15. THE FIND OUT

3.3K 220 1
                                    

Seri buru-buru beranjak dari sana. Ia tidak mau mengambil resiko ditangkap basah menguping. Wajah perempuan itu pucat. Langkah semakin cepat, perempuan itu ingin bergegas menuju kamarnya.

Beberapa kata yang diucapkan orang tuanya terngiang-ngiang di otaknya. Tumbal, Cakrawangsa, dan perjanjian. Pikirannya belum jernih sepenuhnya, sehingga belum bisa menangkap maksud dari perkataan orang tuanya.

Begitu masuk di kamar, Seri menguncinya dan menjatuhkan diri diatas tempat tidur. Perempuan itu terpejam, kepala dan matanya berdenyut. Ia merasa jika warna matanya semakin merah.

Dirasa cukup lama, Seri membuka matanya. Lampu kuning hangat menyambut penglihatannya. Tarikan napas terdengar dengan jelas di ruangan tersebut.

"Oke. Jadi, keluarga ini mempunyai perjanjian. Sepertinya, nama dari perjanjian tersebut adalah perjanjian Cakrawangsa. Jika aku tidak salah dengar ... ayah mengatakan tumbal. Artinya ... perjanjian Cakrawangsa membutuhkan tumbal agar terus berjalan. Kelihatannya, setiap pria beristri ... harus menumbalkan anak-anak mereka. Ayah ... menumbalkan diriku," ujar Seri.

Seri berguling beberapa kali diatas tempat tidurnya. Perempuan itu tidak mengerti. Sebuah pertanyaan muncul di kepalanya. Yakni, mengapa tidak menumbalkan seorang kakak laki-lakinya? Kenapa harus dirinya?

Seri mengangkat tangannya keatas. Tak berapa lama, tangan tersebut mengepal. Seri menguatkan tekadnya untuk mencari tahu tentang perjanjian Cakrawangsa dan cara kabur dari penumbalan. Perempuan itu, yakin.

Sebelum benar-benar memutuskan pergi. Ia teringat sesuatu, sosok busuk itu, mata merah yang aneh, dan kecerdasan luar biasa. Seri benar-benar tidak memikirkan keanehan yang menimpanya selama ini.

"Apakah ... ini adalah hasil dari pernjanjian itu? Kalau dilihat lagi ... seluruh keluarga Cakrawangsa itu cerdas luar biasa. Kebanyakan tidak bisa dibohongi. Duh, sepertinya mencari tahu dan kabur dari penumbalan adalah hal yang sulit untuk dilakukan."

Namun, semangat mencari tahu dan kabur yang tadi datang, sudah telanjur membara. Oleh sebab itu, Seri akan mengupas tuntas apa itu perjanjian Cakrawangsa dan mencari cara kabur dari penumbalan.

Seri akan mulai mencari tahu besok. Sepulang dari Archipelago High School.

***

Esoknya, Seri benar-benar mencari tahu. Walau hal itu sulit dilakukan. Sebab, yang Seri tangkap dari kelakuan keluarga besarnya adalah tutup mulut. Perempuan itu terpaksa menunggu waktu dimana salah seorang keluarganya membicarakan pernjanjian.

Perempuan itu tak henti-hentinya merapatkan dirinya dengan dinding rumah. Berharap seseorang yang ada di dalam ruangan membicarakan perihal perjanjian Cakrawangsa. Tapi, hasilnya nihil. Tak satupun keluarganya membicarakan perjanjian Cakrawangsa.

Tidak mendapatkan apa yang dia mau, Seri kembali ke kamarnya dan menguncinya. Lagi-lagi, tubuhnya ia rebahkan diatas tempat tidur.

"Aih, keluarga ini tidak ada niatan untuk membongkar aib dan rahasianya? Aku sudah sangat lelah bertingkah seperti cicak sedari sepulang sekolah," ujar Seri.

Seperti kemarin, matanya kembali berdenyut. Seri bangkit dan menatap cermin di lemari yang sudah tua dan antik. Mata perempuan itu, merah. Merah darah yang benar-benar pekat. Seri sampai terlonjak melihatnya.

Sibuk mengamati warna matanya, Seru tidak menyadari jika dirinya sudah tidak ada di kamar lagi. Perempuan itu, berada di tengah hutan yang gelap dan sunyi.

Suara langkah kaki menyadarkan perempuan itu. Seri begitu panik saat melihat sekitarnya. Tetapi, kepanikan itu hilang saat melihat seorang wanita hamil berlari menjauhi rumah di ujung hutan. Kondisinya benar-benar berantakan. Darah membasahi pakaian dan beberapa anggota tubuhnya.

"Siapa perempuan itu?" tanya Seri saat wanita hamil itu semakin dekat.

Begitu berhadap-hadapan, bukannya saling tabrak malahan tidak. Wanita hamil itu menembus tubuh Seri. Mata Seri melotot terkejut, ia reflek hendak meraih tangan wanita itu.

Namun, yang terjadi adalah tangannya tembus. Seri mengangkat tangannya dan merasa jikalau tubuhnya transparan. Tanpa mempedulikan rasa takutnya, Seri mengikuti langkah wanita hamil tadi.

Wanita itu terlihat mengusap air matanya. Ia berlari sembari menangis. Berkali-kali, wanita hamil itu mengatakan jikalau bayinya harus selamat.

"Kamu kuat. Anak ini, tidak akan terikat dengan perjanjian Cakrawangsa. Tidak seperti ... yang sebelumnya," ujar wanita itu.

Lantas kecepatan lari wanita hamil itu bertambah. Tidak seperti Seri yang memelan. Jarak keduanya semakin terbentang, tapi Seri malah semakin pelan dalam bergerak.

"C-cakrawangsa? Siapa dia?"

Seri tersadar. Perempuan itu, mencoba menyusul sosok ibu hamil. Untungnya, ibu hamil itu berhenti di depan jalan yang cukup besar. Seri berhasil menyusulnya.

Wanita hamil itu melirik ke kanan dan ke kiri. Giginya menggigit bibir. Tangannya tidak berhenti bergerak. Seri dapat menangkap kecemasan yang parah pada wanita itu.

"Apakah tidak ada delman atau becak yang bisa aku tumpangi?" tanya wanita itu dengan dirinya sendiri.

Seri yang berada di sebelah tidak menjawab. Percuma saja, wanita itu pasti tidak bisa mendengar suaranya. Tetapi, Seri berharap wanita itu dapat menumpangi becak atau delman. Kecemasan yang terlihat membuat Seri merasa iba.

Keberuntungan wanita itu, serta harapan dari Seri dan wanita itu sedang baik kepada mereka. Sebuah becak melintasi di tengah malam seperti ini. Begitu melihat sosok ibu hamil, sang pengayuh becak merasa takut.

Namun, melihat tubuhnya yang gemetaran. Wajahnya yang pucat dan kaki yang terluka, membuat sang pengayuh becak mempersilahkan ibu hamil masuk.

"Terima kasih banyak, Pak. Saya tidak tahu lagi jika bapak tidak melintas," ujar sang wanita hamil.

"Memange kenopo nggih, Bu?" jawab si pengayuh.

"Saya ... kabur dari rumah. Suami saya, melakukan hal yang tidak seharusnya. Hal yang bisa membuat anak di kandungan saya menderita. Makanya saya kabur, Pak," terang wanita itu.

Becak mulai berjalan. Si pengayuh becak menyarankan untuk pergi ke tempat yang jauh dari daerah itu. Dengan tenaga yang tidak seberapa, becak mulai meninggalkan daerah sana.

Seri sendiri, duduk di sebelah sang ibu hamil. Walupun ibu hamil itu bergerak, dia tidak akan terganggu dengan kehadiran Seri disana.

Sedari tadi Seri menyimak. Mencerna pembicaraan ibu hamil dan pengayuh becak.

"Nampaknya ... ibu hamil ini adalah seorang istri dari seorang manusia bermarga Cakrawangsa? Dia mencoba menyelamatkan anaknya dari penumbalan," ungkap Seri.

Mereka bertiga, berempat dengan sang bayi, menempuh perjalanan yang cukup lama. Hingga, mereka tiba di ujung dari daerah Yogyakarta.

"Bu ... kita sudah tiba di ujung timur Yogyakarta. Ini sudah jauh dari daerah tadi," ujar pengayuh becak.

Ibu hamil itu terlihat mengerling daerah sekitarnya. Sebuah pemukiman cukup besar terlihat berdiri di hadapannya. Lantas, ia turun. Diikuti sosok Seri yang tidak bisa dilihat.

"Terima kasih banyak, Pak. Saya akan terus mengingat jasa bapak. Sebagai imbalannya terimalah gelang emas ini."

Ibu hamil itu melepaskan gelang emas yang melingkar di pergelangan tangannya. Seri menebak jika gelang itu dijual, nominal yang didapat akan sangat besar.

"Ibu yakin?" tanya sang pengayuh becak.

Tumbal Keluarga CakrawangsaWhere stories live. Discover now