18. THE BOOK

3.3K 209 1
                                    

Semalam Seri tidak bisa tidur. Setelah sore tadi di cerca berondongan pertanyaan oleh orangtuanya, ditambah kebingungannya mengenai kunci-kunci berkarat yang diberikan Putu.

Pagi ini Seri bangun dengan kantong mata yang terlihat jelas. Perempuan itu tidak berencana untuk menutupinya. Ia malah berangkat ke sekolah dengan penampilannya yang seperti zombie dibangkitkan.

Memasuki gerbang Archipelago High School, beberapa pasang mata menatap aneh ke arah Seri. Seri pikir, itu hal yang wajar. Orang yang biasanya datang dengan rapi, kali ini datang dengan penampilan yang mengerikan.

Kantong mata setebal buku sejarah. Bibir pucat, sepucat tubuh katak percobaan. Serta rambut berantakan, seperti baru saja tersetrum listrik. Seri sadar diri dengan penampilannya yang seperti itu. Perempuan itu, memilih untuk tidak peduli dan melangkah cepat menuju kelasnya.

Jam pelajaran akan dimulai sebentar lagi, semua anak sudah siap di meja masing-masing. Aturan di Archipelago High School sangatlah ketat. Belum duduk di kursinya saat bel hampir berbunyi, panggilan orang tua.

Salah seragam, panggilan orang tua. Tidak membawa buku sesuai jadwal, panggilan orang tua. Jika sudah tiga kali orang tua dipanggil maka keputusan pengeluaran siswa dari Archipelago High School akan terjadi.

Yang paling sering dilakukan sebagai sebuah kesalahan adalah datang terlambat. Khusus kasus telat, seorang siswa akan diajak bicara oleh para petugas. Yang membuat heran adalah jika seorang siswa telat dan diajak bicara, maka besoknya tidak akan pernah telat lagi.

"Good morning, class?" sapa guru bahasa Inggris yang baru saja masuk ke kelas Seri.

"Morning, Sir Ath"

Sir Ath tertawa dan meletakkan kepalanya di atas kepala meja. Menirukan gestur Seri yang masih tidak mengerti posisi. Perempuan itu tidak melihat jikalau guru yang masuk di pagi itu, akan memberinya sebuah kado paling manis. Senyum paksa menghiasai wajah Sir Athenorth.

"Serinaraya Cakrawangsa! Apa yang terjadi padamu?" tanya Sir Athenorth.

"Saya tidak apa-apa, Sir. Hanya sedikit lelah," ujar Seri.

Seri pikir, Sir Athenorth akan pergi stelah mengatakan hal itu. Nyatanya, ia malah mendapat surat cinta berwarna kuning.

Sebagai hukuman tidak fokus di kelas, Seri diminta untuk ikut membantu membereskan perpustakaan setelah sekolah berakhir. Seri yang menyadari kesalahannya, meminta maaf kepada Athenorth dan menerima hukumannya.

Disinilah Seri sore ini, di perpustakaan yang sepi. Hanya ada dua pustakawan dan beberapa siswa yang tersisa. Seri mulai membenahi buku-buku yang berantakan di sudut perpustakaan.

Perempuan itu ingin hukumannya cepat selesai, sebab ia tidak bisa berlama-lama di luar ketika sore hari. Ia akan lebih mudah ditemukan sosok busuk yang datang setiap sore jika berada di luar rumah Cakrawangsa.

Buku-buku di rak mulai tertata rapi, Seri hampir menyelesaikan hukumannya. Tiba-tiba sebuah buku tebal terjatuh dari rak paling atas dan mengenai kepala Seri. Perempuan itu hampir berteriak ketakutan, sampai di ingat jika dirinya berada di perpustakaan.

Seri memilih untuk menahan rasa sakitnya dan mengambil buku tebal bersampul merah darah. Buku itu hendak ia kembalikan ke rak paling atas. Tapi, saat tangannya terangkat untuk meraih rak paling atas, darah mengalir dari dalam buku.

Darah membasahi tangan dan pakaian putih abu Seri. Perempuan itu ketakutan dan ketakutan itu semakin menjadi ketika dirinya dibawa pergi dari perpustakaan untuk melihat hal yang tidak ia sangka.

Seri, terduduk sembari memegang buku tebal yang tidak bisa dilepaskan. Dihadapan perempuan itu, terdapat sebuah lingkaran aneh. Lingkaran berwarna merah, dengan tulisan aksara Jawa.

Seri hendak melihat lebih dekat, namun eksistensinya di sini seperti tidak dianggap ada. Perempuan itu tidak bisa bergerak sedikitpun dari tempatnya.

Tiba-tiba, seseorang datang membawa bayi perempuan yang cantik. Seseorang datang lagi dengan remaja SMA yang seusia dengan Seri. Tidak. Mereka tidak datang kemari dengan sukarela. Kedua perempuan yang dibawa di letakkan di dalam lingkaran. Untuk saat ini, bayilah yang pertama.

Pertama untuk, ditumbalkan. Mantra-mantra mulai dibacakan. Hal ini membuat Seri celingukan dan ketakutan. Perempuan itu mencoba mencari tahu siapapun yang sekiranya bisa membantu dua perempuan tadi.

Namun, perempuan itu tidak dapat menemukan bahu siapapun. Perempuan itu terlambat, ia melihat kematian bayi tadi dengan mengenaskan. Tubuh bayi itu menjadi kurus kerontang, kehidupannya telah direnggut. Satu kata yang dapat Seri ingat dari mantra yang dibacakan adalah Cakrawangsa.

"Apakah ... yang kulihat tadi itu ... proses penumbalan? Tetapi ... mengapa aku bisa melihat hal itu? Siapa yang menunjukkan hal itu kepadaku?" tanya Seri kepada dirinya sendiri.

Berikutnya, lebih parah. Siswi SMA yang baru saja melihat bayi  perempuan mati, dipaksa masuk kedalam lingkaran. Sekuat tenaga, anak itu melawan. Walau akhirnya, kalah juga.

Begitu anak itu masuk ke dalam lingkaran, warna merah dari lingkaran penumbalan menjadi lebih merah dan lebih menyala. Anak yang berada dalam lingkaran, tiba-tiba menatap Seri dengan tatapan meminta tolong. Seri tertegun melihatnya, ingin rasanya perempuan itu berlari dan mengeluarkan anak itu dari dalam lingkaran.

Namun, tubuhnya tidak bisa bergerak sama sekali. Air mata Seri mengalir tanpa diinginkan.

Bersamaan dengan itu, huruf aksara Jawa yang melingkar di pinggir lingkaran mulai berputar. Muncul lagi bentuk-bentuk lain seperti segitiga dan segiempat. Bentuk-bentuk itu berputar dengan perlahan, berbeda dengan huruf aksara Jawa yang berputar dengan sangat cepat.

Mantra kembali di bacakan oleh pria yang wajahnya tidak bisa dilihat oleh Seri. Rasanya Seri ingin berteriak untuk mengganggu konsentrasi pria gila itu. Tetapi, selama lingkaran itu berputar, Seri tidak bisa mengeluarkan suaranya.

"Iblis Cakrawangsa. Iki minangka tumbal rutin sing dikarepake. Wektu iki, iku panganan favoritmu. Prawan ayu 17 taun sing isih sehat. Yen sampeyan nampa tumbal iki, menehi keberkahan ingkang sampun panjenengan janjiaken dhumateng keluarga Cakrawangsa ...."¹

Kalimat selanjutnya, tidak terdengar di telinga Seri. Telinga perempuan itu berdengung dengan keras, membuat si pemilik telinga meronta-ronta. Di saat yang bersamaan, anak perempuan itu telah mati. Keadaannya menjadi lebih sadis, seluruh anggota badannya terlepas dan bercak darah ada dimana-mana.

Seri tak sanggup melihatnya, ia akan memuntahkan seluruh isi perutnya jika melihat tubuh itu. Seri mengalihkan pandangannya. Saat ia membalikkan tubuh, perempuan itu sudah kembali ke perpustakaan.

Buku tebal dengan sampul merah darah itu hilang. Buku-buku di rak telah rapi, tetapi Seri tidak bisa menemukan buku darah itu.

"Apa yang kamu lakukan Seri? Ayo cepat keluar, perpustakaan akan segera ditutup," ujar pustakawan disana.

Keadaan normal perpustakaan, membuat Seri menjadi bingung. Seakan-akan proses penumbalan tadi tidak pernah dilihat oleh Seri.

Tadi itu ... apakah aku akan ditumbalkan seperti itu? Tadi, pria yang menumbalkan anak SMA berkata 17 tahun. Artinya ... aku juga akan ditumbalkan di tahun ini! Bisakah aku menghindar dari hal itu? Itu sangat ... mengerikan dan kejam, batin Seri.

***

Footnote
¹ "Iblis Cakrawangsa. Ini tumbal rutin yang kamu inginkan. Kali ini makanan favoritmu. Gadis cantik berusia 17 tahun yang masih sehat. Jika kamu menerima tumbal ini, berikan keberkahan yang telah kamu janjikan kepada keluarga Cakrawangsa ...."

Tumbal Keluarga CakrawangsaDove le storie prendono vita. Scoprilo ora