Bab 36 - Viral

915 129 5
                                    

Akhir pekan tak terasa sudah selesai. Minggu segera berganti Senin dan yang beristirahat harus kembali bekerja.

Meski begitu, semangat para penduduk tak pudar. Ada dua berita viral yang menghebohkan satu negeri. Yang pertama tentu saja Festival Sabzeruz yang akan berlangsung selama satu bulan ke depan. Sedangkan yang satu lagi adalah ....

Kebangkitan Raja Deshret dan Nabu Malikata.

Kini, semua orang membicarakan ketiga Dewa-Dewi mereka siang dan malam. Yang muda penasaran siapa yang dimaksud, sedangkan yang tua mengisahkan banyak hal tentang Mereka yang sempat dilupakan.

Berbagai hal yang berbau anomali jadi sering dikait-kaitkan dengan ketiga Dewa-Dewi tersebut. Misalnya:

"Pantas saja panenku melimpah tahun ini. Mungkin Rukkhadevata sedang berbahagia kedua sahabatnya kembali."

Sebenarnya cuaca di hutan tropis memang sedang bagus saja. Itu sebabnya panen mereka banyak.

Kemudian seorang gadis berkata pada pacarnya:

"Hei, tidakkah kau menyadari kalau padisarah bermekaran di sepanjang taman kota minggu kemarin? Jangan-jangan Dewi Bunga melintas selagi kita berkencan."

Kaveh juga sedang berkencan kemarin. Kalau yang ini, mungkin benar karena dia. Meski Kaveh tidak memiliki kekuatannya kembali seperti Alhaitham yang sepenuhnya menguasai kekuatan Raja Deshret, akhir-akhir ini Kaveh mampu melakukan beberapa trik.

Misalnya saja saat Alhaitham ke Khaj-Nisut bersama Diluc dua hari yang lalu. Arsitek itu tiba-tiba mampu menghubungi Alhaitham secara paksa dengan kekuatan pikiran.

Jika padisarah tiba-tiba mekar di jejak kaki Kaveh dalam waktu dekat, Alhaitham tidak akan kaget.

Dampak viral yang terakhir sedikit membuat panik. Penduduk Sumeru yang gemar mengikuti berita berkata:

"Ah, mungkinkah bencana tiba-tiba di Dar al-Syifa beberapa waktu lalu ada hubungannya dengan Raja Deshret? Rumornya, kan, itu rumah sakit tempat merawat pasien yang terkena kutukan di masa lalu. Mungkin Raja Deshret membawa malapetaka bersama-Nya."

Dari yang viral itu, tiba-tiba saja membagi masyarakat menjadi tiga golongan.

Golongan pertama adalah golongan pengikut setia Rukkhadevata. Mereka yang taat beragama jelas tidak goyah dalam memuja Dewi pelindung Sumeru mereka. Meski ada berita Raja Deshret dan Nabu Malikata kembali, mereka tidak peduli. Ada Festival Sabzeruz yang harus mereka persiapkan. Mereka tidak memiliki waktu untuk bergosip.

Golongan kedua adalah golongan baru. Sejak kecil, mereka samar-samar mendengar kecantikan dan keindahan Nabu Malikata. Kini, mereka memutuskan untuk menjadi pengikut Dewi itu.

Pemimpin kelompok itu bernama Nilou. Dia adalah seorang penari handal yang biasa melakukan pertunjukan di Festival Sabzeruz. Awalnya ia mengaku memuja Rukkhadevata. Tapi dilubuk hatinya, ia selalu penasaran dengan Nabu Malikata.

Pakaiannya saat menari saja meniru Dewi Bunga itu. Ia juga selalu antusias mengisahkan perjalanan hidup Sang Dewi Bunga pada semua orang yang penasaran dengan tariannya.

"Ini adalah tarian yang dilakukan Nabu Malikata untuk Rukkhadevata di masa lalu. Setiap ia menari, bunga-bunga bermekaran. Semuanya begitu indah."

Anak-anak kecil pencinta dongeng sihir yang fantastis adalah anggota pertama yang masuk dalam sekte baru itu.

Golongan terakhir adalah yang paling membuat seseorang ketakutan. Alhaitham sendiri tersedak kopinya ketika mendiskusikan golongan itu bersama Nahida di Sanctuary of Surasthana.

Alhaitham menggerutu pada sahabatnya saat berkata, "Bagaimana bisa mereka membuat agama baru untuk memuja Kaveh, tapi membenciku seketika? Mereka bahkan belum mengenal diriku sepenuhnya."

Ya. Golongan terakhir adalah golongan pembenci Raja Deshret Sang Penguasa Gurun. Mereka tidak mau terkena kutukan seperti yang ada dalam dongeng-dongeng pengantar tidur. Meski mereka belum tahu sehebat apa peradaban yang Raja Deshret pimpin di masa lalu, mereka tetap tidak mau mengakui sang raja sebagai Dewa mereka.

Anggota golongan terakhir memiliki anggota terbanyak dari dua golongan lainnya. Itu karena anggotanya adalah gabungan dari golongan Rukkha dan golongan Nabu. Kedua golongan itu sama-sama membenci Raja Deshret.

Nahida tertawa melihat wajah masam Alhaitham. "Hahaha. Jangan marah, Ahmar. Maaf jika menyinggungmu, tapi pamormu memang sudah buruk sejak lama."

"A-apa?!" Alhaitham sudah hendak memprotes, tapi setelah dipikir-pikir ada benarnya juga. "Hhh, tugasku banyak untuk memperbaiki nama baikku di masa depan."

Nahida mengangguk. "Setidaknya kau sudah kembali ke jalan yang benar."

Alhaitham terdiam. Jutaan memori buruk dari masa lalu terpintas dan ia tidak berniat untuk mengungkitnya lagi. Dari pada membicarakan kehancuran, lebih baik membahas kebaikan. Ia pun berkata, "Sebentar lagi Festival Sabzeruz. Bagaimana perasaanmu pada perayaan kali ini?"

Alhaitham sedang mengharapkan jawaban antusias yang sama seperti Kaveh utarakan kemarin. Namun tak disangka, pertanyaan Alhaitham justru melayukan senyum sang Dewi. Wajah Nahida seketika pucat dan matanya tak lagi bersinar.

"Ada apa?" tanya Alhaitham khawatir.

Nahida menerawang kejauhan untuk beberapa saat sebelum menatap Alhaitham dalam-dalam. Ia kemudian berkata, "Ahmar, firasatku buruk. Aku rasa akan terjadi sesuatu pada festival kali ini."

"Apa maksudmu?"

Nahida menggeleng tidak tahu. "Tidak ada yang janggal ketika aku memantau rakyatku. Hanya saja, aku merasakan energi aneh yang bergerak dari utara gurun."

"Energi aneh?" Karena Nahida mengatakan gurun, Alhaitham segera memejamkan matanya untuk bermeditasi. Ia memusatkan pikirannya untuk mencari energi yang Nahida maksud di bekas peradabannya dulu.

Sekilas, Alhaitham tidak merasakan apapun. Hanya saja, jika ia memindai lebih teliti, ada energi samar Para Dewa yang tersebar di beberapa titik reruntuhan gurun. Energi yang paling terasa memang berada di utara dan Alhaitham kini sama bingungnya dengan Nahida.

"Apa itu?" tanyanya khawatir. "Itu seperti energi seorang Dewa yang ..."

Sebelum Alhaitham menyelesaikan kalimatnya, Nahida melanjutkan, "... sekarat."

"Ya. Itu seperti energi Dewa mati yang tersebar kemudian disatukan kembali."

Nahida kemudian terdiam beberapa saat seolah sedang mempertimbangkan sesuatu sebelum akhirnya berkata, "Ahmar, sebenarnya ada satu hal yang belum aku katakan padamu."

"Apa?"

"Terkait gurun. Jujur saja, meski sudah ribuan tahun berlalu, hingga kini aku belum bisa menguasai daerah kekuasaanmu. Aku tidak tahu apakah aku yang tidak kuat atau tempat itu yang tidak menerimaku sebagai penguasanya. Aku tidak benar-benar bisa melindungi rakyatmu. Itu sebabnya gurun terlihat seperti tempat yang terbengkelai walau Sumeru nampaknya merupakan negeri yang sangat maju."

Alhaitham menggeleng. "Itu bukan salahmu, Rukkha. Gurun memanglah tidak layak huni. Kau tahu sendiri kalau dulu aku bahkan tidak mengizinkan Kaveh untuk berkeliaran di sana lama-lama."

"Umn. Karena itu, terkait energi ini, sepertinya hanya kau yang bisa menyelesaikannya."

"Aku tahu. Tapi sebelum itu, aku ingin meminta tolong padamu."

"Katakan saja. Aku akan membantumu sebisaku."

Alhaitham teringat akan rahasia kelahirannya dan ia berkata, "Ini ada kaitannya dengan Irmisul. Bisakah aku minta izin padamu untuk mengakses memori seseorang dari masa lalu?"

"Memori? Memori dari siapa?"

Alhaitham menjawab, "Memori ibuku. Aku merasa itu akan menguak banyak rahasia yang kita butuhkan saat ini."

Nahida mengerti. Ia tidak banyak bertanya dan segera beranjak dari tempatnya duduk. "Baiklah. Jika kau tidak ada kelas siang ini, aku bisa mengantarmu ke sana sekarang."

*
*
*
Bersambung

*
*
*

Your Professor is Mine [Haikaveh]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant