Bab 45 - Larangan Kaeya

845 122 13
                                    

Suasana di Sumeru begitu mencekam. Awan berputar di langit merah darah, sedangkan angin berhembus begitu kencang membawa pasir dari gurun hingga ke Kota Sumeru yang berdiri nun jauh di sana

Seluruh warga kebingungan. Mereka bahkan tidak tahu apakah harus mengabadikan fenomena aneh itu melalui Akasha atau bersembunyi di dalam rumah.

Di masa kini, sihir nyaris tidak ada. Hanya segelintir orang seperti Tighnari yang mampu menempuh jalur spiritual dan mengkoneksikan jiwanya pada energi semesta. Adanya cahaya merah yang menyorot ke langit jelas menjadi sebuah pertanyaan besar bagi siapapun yang melihat.

Baru ketika pintu Sanctuary of Surasthana terbuka, mereka tahu kalau yang sebenarnya harus mereka lakukan adalah bersujud.

Dari dalam kediaman sang rektor Akademiya, Alhaitham melangkahkan kakinya dengan pendar cahaya merah-biru yang menyelimuti tubuhnya. Dua pedang yang digenggamnya di tangan siap dihunuskan pada musuh yang menunggunya di luar sana.

Siapa yang menyangka kalau Alhaitham adalah Raja Deshret yang selama ini hanya menjadi mitos belaka? Meski di hari sebelumnya terbukti bahwa Kaveh adalah reinkarnasi Dewi Bunga, melihat suami dari arsitek tersebut sebagai Raja Deshret tetaplah mencengangkan. Para warga Sumeru membeku sejenak untuk memproses apa yang mereka lihat sebelum akhirnya menjatuhkan tubuh mereka di tanah.

Di pelataran Akademiya, Alhaitham menatap ke arah gurun di kejauhan dengan penuh kepercayaan diri. Ia telah mengenal Pierro dan kesepuluh petinggj Fatui yang pemimpin organisasi busuk itu melalui Irmisul. Karena mereka datang sendiri untuk menghampirinya di gurun, tentu saja ia harus menyapa.

Hanya saja, bukan keramah-tamahan yang akan Alhaitham berikan, melainkan kematian.

Alhaitham sudah hendak teleportasi ke hadapan seluruh prajurit Fatui ketika seorang pria biasa tiba-tiba datang menghampirinya. Di bawah kakinya ada puluhan orang bersujud, tapi tidak pria rambut biru yang menatapnya serius penuh keberanian.

Kaeya datang membawa sebuah pesan. Pria kelahiran Snezhnaya itu berkata, "Kau tidak akan bisa mengalahkan mereka."

Alhaitham menyeringai. "Oh ya? Mengapa begitu? Apa kau mengatakan itu hanya untuk mencegahku membunuh ayahmu?"

Kaeya terdiam sejenak berusaha tidak terpengaruh oleh fakta keji yang dilontarkan Sang Dewa. Setelah menarik napas panjang, ia menjawab, "Aku tidak peduli dia mati atau tidak. Aku sudah tidak menganggapnya sebagai orang tuaku sejak lama. Saat ini aku memperingatkanmu karena aku tahu kebenarannya."

"Oh ya?"

Alis Kaeya bertaut. Wajah jenakanya yang murah senyum kini menghilang sepenuhnya. Dengan segala keseriusannya, ia berkata, "Alhaitham, untuk mengakhiri semua ini, bukan mereka yang harus dibunuh, tapi dirimu sendiri."

"...."

"Alhaitham, kau harus mati."

Semua orang di pelataran yang mendengar itu tercengang. Seorang manusia biasa begitu berani menantang Dewa. Tidak ada yang salut. Mereka justru berpikir kalau Kaeya bodoh.

Dan karena kebodohan Kaeya, Alhaitham tidak marah saat diancam seperti itu. Ia justru tertawa.

"Hahaha. Kau ini bicara apa? Aku paham dengan apa yang kau pikirkan. Ayahmu mencari buku terlarang yang terhubung dengan jiwaku, bukan? Kau pikir jika ingin mengakhiri semua ini tanpa mengorbankan banyak hal, buku itu harus lenyap dan cara melenyapkannya adalah dengan menjemput ajalku."

"...." Kaeya memberi kesempatan Alhaitham berbicara namun sembari mengepalkan tangan penuh kebencian.

Saat Kaeya masih kecil, ibunya memberanikan diri untuk menentang ayahnya. Wanita pemuja Rukkhadevata itu tidak terima kalau kedua sahabat Dewi-nya menjadi bahan percobaan sang suami. Ia mencari cara untuk menyelamatkan Alhaitham dan Kaveh yang berakhir membuat Pierro marah besar.

Your Professor is Mine [Haikaveh]Where stories live. Discover now