketika pria tinggi di dekatnya meraih bahunya.

Ketika Rin berbalik menghadapnya, Obito menambah satu tangannya sehingga Rin merasakan dua telapak tangan besar itu menyentuh bahu kanan-kiri nya.

Rin merasakan sensasi aneh yang mengalir di dadanya. Tangan Obito begitu hangat... Seolah memberikan sedikit ketenangan dalam diri. Wajah Obito masih terlihat datar, tapi sorot akan keyakinan dalam kedua onyxnya terlihat jelas, memandangnya dengan lurus, memberikan kekuatan dalam dirinya.

Unexpected Love •NewWhere stories live. Discover now