21. THE FACT WAY (2)

3K 208 1
                                    

Seri berhasil menaiki tangga tanpa terjadi kerusakan pada tangga yang keropos. Begitu sampai diatas, udara yang pengap, serta benda-benda yang tertutup kain hitam menyambut perempuan itu. Dengan hati-hati, Seri mendekati salah satu benda dan menyibakkan kain hitam.

Saat kain terbuka dengan sempurna, Seri hampir saja memekik. Tapi, dia sadar jikalau tempat dia berpijak berada diatas gudang. Sedangkan, di dalam gudang berisi Om Herman yang entah sedang apa.

Seri menarik napas dalam-dalam. Perempuan itu, mundur beberapa langkah dari benda itu. Benda yang baru saja ia sibak kainnya adalah lemari kaca yang berisi tulang manusia. Tulang manusia yang warnanya kemerahan.

Seri menepis rasa takutnya dan kembali mendekat. Ia harus tahu siapa dan mengapa tengkorak itu ada di sana.

"Tidak ada petunjuk. Tidak ada nama. Tidak ada ukiran apapun di kotak kaca ini," gumam Seri.

Perempuan itu, mendekati benda-benda lainnya. Saat kain hitam dibuka, isinya sama. Tengkorak manusia di dalam kotak kaca. Seri kembali menguatkan dirinya, ia membuka lebih banyak kain hitam. Hasilnya, terdapat 7 tengkorak manusia.

Seri masih belum menemukan petunjuk, perempuan itu membuka kain hitam terakhir diatas sana. Kali ini, bukan lemari kaca. Melainkan meja kayu jati yang sudah usang, tapi masih kuat.

"Meja?"

Seri mengitari meja itu dan menemukan beberapa laci. Laci-laci itu memiliki gembok yang berkarat. Karena masih tersisa beberapa kunci di tangannya, perempuan itu mencoba memasukkan semua kunci yang ada.

Setelah beberapa lama, Seri akhirnya berhasil membuka laci. Tidak banyak benda yang ada di dalam laci. Hanya berisi beberapa kertas yang menguning dan hampir rapuh dimakan usia, serta kotak hitam yang memiliki bercak darah kering.

Seri meletakkan kunci-kuncinya di atas meja. Ia jongkok di depan laci dan mengambil kertas yang sobek ujungnya. Perempuan itu, membaca kalimat yang tertulis di sana. Tulisan yang ada di atas kertas hampir menghilang. Ditulis tangan dan menggunakan ejaan lama.

Oerang-Oerang jang pernah membawakan Toembal oentoek Tjakrawangsa

Hanya tulisan itu yang dapat Seri baca. Sisanya, tidak dapat dibaca sebab menghilang dimakan usia.

"Jangan-jangan, orang-orang yang pernah menumbalkan putri Cakrawangsa ... tidak dikubur dan ditempatkan disini? Tapi ... apa alasannya?" gumam Seri.

Mata Seri menangkap kotak hitam yang masih teronggok di dalam laci. Perempuan itu mengambilnya dan meraih kunci yang tadi di letakkan di atas meja. Saat tangannya meraba-raba permukaan meja, ia tidak merasakan kunci yang memiliki karat.

Perempuan itu malah merasakan sesuatu yang kenyal dan cenderung gembur. Terlalu gembur sampai Seri merasa jika kukunya menusuk sesuatu itu.

Merasa ada yang tidak beres, Seri menarik tangannya dan melihat jari-jari. Dia melotot saat melihat di kukunya, terdapat sejumlah kulit manusia yang berbau busuk. Ditambah, darah merah kehitaman yang mengalir dari kulit itu.

Seri masih cukup waras untuk tidak berteriak, ia akan mengucapkan selamat tinggal dunia jika ketahuan oleh Om Herman. Perempuan itu bangkit dari posisi jongkoknya dan melihat atas meja dengan takut-takut.

Namun, ia tidak menemukan apapun selain kunci diatas meja. Perempuan itu mengambil kunci dengan segera agar tidak diganggu lagi. Sepertinya, ada yang ingin menakut-nakuti dirinya. Seri mencoba tetap tenang dan akan menyelesaikan pencarian petunjuk di ruangan itu. Kotak hitam ia ambil dan mencoba membukanya dengan kunci paling kecil.

"Tak mungkin kotak ini dibuka dengan kunci yang besar."

Benar saja, tanpa membutuhkan banyak usaha lebih, kotak hitam itu terbuka. Seri penasaran dengan isinya, di dalam kotak itu terdapat permata ruby yang memiliki bercak darah kering.

"Ruby?"

***

Seri turun dari lantai atas begitu tidak melihat adanya petunjuk lagi. Tentunya, ia harus tetap berhati-hati agar tidak ketahuan Om Herman. Perempuan itu merasa jika Om Herman tidak akan pergi dari gudang secepat itu.

"Ugh, lagi-lagi aku harus melewati tangga keropos ini," keluh Seri.

Begitu sampai di pintu—pilar yang dapat membuka dengan lubang kunci—Seri membukanya perlahan. Harap-harap ia tidak bertemu dengan Om Herman. Tetapi, harapannya tidak terwujud. Perempuan itu mendapati Herman baru saja keluar dari gudang. Seri memutuskan untuk masuk kembali ke dalam pilar dan menunggu.

Herman melewati depan pilar dengan langkah tergesa-gesa, membuat Seri berpikir jika ada sesuatu yang terjadi di dalam gudang. Cukup lama Seri menunggu, ia memperhitungkan hilangnya sosok Herman di belokan lorong.

Dirasa aman, Seri keluar dan bergerak cepat menuju pintu gudang. Tidak seperti ruangan lainnya, pintu gudang Cakrawangsa sangat tinggi dan besar. Bahkan, lebih tinggi daripada ayahnya yang menjulang bak tiang listrik.

Seri mencoba mendorong pintu yang tingginya tiga kali lipat dirinya. Tapi, pintu itu tidak bergerak sama sekali. Terdengar bunyi 'klek' saat perempuan itu mendorongnya.

"Dikunci?"

Seri berharap kunci yang tersisa bisa membuka pintu gudang. Untungnya, kali ini harapan Seri terkabul. Salah satu kunci berhasil membuka pintu. Tanpa berlama-lama, perempuan itu masuk dan menutup lagi pintu gudang.

"Harusnya, perjalananku mencari jalan fakta merupakan kunci untuk lepas dari penumbalan keluarga Cakrawangsa. Tapi, jika faktanya sebesar ini ... bukankah aku akan keluar lebih cepat?" ujar Seri.

Seri berkata seperti itu, sebab melihat tumpukan harta di dalam gudang. Gudang yang ia pikir isinya akan kotor dan berdebu, rupanya berisikan harta dan memiliki dinding serta lantai yang bersih.

Mulut Seri menganga lebar, jika diteruskan bisa-bisa air liur menetes dari sana. Bagaimana tidak menganga coba? Dihadapkan dengan segunung emas batangan dan brankas-brankas besar.

Selama beberapa menit, Seri hanya diam sembari takjub. Detik berikutnya, perempuan itu tersadar dan membuang pikiran tamaknya. Jika ia menyetujui sifat tamak yang barusan muncul, itu artinya Seri adalah bagian dari Cakrawangsa.

Sayangnya, Seri tidak begitu—tidak untuk beberapa saat yang lalu. Perempuan itu berjalan mengitari ruangan guna mencari sesuatu. Sesuatu yang berhasil membuat Herman panik dan tergesa-gesa keluar dari gudang.

"Om Herman tidak mungkin panik tanpa alasan, pasti ... ada sesuatu yang membuatnya keluar dari gudang sambil berkeringat dingin," gumam Seri.

Seri pikir, ada sesuatu yang disembunyikan di balik uang. Tapi nyatanya, tidak ada apapun di dalam tumpukan uang. Bahkan untuk orang yang melihat hal lain.

Perempuan itu menghela napas saat tidak menemukan apapun. Seri terduduk dilantai sembari terus mengeluh. Walaupun suara hatinya itu tidak mungkin didengar oleh orang luar. Setidaknya, Seri punya tempat untuk berkeluh kesah.

Mata perempuan itu menatap langit-langit ruangan. Matanya beredar dari ujung ke ujung. Seri baru melihat, jikalau segala kegiatannya di dalam gudang, terpantau oleh cctv.

Tumbal Keluarga CakrawangsaWhere stories live. Discover now