Bab 25 - Reuni Tiga Kawan Lama

1.1K 155 11
                                    

Ada kecanggungan di atas meja makan Sanctuary of Surasthana saat ini. Tiga kawan yang telah lama berpisah akhirnya bertemu dan Kaveh merasa tidak ada yang lebih aneh dari reuni tersebut.

Rukkhadevata, salah satu dari tujuh Archin di Teyvat duduk di kursi depan.

Al-Ahmar, Raja Deshret yang sempat mati menjadi debu, kini bangkit kembali dan duduk di kanan Sang Dewi.

Kaveh, reinkarnasi Dewi Bunga yang tidak benar-benar mengingat kehidupan dewatanya, duduk di kiri Sang Dewi, tidak tahu bagaimana bersikap.

"Eee ...." Kaveh memberi kode pada Alhaitham agar membuka pembicaraan, tapi sang suami malah sibuk menyesap teh susu.

Ketika Kaveh perlahan menoleh ke arah Nahida, ia terkesiap melihat Sang Dewi tersenyum bahagia padanya.

"Halo, Nabu. Apa kau tidak senang bertemu denganku?"

Kaveh tidak tahu harus menjawab apa. Bukannya tidak senang. Hanya saja, ia tidak banyak mendapatkan mimpi tentang Rukkhadevata.

Awalnya Kaveh tersenyum sopan sebagai bentuk penghormatan pada Samg Dewi. Tapi ketika ia merasa tidak menjadi dirinya, ia menyerah. Ia berteriak, "Ah, sudahlah. Seperti biasa saja. Terserah kau mau memanggilku siapa, tapi aku hanya akan memanggilmu dengan nama Nahida."

Nahida tertawa. Ia berkata, "Kaveh benar-benar tak bisa disamakan dengan Nabu. Sangat berbeda."

Alhaitham meletakkan gelasnya dan berkata, "Apa kubilang. Kalau Nabu adalah bunga, Kaveh lebih cocok disebut sebagai jamur."

"Hei! Jahat sekali."

Nahida tersenyum. "Kaveh, biasa saja. Kita sudah menjadi teman sebagai Nahida dan Kaveh. Tak perlu lagi menganggapku sebagai Rukkha."

"Terima kasih sudah pengertian," ujar Kaveh lega. Setelah itu, ia bertanya, "Jadi, apa yang ingin kita diskusikan hari ini?"

Karena Kaveh telah mengganti topik, Nahida mulai serius. "Sebelumnya, aku ingin bertanya padamu. Bagaimana perjalananmu di gurun kemarin?"

Pertanyaan itu membuat Kaveh antusias. Ia segera mengeluarkan mehrak dan mulai menjelaskan banyak hal. Ia menceritakan kemalangan mereka di Dar al-Syifa, bagaimana Alhaitham mendapat kekuatan Raja Deshret di makam, hingga bagaimana ia mendesain Eye of The Sands setelah Alhaitham menampakkan Khaj-Nisut pada dunia.

Satu jam penuh Kaveh mempresentasikan skenario permukiman yang timnya rancang selama satu minggu di Eye of The Sands.

Nahida sebenarnya sudah tahu semuanya, tapi ia masih tetap antusias mendengarkan penjelasan Kaveh. Semangat sang arsitek benar-benar luar biasa dan menular padanya.

"Jadi, bagaimana menurutmu? Apa ada masukan?" tanya Kaveh pada Nahida ketika mengakhiri cerita.

Nahida bertepuk tangan sebagai bentuk apresiasi. Ia memuji, "Bagus sekali, Kaveh. Rencanamu itu akan membantu Sumeru mencapai keseimbangan. Selama ini hutan tropis semakin habis seiring bertambahnya penduduk, sedangkan gurun dianggap sebagai tempat mengucilkan yang putus asa. Jika kau berhasil mewujudkan rencanamu, masa depan kedua wilayah bisa kau selamatkan."

"Menurutmu begitu?"

"Tentu saja."

Berkat keyakinan Nahida, Kaveh mendapatkan kepercayaan diri tinggi sekarang. Ia menatap suaminya penuh kebanggaan dan secara telepati berkata, "Kau sangat beruntung, Hayi. Kau tidak akan mungkin menemukan pria atau wanita lain di luar sana yang lebih hebat dariku."

Menyebalkannya, Alhaitham yang bisa membaca pikirannya itu menjawabnya secara langsung dengan suara lantang. "Siapa juga yang merasa dirugikan? Sejak dulu kau adalah terbaik untukku. Bukan yang lain."

Rasanya Kaveh ingin mengutuk raja sialan itu saja. Ahmar telah membuat Alhaitham-nya menjadi lebih berani dalam menyatakan perasaan. Kaveh tidak akan pernah terbiasa dengan hal itu.

Sebelum ada perdebatan antar suami, Nahida lebih dulu berkata, "Lalu, mengingat kalian telah mengetahui masa lalu kalian, apa yang akan kalian lakukan?"

"Soal itu, aku sudah menawari Kaveh untuk menerima kekuatannya. Hanya saja, dia ...."

Kaveh berdeham. Otaknya membawanya kembali pada malam Alhaitham memunculkan Khaj-Nisut. Sejak suaminya itu mengajaknya untuk menjadi imortal, Kaveh belum memutuskan pilihannya.

Dengan serius, Kaveh bertanya, "Haruskah kami kembali? Maksudku, Sumeru telah memiliki Rukkhadevata. Perlukah aku dan Haitham menambahkan kekuatan di negeri ini?"

Pertanyaan yang kritis. Teyvat sudah sejak lama memiliki banyak Dewa dan Dewi. Kehilangan dua Dewa tidak akan benar-benar menghancurkan semesta, apalagi ketika Ahmar dan Nabu sudah menghilang ribuan tahun l silam Eksistensi mereka bahkan sudah tidak lagi membawa pengaruh bagi keturunan rakyat mereka.

Hanya saja, Dewa juga bisa egois. Dewa ingin hidup dan mewujudkan ambisi mereka. Melindungi rakyat, membangun wilayah kekuasaan, atau sekadar bersenang-senang selamanya, setiap Dewa memiliki alasan mereka sendiri untuk tetap bertahan.

Menjadi abadi bukanlah sebuah pilihan bagi Alhaitham. Ia secara alami menginginkan kekuatannya di masa lalu kembali.

Dari ketiga kawan lama itu, hanya Kaveh yang tidak melihat urgensi dalam memanggil kekuatannya.

Kaveh berkata, "Ee, beri aku waktu lagi, oke? Aku akan memberi jawaban setelah proyek Kebangkitan Ay-Khanoum selesai."

"Itu akan memakan waktu lama. Tidak ada yang tahu apa yang terjadi selagi kau menunggu," ujar Alhaitham sedikit menantang.

"Hhh, untuk apa menawariku pilihan jika kau berakhir memaksaku? Biarkan aku sendiri yang menentukan masa depanku, Haitham. Kau urus saja masalahmu sendiri."

Brak!

Tiba-tiba Alhaitham menggebrak meja dan membuat Kaveh sedikit melompat di kursinya.

Profesor dari Haravatat itu lalu berkata, "Kaveh, apa kau tidak memikirkan diriku? Apa yang harus aku lakukan jika suatu hari nanti melihatmu menua dan mati? Aku sudah mengamalinya sekali dan tidak ingin mengulanginya lagi. Tidak bisakah kau mengerti perasaanku?"

Otot-otot tubuh Kaveh menegang selagi hatinya dipenuhi amarah. "Lalu bagaimana denganku? Apa kau pernah memikirkan perasaanku? Mengapa tidak kau saja yang melepaskan kekuatanmu dan hidup sebagai manusia biasa bersamaku? Kenapa? Setelah mencicipi kekuasaan, kau tidak sudi menjadi rakyat biasa?"

"Kaveh!

"Ah, sudahlah. Pokoknya keputusanku sudah bulat. Aku tunda jawabanku sampai pemugaran bangunan-bangunan Ay-Khanoum selesai" Kaveh tidak lagi memandang suaminya dan berpaling pada Nahida. "Kau sendiri bagaimana? Apa ada hal lain yang ingin didiskusikan denganku?"

Nahida melirik Alhaitham sejenak sebelum berkata, "Kaveh, tenanglah. Alhaitham hanya ingin kita bersama lagi seperti dulu. Jika kau mendapatkan ingatan Nabu, mungkin kau akan mengerti."

Tapi Kaveh tidak memilikinya. Ia tidak ada ikatan dengan Rukkha, bahkan suaminya sendiri di masa lalu. Di kehidupan ini, ia hanya mengenal Alhaitham. Perubahan pria yang dicintanya itu saja bahkan perlahan membuatnya kesal. Selama satu minggu ini ia seperti menikah dengan orang lain.

Karena pikirannya jadi berantakan, Kaveh memutuskan untuk undur diri terlebih dahulu. Ia meninggalkan Alhaitham tanpa sepatah kata dan Nahida menatap punggungnya  dengan rasa kehilangan.

Alhaitham berkata pada Nahida, "Sebaiknya kita tidak memaksanya. Biarkan saja waktu yang bekerja."

"Kau benar. Cepat atau lambat, dia pasti akan kembali. Kita tidak usah mengkhawatirkannya."

Sisa hari itu, akhirnya Alhaitham gunakan untuk membahas hal lain. Seusai menghabiskan isi cangkirnya, Alhaitham berkata, "Aku ingin membicarakan Kaeya. Apa kau tidak keberatan?

Nahida menggeleng. "Aku tahu kau akan mempertanyakan eksistensi pemuda itu dalam waktu dekat. Katakan saja. Apa yang ingin kau ketahui darinya?"

*
*
*
Bersambung

*
*
*

Your Professor is Mine [Haikaveh]Where stories live. Discover now