4. THE BEGINNING (4)

5.1K 289 27
                                    

Dalam waktu seminggu, keluarga Karta telah mencapai puncak kejayaannya. Kekayaan yang berlimpah, kecerdasan yang melebihi manusia normal pada tahun itu, serta sanjungan dari warga sekitar bahkan konglomerat di tahun 1973.

Kecerdasan itu diketahui karena Aji, Teja dan Daru mendatangi Universitas Gadjah Mada yang berisi teman-teman masa sekolahnya yang mengejek dan meremehkan mereka bertiga. Mereka bertiga datang bertepatan dengan sebuah tes yang diadakan universitas. Aji dan kedua adiknya menyelinap dan mengikuti tes. Penjagaan di depan ruang tes sangat lemah, sehingga mereka dapat menyelinap dengan mudah.

Dengan kecerdasan yang didapat dari Iblis Cakrawangsa, mereka menyelesaikan tes dalam waktu singkat. Membuat dosen pengajar dan para mahasiswa dibuat bingung. Saat pekerjaan mereka di koreksi, mereka mendapatkan nilai sempurna. Menyebarlah berita mengenai munculnya tiga bersaudara yang jenius.

Dalam waktu seminggu juga, rumah keluarga Karta telah melebar kesamping kanan dan kiri. Berkat menyewa pekerja dengan jumlah ribuan, rumah keluarga Karta direnovasi hanya dalam waktu 3 hari.

Berita kekayaan seorang petani padi ini menyebar ke seluruh negara. Membuat beberapa konglomerat serta pihak pemerintah datang ke rumah keluarga Karta. Sanjungan Deni sanjungan didapatkan.

Namun, tidak hanya sanjungan yang didapatkan. Hujatan dan omongan orang selalu menyertai keluarga ini. Orang-orang bingung dengan kekayaan keluarga Karta yang sangat banyak itu.

Seperti saat ini, tetangga keluarga Karta datang dan mencoba menyelidiki serta mengintrogasi. Tatapan tetangga itu tak henti-hentinya mengerling ke segala arah.

"Kalian ... pesugihan? Kulihat kemarin seluruh padi di lahan milikmu rusak dan gagal panen. Tapi, kenapa kau menjual banyak sekali padi dengan harga yang sangat tinggi?" tanya tetangga Karta dengan sinis.

"Apa kau memiliki bukti? Mengapa kau menuduh Bapak kami dengan hal yang tidak-tidak?" tanya Aji.

Padahal, kata 'pesugihan' yang disebutkan oleh tetangga itu sudah hampir benar. Yang sebenarnya terjadi adalah sebuah perjanjian dengan iblis.

Yaa ... itu bisa dianggap pesugihan juga, batin Daru.

Tetangga itu kicep. Ia memilih untuk tidak menjawab dan pergi dari rumah keluarga Karta. Selepas kepergian tetangga itu, Karta dan istrinya menyadari sesuatu. Suami istri itu menatap ketiga anaknya. Arum terdiam sejenak.

"Kalian tidak mendatangi dukun itu kan?" tanya Karta.

Aji, Teja dan Daru hanya tersenyum lebar. Mata merah mereka kini bisa dilihat oleh Karta dan Arum. Suami istri itu terkejut, terutama Karta.

Karta bangkit dari tempat duduknya dan mendekati ketiga anaknya, tangan pria itu menarik kerah sang sulung. Napasnya memburu melihat senyum dari ketiga putranya. Karta bisa melihat dengan jelas mata merah ketiganya, ia merasa ada yang janggal dengan mata merah menyala itu.

"Kalian mendatangi rumah dukun itu bukan?"

"Kalau iya?" tanya Aji. Si sulung sudah berani melawan bapaknya sendiri. Ia beranggapan jikalau kekayaan dan semua yang baru saja datang seminggu ini adalah miliknya dan kedua adiknya.

Bapak dan ibu, tidak berjasa apapun saat ini. Saat ini, batin Aji.

Sebuah pukulan mendarat di pipi Aji. Karta memukul anaknya dengan kuat, sehingga Aji terdorong beberapa langkah kebelakang.

"GILA KAU!"

"Tenang mas," ujar Arum. Sebagai seorang istri, Arum melakukan tugas untuk menenangkan suaminya yang marah besar.

"Bagaimana bisa tenang? Ketiga putra kita memiliki urusan dengan makhluk ghaib! Jangan-jangan Arini tidak hadir disini bukan karena diterkam binatang buas, MELAINKAN KALIAN SERAHKAN KEPADA MAHKLUK GHAIB! APA AKU BENAR?" ujar Karta dengan emosi yang meledak-ledak.

Aji, Teja dan Daru hanya diam, dengan senyuman lebar dan mata merah yang semakin menyala. Arum sendiri mulai berkaca-kaca, jika itu benar ... putra-putranya adalah lelaki br*ngsek yang mengorbankan seorang perempuan demi kepentingannya sendiri.

"JAWAB AKU! APAKAH AKU BENAR?" tanya Karta sekali lagi.

"Benar Pak Tua. Arini si bungsu, sudah kami tumbalkan. Bapak bisa bergabung dengan kami atau memilih untuk pergi dari dunia ini?" tanya Teja memberi Karta pilihan.

"Teja! Mengapa kau mengatakannya?"

"Lebih cepat mereka tahu, itu lebih baik."

"KALIAN BENAR-BEN—"

Karta merasakan sakit tepat di jantungnya. Tangan kanan pria itu meraba bagian jantungnya dengan ekspresi tegang. Napasnya tersengal-sengal. Detik berikutnya,  tubuh Karta limbung. Sang kepala keluarga, meninggal akibat serangan jantung.

"MAS KARTA!" teriak Arum histeris.

Arum menghampiri tubuh Karta yang kaku diatas lantai. Air matanya mengalir dengan deras. Istri mana yang tidak sedih jika melihat suaminya mati di depan wajahnya.

Arum memeluk tubuh Karta sembari memaki-maki putranya, ia tahu bahwa perlu perjuangan untuk melahirkan putra-putranya itu. Tak sepantasnya seorang ibu memaki putranya. Tetapi, jikalau kondisi seperti ini, apa seorang ibu akan tetap sabar?

"Ibu tidak menyangka kalian sejahat ini, kita berdua tidak mendidik kalian dengan cara seperti ini! Kalian dengan mudahnya membuat orang tua ini sakit hati!" ungkap Arum sembari sesenggukan.

"Apa bisa menumbalkan orang tua banyak bicara ini?" tanya Aji.

"Mungkin bisa. Coba saja," jawab Teja.

Arum tak percaya apa yang ia dengar. Ia benar-benar tidak menyangka. Sang ibu sampai membatin, kurasa iblis sudah menguasai mereka.

Setelah Teja mengatakan itu, sebuah lingkaran muncul dibawah Arum dan jasad Karta. Lingkaran dengan pola yang berbeda dari yang ketiganya tahu. Lingkaran ini berisi banyak darah dengan tulisan berwarna merah menyala melingkar diatasnya.

"Setan Cakrawangsa wis teka, siyap-siyap, manungsa."

Suara itu menggema di dalam ruangan. Yang dikatakan oleh suara menggema itu muncul didalam lingkaran. Seketika ruangan itu berubah menjadi semerah darah.

"ARGHHHH!" teriakan Arum, mengisi ruangan itu setelahnya.

Tubuh Arum dan jasad Karta telah menghilang. Hilangnya kedua orang tua Aji, Teja dan Daru membawa berkah tersendiri untuk ketiganya. Kekayaan kembali membanjiri rumah yang mereka tempati.

"Sekarang, kita harus menikah. Dengan begitu kita bisa mendapatkan anak untuk ditumbalkan. Menumbalkan laki-laki memang bisa, tapi lebih bagus jika kita menumbalkan putri-putri kita pada saat usianya 17 tahun," ujar Aji.

"Tunggu, jika 17 tahun sekali. Darimana kekayaan yang akan kita dapat?" tanya Teja.

"Hei lihatlah!" teriak Daru.

Daru menunjuk sebuah tulisan di dinding rumahnya. Tulisan yang ditulis dengan darah orang tuanya. Sepertinya, iblis Cakrawangsa memberikan cara mudah untuk proses penumbalan.

"Disini tertulis. Tumbal untuk Cakrawangsa harus diberikan setiap tahunnya dan tidak harus berusia 17 tahun. Kecuali jika ada seorang putri yang lahir pada malam Jumat Kliwon, putri tersebut akan terbebas dari proses penumbalan sampai usianya 17 tahun," terang Daru.

"Kalau begitu ... baguslah. Kita tidak akan kekurangan harta setiap tahunnya. Yang perlu kita lakukan sekarang adalah mencari istri untuk melahirkan anak-anak kita," sambung Teja.

"Kalau begitu, ayo kita pergi mencari istri. Dengan kekayaan yang berlimpah ini, seorang istri bisa didapatkan dengan mudah," ujar Aji.

***

Footnote
¹ : "Iblis Cakrawangsa telah tiba, bersiaplah, manusia."

Tumbal Keluarga CakrawangsaWhere stories live. Discover now