46. THE INTERROGATION

2.7K 218 1
                                    

"Apa alasanmu ... pergi ke ruang harta, Seri? Kurasa ... ini bukan pertama kalinya kau pergi ke sana. Apa lagi yang hendak kau lakukan?" tanya Farras Cakrawangsa.

Kini, Seri tengah di dudukkan di suatu ruangan yang diisi oleh seluruh keluarga Cakrawangsa. Para prianya, serta para wanita. Bahkan ada beberapa anak Cakrawangsa yang masih terbangun hanya untuk melihat apa yang sedang di ributkan.

Miran berada di salah satu barisan pada wanita, alias istri Cakrawangsa. Wanita paruh baya itu tidak memiliki kekuatan lebih untuk melihat putrinya di interogasi bagaikan penjahat, apalagi dipertontonkan di depan banyak orang. Tanpa sadar, air mata Miran menetes saat melihat pertanyaan dari Farras dan pria lainnya yang cukup memojokkan putrinya.

"Saat itu ... kau juga masuk tanpa ijin ke ruang harta. Begitu kau keluar, separuh harta Cakrawangsa telah hilang! Sebenarnya ... ada apa dengan dirimu, Seri?" tanya Reason Cakrawangsa.

Seri sedari tadi menundukkan kepalanya, tetapi begitu mendengar suara Reason, ia langsung menatap om-nya itu dengan sengit. Penyebab Seri berada di tempat ini adalah orang bernama Reason Cakrawangsa.

Penipu gila! Harusnya aku tidak mempercayai siapapun. Apa untungnya aku datang ke ruang harta, jika pada akhirnya aku akan dihakimi secara sepihak? Dasar ... keluarga gila! batin Seri.

Semua orang disana bergumam. Bisik-bisik tidak mengenakkan mulai terdengar. Beberapa dari istri Cakrawangsa menyumpahi Seri, sebab perempuan itu menyebabkan seluruh wanita di rumah ini hamil dengan cara yang lain.

Tidak sedikit para anak-anak yang ada memandang Seri dengan tatapan menghina, yang tidak memiliki efek besar terhadap Seri. Seri sudah memperkuat mentalnya kemarin.

Farras mulai emosi. Pertanyaannya tidak digubris oleh Seri. Pria itu menendang kursi yang diduduki oleh Seri dengan kencang, tetapi tidak sampai membuat orang diatasnya jatuh ke lantai.

"Jawab pertanyaanku ... atau ... kau benar-benar habis di tanganku," ujar Farras.

Seri masih diam, menggubris perkataan orang seperti Farras hanya akan menimbulkan konflik yang berlebihan. Akan tetapi, semua api harus dipadamkan dengan air. Farras membutuhkan jawaban yang memuaskan untuk memadamkan amarahnya.

Melihat suasana yang kurang kondusif, para wanita yang menonton memilih untuk mundur cukup jauh. Alasannya, tidak ingin terkena pukulan atau apapun yang berasal dari Farras. Tidak seperti Miran yang ritme jantungnya semakin tak beraturan.

Melihat suasana yang semakin memanas, Seri memutuskan untuk menambahnya. Suasana harus sangat panas agar interogasi ini semakin mengasyikan.

Perempuan dengan lama lengkap Serinaraya Cakrawangsa, menaikkan dagunya setinggi mungkin. Ia tidak ingin direndahkan, tapi ia ingin menjadi orang yang merendahkan orang lain.

Hidup hanya sekali, lagipula aku akan mati besok. Melawan orang-orang bodoh ini sebelum pergi ... akan menjadi kepuasan tersendiri, batin Seri.

Orang-orang yang ada disana memandang Seri dengan terkejutnya. Sopan santun yang biasanya melekat pada Seri, sudah menghilang. Bukti bahwa orang yang di jahati, menjadi orang yang lebih jahat pada akhirnya.

Farras yang merasa di rendahkan, tersulut emosi. Luapan emosi itu terlihat dengan jelas ketika Ian mengambil barisan dan menghentikan pertengkaran yang mulai panas.

"Kau, tak perlu menjawab pertanyaan dari kedua orang ini, Seri. Aku yang akan menginterogasi dirimu, tentunya bukan di tempat terbuka seperti ini," ujar Ian.

"Tidak bisa! Interogasi yang dilakukan harus transparan dan dapat dilihat serta didengar secara langsung. Jangan-jangan ... kau mau melindungi anakmu dari hukuman?" sela Farras.

Sorakan bahkan dukungan terdengar dari segala arah, beberapa mereka mendukung dan berada di pihak Farras. Lain dari mereka, masih menjadi pihak netral yang tidak mau terlibat.

"Aku memang sedari tadi hanya diam. Tapi ... aku setuju dengan perkataan Mas Farras. Semuanya harus jelas, sebelum dia ... mati ditumbalkan besok," ujar Bagus Cakrawangsa.

Begitu Bagus berujar, semuanya menjadi diam. Penumbalan besar-besaran akan dilakukan besok. Para istri yang baru melahirkan mulai menunjukkan mimik wajah yang sendu.

Ada rasa tidak rela jika bayi yang baru lahir, masih bersih dan tidak memiliki dosa ditumbalkan hanya untuk kepentingan duniawi. Para istri Cakrawangsa menganggap jika hidup mereka sangat tersiksa saat bersama keluarga Cakrawangsa.

Seri yang tadi sempat menundukkan kepala, tersenyum tipis. Perempuan itu hendak memecah keluarga Cakrawangsa menjadi dua pihak. Pihak pro dan kontra.

Pro terhadap penumbalan besar-besaran atau kontra terhadap peristiwa yang dianggap akan menimbulkan rasa sakit hati yang paling membekas. Seri akan tertawa paling keras jika berhasil membuat dua pihak itu berkonflik sebelum penumbalan dilakukan.

"Cakrawangsa, artinya keluarga cerdas. Tetapi, apakah menumbalkan putri mereka kepada makhluk halus adalah tindakan cerdas?" tanya Seri. 

Pertanyaan Seri berhasil membuat orang-orang terdiam. Bahkan, Ian Cakrawangsa, sang kepala keluarga yang mulai mengurut pangkal hidungnya.

"Dimana rasa hormat kaum pria kepada wanita? Tidak ada? Kalian para istri, apakah pernah merasa dihormati oleh suami kalian? Tidak bukan?" tanya Seri.

"Cukup Seri!" teriak Ian.

"Mengapa kalian masih mau bertahan dengan keluarga yang toxic dan diam-diam menghanyutkan? Kalian masih kuat para istri?" tanya Seri lagi.

Perempuan itu tidak akan menyerah sampai tercipta dua kubu. Seri merasa setiap kata yang ia ucapkan akan mempengaruhi jalannya otak para istri Cakrawangsa.

"Semua orang haru—"

"Cukup Seri! Kau akan tetap ditumbalkan, bersama para bayi perempuan Cakrawangsa yang lain. Besok kau dan para bayi itu akan mati,"—Ian menunjuk-nunjuk Seri dengan penuh emosi—"jangan lupakan kalau kau tidak bisa kabur. Serinaraya Cakrawangsa, aku menempatkan dirimu diruang penumbalan, sampai waktu penumbalan besar-besaran tiba. Selesai! Semuanya kembali ke kamar masing-masing, SEKARANG!"

Tumbal Keluarga CakrawangsaWhere stories live. Discover now