7. THE 256th DESCENDANT

4.9K 254 0
                                    

[Tahun 2006]

Keluarga Cakrawangsa telah berkembang selama 3 dekade belakangan. Pemikiran mereka mulai berkembang, beberapa dari mereka bekerja dengan memanfaatkan kecerdasan yang dimiliki. Kekayaan berhasil mereka dapatkan tanpa bantuan Iblis Cakrawangsa. Yang mereka pertahankan dari perjanjian Cakrawangsa hanyalah kecerdasan serta sanjungan dari orang-orang.

Ardian Rifaai Cakrawangsa, adalah kepala keluarga Cakrawangsa saat ini. Dengan kelima adik kandung dan sepuluh saudara sepupu yang semuanya telah menikah.

Hidup di dunia yang mulai berkembang ke era modern, membuat beberapa keturunan Cakrawangsa mulai mempertanyakan alasan mereka masih mengikuti perjanjian. Beberapa dari mereka pernah mencoba tidak peduli dengan perjanjian antara pendiri Cakrawangsa dan iblis Cakrawangsa. Tapi ujung-ujungnya, mereka kembali, sebab tidak bisa melepaskan diri dari belenggu iblis yang mematikan ini.

Ardian atau lebih sering dipanggil Ian, sudah beberapa kali menasihati adik dan para sepupunya untuk tidak meninggalkan Cakrawangsa. Imbas dari meninggalkan serta melanggar perjanjian adalah sebuah kematian. Mau tak mau, yakin tak yakin, seluruh anggota keluarga Cakrawangsa harus tetap setia pada perjanjian lama tersebut.

***

Suara detak jantung terdengar dari alat kardiotokografi¹. Suara yang membuat suami istri disana tersenyum bahagia. Sang ibu mengusap perutnya yang sudah besar. Enam bulan sudah terlewati dengan baik, janin di dalam kandungan ibu tersebut tidak pernah merepotkan sang ibu.

"Nah, itu suara detak jantung janinnya, bapak dan ibu,"–dokter itu mencatat sesuatu dibuku laporan kehamilan–"mohon maaf sebelumnya ... apakah bapak dan ibu sengaja tidak pernah ... check-up kondisi kehamilannya? Yang saya lihat disini adalah, usia kehamilan sudah masuk ke trisemester ketiga."

"Suami saya memang sudah memaksa untuk check-up kemari saat trisemester pertama, tetapi saya tidak pernah mau, dok," ungkap sang istri.

"Oh? Untung aja tidak ada masalah yang menimpa janin sampai memasuki trimester ketiga. Sekarang, apakah bapak dan ibu ingin melihat rupa janin kalian?"

Sang suami mengangguk, begitu juga dengan istrinya. Dokter mulai mempersiapkan alat USG². Dering ponsel membuat sang suami ijin keluar ruangan untuk mengangkat telepon.

"Mas Ian? Malam ini aku sudah tiba di rumah utama. Istriku sudah tahu apa yang akan aku lakukan disana, haruskah aku mengajaknya menyaksikan proses penumbalan?"

"Kau melakukannya malam ini? Baiklah, tetapi jangan ajak istrimu. Bisa-bisa dia menangis, tangisan bisa menggagalkan proses penumbalan," ujar Ardian Rifaai Cakrawangsa.

"Oh? Baiklah."

"Hmm, ya."

Ardian Rifaai Cakrawangsa mematikan ponselnya dan kembali masuk ke dalam ruang check-up kehamilan. Ini adalah kehamilan ke-lima istrinya, empat anak sebelumnya berjenis kelamin laki-laki. Sehingga Ardian yang merupakan kepala keluarga belum pernah melakukan penumbalan. Adik-adiknya dan para sepupunya-lah yang melakukan penumbalan demi kesejahteraan keluarga besar Cakrawangsa.

Ian benar-benar berharap anak kelimanya adalah perempuan. Sebagai kepala keluarga, pria itu memiliki kewajiban untuk melaksanakan penumbalan. Walau dia tahu jika istrinya tahu, istrinya bisa meraung-raung.

Ya ... sudah seharusnya aku melakukan penumbalan sebagai kepala keluarga. Miran harus menerimanya, mau tak mau, batin Ian.

Tumbal Keluarga CakrawangsaWhere stories live. Discover now