Part - 39

78 5 1
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم
.
.
.
.

Vote sebelum membaca
Jangan lupa komen ya

Vote sebelum membacaJangan lupa komen ya

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

.
.
.
.

"Makasih ya Kakak selalu bisa ngertiin Zahra, sayang banget sama Kakak."

~Alysha Nazwa Azzahra

***

"Kakak minta hak suami kakak."

Lima kata yang keluar dari lisan suami nya berhasil membuat Zahra membulatkan matanya.

Ia terdiam, mencerna kata kata yang baru saja masuk ke gendang telinganya.

Bagaimana sekarang? Apa yang harus ia lakukan?

Apa ia harus memberikan hak suami nya sekarang?

Tetapi ia masih belum siap, terlebih ia masih 17 tahun.

Bukankah gadis 17 tahun masih di bawah umur?

Apa ia harus melaporkan pada Papa nya jika suami nya ini mencabuli anak di bawah umur?

Tidak tidak jangan berpikir bodoh, Revan adalah suamimu dia berhak mendapatkan hak itu darimu.

Itulah isi pikiran Zahra saat ini, gadis itu melamun, berperang dengan pikirannya sendiri, tatapannya kosong ke depan menatap layar televisi yang mati.

Melihat reaksi gadisnya seperti itu membuat Revan terkikik geli, ia hanya mengetes gadisnya saja, ia tahu jika gadisnya ini belum siap. Tetapi jika Zahra mau pun Revan tak menolak.

"Hei."

Zahra terlonjak kaget hingga tubuhnya menegang atas panggilan Revan.

"Mikirin apa?" Zahra menggeleng dan menunduk tak berani menatap manik mata elang suami nya.

Ia merasa bersalah karena ia tahu ini adalah kewajibannya dan dia belum bisa memberikannya.

Padahal Revan telah memberikan hak nya dengan menafkahi beberapa minggu terakhir ini.

"Maaf kak, Aku belum bisa memberikannya." Revan membelai lembut pipi gadis di depannya ini.

Ia ambil dagu nya membuat sang empu mendongak menatap mata nya.

"Gapapa, jangan merasa bersalah gini, Kakak juga salah udah meminta hak kakak sekarang sementara kamu masih sekolah."

Langit BiruDonde viven las historias. Descúbrelo ahora