Chapter 003

7.4K 413 4
                                    

Basmalah, Rakha, Afan dan Pak Lian yang tak lain adalah pembimbing dari OSIS. Mereka berempat kini duduk melingkar diruang OSIS untuk mendiskusikan acara yang akan di lakukan di akhir bulan nanti.

"Apa rencana Pak Lian buat acara akhir bulan nanti?" tanya Afan.

"Seperti tahun tahun kemarin, setiap akhir bulan Oktober kita akan melakukan camping di satu tempat wisata yang terkenal di jakarta. Tapi untuk tahun ini bukan dijakarta, tetapi di bandung" jawab Pak Lian.

"Apa gak terlalu jauh Pak?" tanya Basmalah.

"Tidak Mala, jakarta ke bandung hanya 4 jam jika kita berangkat dari pagi"

"Saya sih setuju aja Pak" ucap Afan.

"Lo mah emang setuju setuju aja, orang lo gak akan ngebantu kita kan?" seru Basmalah.

"Nanti gue bantu kawal dari belakang pakek motor"

"Enggak Afan, kamu naik Bus juga. Bapak gak mau kalau kamu sama Geng motor kamu naik motor, bapak takut nanti ada yang ketinggalan dijalan" tolak Pak Lian.

"Syukurin tuh!" sambung Basmalah.

"Oh yah Mala, katanya dikelas kamu ada murid baru yah?" tanya Pak Lian.

"Iyh Pak. Kenapa emangnya?"

"Kayaknya kita mau ambil satu anggota lagi buat OSIS. Soalnya bendahara kita mau berhenti, dia mau pindah sekolah" ujar Pak Lian.

"Vera mau pindah Pak?" tanya Rakha.

"Iyh Rakha, katanya dia mau pindah sekolah karena Mamanya mau pulang kerumah orang tuanya di jember soalnya semalam Papanya meninggal" jawab Pak Lian.

"Innalillahi wainnailaihi rojiun" ucap mereka bertiga.

"Yah udah Pak, nanti Mala kasih tau dia" seru Basmalah.

"Rapatnya udah atau belum?" tanya Afan.

"Lo mau kemana sih, buru buru amat?" tanya balik Basmalah.

"Ada urusan penting" jawab Afan.

"Sudah Afan, biar nanti bapak sama Mala yang hendel" ucap Pak Lian.

"Yah sudah kalau gitu, saya permisi Pak. Assalamu'alaikum" Afan beranjak dari duduknya dan pergi dari ruangan OSIS itu.

***

Disisi lain Devi berjalan jalan melihat lingkungan sekolah barunya itu, dari ruang perpus, lapangan sepak bola, lapangan voli dan sekarang Devi berada dilapangan basket.

"Ternyata bener apa kata Afan, sekolah ini luas banget, lapangannya aja semuanya ada" gumam Devi berjalan di pinggir lapangan sembari melihat beberapa siswa yang tengah bermain.

Devi masih berjalan di pinggir lapangan basket sembari matanya melihat lihat kearah lain.

"Woyy oper ke gue" ucap siswa yang meminta untuk dioper bola itu padanya.

Bola pun di oper kearah siswa itu, tetapi bolanya sangat melambung tinggi dan tidak bisa di tahan oleh siswa itu. Akibatnya bola melewati siswa itu dan menuju ke arah Devi yang tak fokus kearah bola itu.

"Woyy awas" teriak siswa tadi.

Devi mendengar suara teriakan itu dan melihat kearah lapangan, betapa terkejutnya saat bola melayang kearahnya tepat di wajahnya.

"Aaaaa" teriak Devi menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Dan bukk..

Devi masih menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Tetapi ada yang aneh, bola itu tidak mengenai wajahnya padahal bolanya tadi sudah hampir mendekatinya.

Devi membuka tangannya perlahan, dan ia langsung membelalakkan kedua matanya saat melihat satu tangan didepannya yang menangkap bola itu. Mungkin hanya tersisa beberapa cm saja dari bola itu ke wajah cantik Devi.

Devi menoleh kesamping kanannya, dimana disana sudah ada orang yang menangkap bola itu.

"Afan" batinnya.

Yah Afan. Jarak antara wajah Afan dan wajah Devi mungkin bisa dihitung oleh jengkal jari, mata Afan melihat mata Devi yang bulat dan bulu mata yang cantik. Devi, dia juga fokus melihat mata Afan yang bulat merasa seperti ada ketenangan di sana.

Sepuluh detik sudah mereka bertatapan hingga akhirnya suara teriakan membuyarkan pandangan mereka.

"Fan, balikin bola gue" teriaknya.

Afan melemparkan kembali bolanya kearah lapangan kembali. "Kalau main yang bener!" ucapnya sembari melemparkan kembali bolanya.

Afan kembali melihat Devi yang mungkin masih syok atas kejadian tadi. "Lo gakpapa?" tanya Afan.

"G-gak papa. G-gue gakpapa" jawab Devi terpatah patah.

"Kalau jalan itu lihat kesamping juga, jangan lihat keatas doang" seru Afan.

"I-iyh. Makasih"

Afan tak menjawab, dia malah pergi meninggalkan Devi disana.

"Iihh ngeselin! Diucapin makasih gak dijawab, nanti gak diucapin makasih dibilangnya sombong!" gerutu Devi dengan raut wajah yang kesal.

"Tapii..." Devi mengingat kejadian tadi, dimana dia melihat Afan sangat begitu dekat.

"Ihhh Devi! Apaan sih, gak ada yah lo suka sama dia, dia itu orangnya sombong!" ucapannya berbicara sendiri.

Afan, yang masih belum jauh dari Devi berdiri, dia masih bisa mendengar ocehan Devi di telinganya, dia hanya meresponnya dengan senyum dan melanjutkan langkahnya.

"Tapi matanya.... Aahhh udah ah pergi aja"

Devi menghentak kakinya ke tanah, mengingat betapa ngeselinnya Afan tadi.

****

Devi kembali ke kelas 5 menit kurang dari waktu masuk. Disana sudah kembali Basmalah, Rakha, Violeta, Eby dan Afan yang duduk sendiri.

"Lo dari mana aja Dev?" tanya Basmalah.

"Dari luar, jalan jalan lihat sekeliling sekolah ini aja" jawab Devi yang berjalan kearah bangkunya dan duduk disamping Afan.

"Oh yah, OSIS lagi butuh anggota nih. Lo mau gak Dev jadi bendahara?" tanya Basmalah.

"Bendahara ya? Emmm nanti gue pikir pikir deh ya" balas Devi.

"Oke, gue tunggu kabar dari lo nanti"

Semua siswa kembali masuk karena bel sudah berbunyi. Guru mata pelajaran terakhir pun sudah masuk juga untuk memberikan mapel terakhir hari ini.

Devi mengambil buku di dalam tasnya dan mengeluarkannya.

"Sama sama" ucap Afan tiba tiba.

Devi yang mendengar itu terkejut. Sama sama? Sama sama buat apa? Pikirnya.

Devi memberanikan diri menoleh kearah kanannya. "Sama sama? Maksudnya?" tanya Devi.

"Tadi ada yang bilang gue sombong karena gue gak menjawab terimakasihnya" seru Afan.

"Ha?" kaget Devi. "Sepertinya Afan mendengar ucapan gue tadi dilapangan basket. Huu Devii lo bodoh banget!!" batinnya menggerutu.

Afan menoleh kearah Devi, wajahnya sudah memerah seperti kepiting rebus. Sangat sangat lucu.

"Fokus ke buku lo, gue tau kalau gue ganteng" pedenya lalu kembali fokus pada bukunya.

Devi kembali membelalakkan matanya setelah mendengar betapa pedenya orang disampingnya itu. Nafas ia tarik dan kembali fokus kepada bukunya.

"Ihhhh pede banget nih orang!" gerutunya dalam hati.

Devi memang tidak mengakuinya lewat mulut, tetapi dalamnya hatinya menolak bahwa memang Afan berparas ganteng seperti ucapan orangnya tadi.

.....

TYPO BERTEBARAN
DIMANA-MANA!!!

GENGSTER BUCIN (DEFAN) [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang