43. THE BLOOD ROOM

2.7K 227 8
                                    

Seri berangkat ke sekolah seperti biasanya. Ia akan pulang jam 7 malam dan akan menjalankan rencananya. Ruang penumbalan yang mungkin akan digunakan adalah ruangan di bawah ruang kerja Ian.

Ruangan itu pasti sedang di persiapkan, batin Seri.

Seri tidak pamit dengan kedua orangtuanya, sebab kini yang tersisa di ruang makan hanyalah dirinya. Semua saudara sudah selesai makan, atau lebih tepatnya, tidak ingin berlama-lama berada di hadapan Seri.

Kesan buruk yang diberikan tidak membuat mental Seri rusak. Perempuan itu akan membuktikan kepada keluarganya, jikalau perempuan bisa melawan dan tidak bisa diinjak-injak. Bendera peperangan telah berkibar diantara Seri dan keluarga Cakrawangsa.

Apa mereka tidak menyadari jikalau aku adalah sosok yang paling diinginkan Cakrawangsa? Mengapa mereka memperlakukan aku seperti orang asing? Padahal ... aku bisa saja kabur dari rumah ini, dan membawa segepok uang, batin Seri.

Namun, Seri tidak akan kabur. Perempuan itu merasa kasihan dengan adik-adik sepupunya. Ia ingin masa depan mereka berjalan mulus dan terang benderang. Bukan berakhir sebagai mayat yang gosong dan tidak berdaya.

Sosok manusia setengah harimau akan kembali setelah Seri mengacaukan tempat penumbalan. Ai akan membuat semuanya menjadi lebih parah dengan membawa bayi Cakrawangsa ke tempat yang lain. Kepanikan keluarga Cakrawangsa akan semakin menjadi-jadi saat itu.

Batu ruby, aku mohon ... berfungsilah sebagaimana mestinya. Jika rencanaku dan Ai gagal, harapan yang tersisa hanyalah dirimu, batin Seri.

Batu ruby itu berkedip-kedip, masih saja menyilaukan bagi Seri. Perempuan itu memasukkan batu ruby kedalam kotak, lantas dimasukkan kedalam tas sekolahnya.

Seri menyelesaikan sarapan yang baru dimakan setengahnya, sembari terus berdoa. Ia butuh keyakinan dan kekuatan agar mampu melakukan perusakan lingkaran penumbalan, tanpa kesalahan dan tanpa dua kali percobaan.

"Kau ... bisa Seri," ujar Seri.

Tangan kanannya mengambil sendok dan hendak memasukkannya ke dalam mulut. Tetapi, kegugupan dan ketakutan menguasainya. Tangannya bergetar, ia tidak mampu memasukkan makanan ke mulutnya lagi.

Dibanting olehnya, sendok makan tadi. Tubuhnya bergetar, ia menundukkan kepalanya. Air matanya turun tanpa sadar, mengalir dan membasahi seragam Archipelago High School.

"K-kau ... bi-bisa Seri."

***

Ian dan para pria Cakrawangsa sedang bersiap untuk membuat ruang penumbalan menjadi lebih berdarah. Mereka mendadak menjadi brutal dan tidak kenal rasa peduli, anak laki-laki Cakrawangsa yang masih muda dibunuh oleh mereka.

Ayah mereka bahkan ikut membunuh salah satu dari mereka. Kekejaman itu semakin menjadi-jadi setelah 15 anak laki-laki, berusia 10-1 tahun mati terbunuh. Darah dari anak-anak yang tidak berdosa itu memenuhi ruangan.

Salah satu hal yang dibutuhkan saat proses penumbalan adalah darah. Ruangan yang digunakan harus berlapiskan darah dan memiliki genangan darah yang masih segar.

Keluarga Cakrawangsa yang terbutakan oleh harta, sudah menjadi gila. Hanya karena harta berkurang, semuanya menjadi gila dan melakukan pembunuhan yang sangat banyak.

Kegilaan ini tidak akan berakhir disitu saja, mereka akan meletakkan organ-organ yang masih berfungsi di banyaknya lingkaran penumbalan. Lingkaran itu membutuhkan sesuatu, agar dapat aktif saat tubuh bayi perempuan Cakrawangsa diletakkan di dalamnya. Organ manusia adalah yang bisa mengaktifkannya.

Disaat seperti ini, sosok-sosok berwajah hancur dan berbau amis mendatangi rumah penumbalan. Membuat suasana di sana semakin mengerikan. Bahkan pasukan asap hitam berzirah emas ikut berkumpul di sana, untuk menyerap tubuh bayi yang sudah gosong setalah di tumbalkan.

"Semuanya sudah selesai. Kita hanya perlu menunggu hari untuk menggunakan ruangan ini. Pastilah perjanjian Cakrawangsa akan mencatat ini sebagai sejarah," ujar Ian.

Semua pria Cakrawangsa yang ada disana mengangguk mafhum. Diantara mereka basah terkena darah. Separuh wajah dari mereka terkena percikan darah yang masih segar. Pakaian berwarna putih, yang dipakai Ian Cakrawangsa telah berubah menjadi merah darah.

Setelah dirasa semuanya sudah selesai, para pria Cakrawangsa yang bermandikan keringat dan darah keluar dari ruangan. Ruangan yang digunakan bukan di bawah ruang kerja Ian.

Mereka melakukan penumbalan di gudang harta yang sangat luas. Dapat terbayangkan seberapa banyak darah yang digunakan di sana.

"Omong-omong, mengapa kita melakukan penumbalan di gudang harta?" tanya Reason Cakrawangsa.

"Sebab ruangan itu luas, ini penumbalan besar-besaran. Semuanya harus ikut dan melihat, tangisan yang terdengar tidak akan mengganggu jalannya penumbalan," jawab Ian.

"Kau mengajak para istri Cakrawangsa juga?" tanya Farras Cakrawangsa yang tidak sengaja mendengar pembicaraan Reason dan Ian.

"Benar," ujar Ian.

"Sungguh? Bagaimana kalau mereka menangisi anak mereka?" tanya Farras lagi.

"Itu bukan masalah, menangis sedikit tidak akan mempengaruhi jalannya penumbalan," jawab Ian Cakrawangsa dengan yakin

Semua pria Cakrawangsa yang ada disana mengangguk mafhum. Tidak dengan Reason Cakrawangsa yang diam tidak menganggukkan kepalanya. Pria itu tidak yakin dengan apa yang disampaikan kepala keluarga Cakrawangsa.

Bukankah ... mereka tidak boleh mengikuti jalannya penumbalan? batin Reason.

Reason merasa ada yang tidak beres dengan Ian. Kepala keluarga Cakrawangsa saat ini, tidak lagi mengikuti jejak para tetua. Semuanya melenceng dan tidak sama dengan para tetua keluarga Cakrawangsa.

Reason bahkan menyadari jika suasana dan hawa di rumah Cakrawangsa tidak lagi sama. Saat ia kecil, ia ingat jikalau hawa di rumah itu dingin dan memiliki suasana yang damai. Sementara sekarang, hawa dirumah Cakrawangsa sangat panas dan memiliki bau yang amis, suasananya juga terasa sangat ramai.

Reason Cakrawangsa pernah mendengar ada banyak orang di dalam ruang kerja Ian. Pria itu mengeceknya dengan berpura-pura menemui Ian, tetapi yang dia dapatkan hanyalah kesunyian dan sosok Ian di dalam sana.

Sebenarnya ... apa yang Ian lakukan saat ini? batin Reason.

"Ya begitulah, nah semuanya! Malam nanti kita akan menjemput bayi-bayi Cakrawangsa yang lahir di rumah sakit. Mereka harus dipersiapkan dalam kondisi yang prima. Aku juga akan memastikan ... Serinaraya Cakrawangsa akan prima," ucap Ian.

Semua orang mengangguk dan pergi dari sana. Reason yang sedari tadi melamun hanya ikut-ikutan mengangguk. Dia sudah terlalu lelah, melawan Ian akan membuatnya berubah menjadi tumbal besok malam.

Tanpa dilihat siapapun, ada Ai yang sedari tadi bersembunyi di balik atap tersenyum lebar. Dia bangga dengan kebodohan orang-orang Cakrawangsa. Ia tertawa dengan bahagia.

"Aku harus memberitahu hal ini kepada Seri. Ia yang akan melakukan semuanya untukku. Aku diuntungkan, dia diuntungkan. Aku mendapatkan kehancuran Cakrawangsa, dia mendapatkan hidup yang lebih baik," ujar Ai.

Manusia setengah harimau itu pergi dari sana dan menunggu kedatangan Seri. Seri akan datang beberapa jam lagi.

Seri harus tahu, jikalau ia bergantung kepada dirinya sendiri. Tidak dengan siapapun di rumah Cakrawangsa, tidak ada yang bisa dipercayai. Semua yang di rumah Cakrawangsa adalah musuhnya.

Tumbal Keluarga CakrawangsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang