36. THE TIME ACCELERATION

2.8K 215 0
                                    

"Iya, ayah memberikan uang yang ... banyak untuk kebutuhanku di luar hari ini. Dia bahkan menyarankan agar aku tidur di hotel untuk satu malam. Aku tidak tahu alasan, mengapa hal ini dilakukan oleh ayahanda," ungkap Seri.

Dara dan Putu memandang Seri dengan bingung sekaligus iba. Aji yang pada dasarnya sudah tahu, hanya diam di sebelah perempuan paling muda di ruangan itu.

"Boleh, Nak Seri boleh menginap di sini. Ada dua kamar kosong di atas," ujar Dara.

Putu mengangguk, ia tidak tega melihat Seri yang belum memiliki KTP, menjadi orang bingung di luar sana. Putu mengajak anak Ian Cakrawangsa itu naik ke atas. Sehingga tersisa Aji yang wujudnya transparan dengan Dara.

Aji menatap istrinya yang duduk diatas kursi roda. Wajah istrinya telah dipenuhi dengan keriput dan gurat penuaan. Hantu itu mendekati istrinya dan berlutut dihadapan  istrinya.

"Maaf karena saat itu ... aku tidak memberitahumu lebih awal. Aku terbutakan oleh kekayaan, kecerdasan dan sanjungan orang-orang yang dijanjikan oleh Cakrawangsa," kata Aji.

"Tidak apa, mas. Itu sudah masa lalu. Masa lalu, harus dilupakan. Toh, jika kamu memberitahuku ... pasti hasilnya akan berbeda. Putu ... pasti akan kamu tumbalkan. Apa aku benar?"

Aji menunduk sedalam-dalamnya. Ia mengangguk, mengiyakan apa yang dikatakan oleh Dara. Hantu itu baru sadar akan kesalahannya selama ini, setelah diberikan hukuman menjadi sosok gentayangan dengan wujud manusia hancur yang busuk.

"Kau tahu? Terkadang, aku tidak bisa mengendalikan diri. Dalam artian, kendali tubuhku ... diambil alih," ungkap Aji.

"Benarkah? Itu hal yang ... gila. Hah ... baiklah. Mari kita sudahi pembicaraan tentang masa lalu ini. Mari kita bicarakan, tentang apa yang terjadi pada keluarga Cakrawangsa ... sekarang," pinta Dara.

"Ya ... boleh juga. Saat ini, mereka sedang membuat kesalahan besar. Kesalahan yang dapat memicu kehancuran keluarga Cakrawangsa," sambung Aji.

***

Seperti yang telah dikatakan oleh iblis Cakrawangsa, waktu di rumah Cakrawangsa berjalan dengan sangat cepat. Para ibu hamil ditempatkan di setiap area rumah Cakrawangsa, agar usia kehamilannya menjadi lebih cepat. Semua ibu hamil, kecuali istri dari Bagas Cakrawangsa yang sudah hamil besar.

Dalam sekejap, ibu hamil yang ada di dalam rumah, memiliki perut yang besar. Tanda jikalau anak dalam kandungannya memasuki trimester ketiga. Beberapa ibu hamil bahkan sudah siap untuk melahirkan anak mereka.

Para pria Cakrawangsa berharap, semua anak yang akan lahir memiliki jenis kelamin perempuan. Hal ini akan mempermudah proses penumbalan, sebab tak perlu membuat lagi sampai mendapatkan bayi perempuan. Penumbalan besar-besaran akan sukses, jika banyak anak perempuan yang ditumbalkan dalam satu waktu.

"Berapa banyak yang akan melahirkan hari ini?" tanya Ian kepada Reason Cakrawangsa.

"Ada 12 ibu hamil yang sudah siap melahirkan. Sisanya ada 20, mereka semua perlu menunggu beberapa Minggu lagi," jawab Reason.

"12 anak akan lahir, ditambah anak perempuan dari Sura Cakrawangsa. Diantara 12 anak itu, pasti tidak semuanya lahir dengan jenis kelamin perempuan," ujar Ian.

Para pria yang posisinya di teras rumah Cakrawangsa, mengangguk kepala. Mereka cukup kecewa saat mengetahui hanya ada beberapa anak yang akan ditumbalkan. Hal itu juga masih belum pasti sebab persentase anak berjenis kelamin perempuan tidak akan 100%.

Tepat saat memasuki waktu Maghrib. Para istri Cakrawangsa dilarikan ke rumah sakit terdekat, ditemani oleh suami masing-masing. Suasana di rumah Cakrawangsa menegang saat para suami berlari menuju pintu keluar.

Waktu percepatan sudah selesai. Semuanya sudah kembali normal, para pria yang istrinya belum melahirkan mulai masuk ke dalam rumah dan menemui istri masing-masing.

Ian yang memiliki peran sebagai kepala keluarga Cakrawangsa, ikut datang ke rumah sakit. Ia hendak memantau sekaligus menemui istrinya Miran.

Miran yang memang tidak hamil, rupanya mendampingi istri Bagus Cakrawangsa yang seharusnya sudah memasuki masa kelahiran. Mereka berdua, sedari tadi pagi sudah ada di rumah sakit, untuk jaga-jaga dan menghindari adanya kelahiran yang tidak sesuai prosedur jika istri Bagus yang sudah hamil besar ditempatkan dirumah Cakrawangsa.

"Apakah ... percepatan waktu yang diminta ... berhasil?" gumam Miran.

"Apa yang kau katakan, Mbak Miran?" tanya Rania—istri Bagus Cakrawangsa.

"Bukan apa-apa. Apakah, Rania sudah merasakan jikalau bayinya akan lahir?" tanya Miran.

"Belum, Mbak. Tidak ada tanda-tanda ... bayiku hendak keluar," jawab Rania.

Miran mengangguk. Wanita itu ijin keluar dari ruang rawat inap saat ada telepon masuk. Begitu diangkat, suara suaminya terdengar di telinganya.

"Ada apa mas?"

"12 istri Cakrawangsa sudah dibawa ke rumah sakit yang sama dengan Rania. Rania, apakah dia sudah mau melahirkan? Karena begitu semua bayi lahir, upacara penumbalan besar-besaran akan dilakukan."

"Oh? Rania baik-baik saja, tapi dia masih belum menunjukkan tanda-tanda hendak melahirkan," kata Miran.

"Kau mendapatkan kabar dari Seri?"

***

"Tunggu. Hantu itu bilang hal buruk akan terjadi pada keluarga Cakrawangsa?" tanya Seri.

Seri sedang mengobrol dengan Putu di kamar tamu. Mereka hendak tidur bersama dan begadang untuk berbagi cerita. Aji tanpa diminta sudah keluar dari rumah bercat putih ini. Sementara Dara, sudah terlelap di kamarnya.

"Entahlah, aku tidak terlalu mendengar. Hanya ... sekilas, setelahnya aku tidak berani menguping pembicaraan keduanya," jawab Putu.

"Begitukah? Sebenarnya ... seberapa rumit masalah keluarga Cakrawangsa? Sudah lama aku mencari tahu, tapi sampai sekarang ... aku masih belum mengetahui dengan jelas, satupun hal dari keluarga Cakrawangsa," ujar Seri.

Tumbal Keluarga CakrawangsaWhere stories live. Discover now